Bab 156
Bahkan Yansen pun terlihat canggung menghadapi situasi ini.
Lestari tampak bingung dan serba salah. "Maaf, Kakak Ipar Ketiga. Aku pikir setelah beberapa hari ini, kamu mungkin sudah memaafkan Kakak Ketiga ... " ucapnya lembut, seolah ingin meredakan ketegangan.
Namun, kalimat yang terlihat seperti penengah itu justru membuat wajah Beni makin suram. Sorot matanya dingin seperti es.
Hana, yang menyaksikan sikap rendah hati Lestari, merasa makin marah. Dia berseru dengan sinis, "Kak Lestari, kenapa kamu harus begitu baik padanya? Wanita seperti dia masih berani memasang wajah angkuh. Sungguh nggak tahu diri!"
Kata-kata itu tidak dibantah oleh Beni. Pria itu hanya duduk dengan ekspresi dingin, aura kelamnya membuat ruangan terasa seolah diliputi oleh embun beku.
Nadira tetap diam, tatapannya tenang, tetapi dia melirik sekilas ke arah Lestari. Wanita itu menunduk, tampak seperti sedang merasa sedih dan terpojok. Meski demikian, di ujung matanya, Nadira menangkap ketenangan yang tersembunyi.
Klik untuk menyalin tautan
Unduh aplikasi Webfic untuk membuka konten yang lebih menarik
Nyalakan kamera ponsel untuk memindai, atau salin tautan dan buka di browser seluler Anda
Nyalakan kamera ponsel untuk memindai, atau salin tautan dan buka di browser seluler Anda