Rujuk
Mas Guna yang berdiri di depan ruangan pak Devan menarik tanganku saat aku keluar dari dalam. Dia membawaku ke keruangan yang terletak di seberang ruangan direktur. Dia menatap dingin kearah ku. Amarah, hanya itu yang kulihat di wajahnya.
"Sudah kuduga, dia memang suka padamu." Kata-kata itu lolos dari mulutnya setelah sesaat dia terdiam.
"Tapi dia yang suka padaku Mas. Aku tidak!" Aku berusaha untuk meredam emosinya.
"Apa setelah kamu tahu perasaan nya. Kamu masih tetap ingin bekerja bersama dia?" tanyanya dengan nada sedikit mengeras. Aku diam sesaat, kemudian menghembuskan nafasku panjang. Aku bingung harus menjawab apa. Aku takut melukai hatinya. Meskipun menurutku lucu sih, bukannya aku ini bukan lagi istrinya. Tapi kenapa dia begitu marah saat mengetahui perasaan pak Devan padaku. Cinta, mungkin benar dia masih mencintai ku. Tapi apa sulitnya sih, dia membuang egonya sedikit saja.
Seandainya dia bilang akan mempertimbangkan keputusannya. Mungkin aku akan melakukan hal yang sama, untuk mempertimbangkan permintaannya untuk berhenti bekerja di sini.
"Kenapa kamu diam!! Atau kamu suka kalau Devan ngejar-ngejar kamu!!"
"Mas," ucapku kemudian menatap lekat pria dihadapan ku itu. "Kalau kamu mau mempertimbangkan keputusan mu untuk rujuk denganku. Aku pun akan mempertimbangkan permintaan mu untuk tidak bekerja lagi disini." Dia terdiam dengan pikirannya. Sesaat kemudian dia berucap.
"Aku akan memperimbangkan lagi keputusan ku untuk rujuk denganmu."
Aku benar-benar tidak percaya dia mengucapkan itu padaku. Aku berhasil, berhasil membuat dia kembali lagi padaku. "Beneran Mas," ucapku tak percaya. Dia hanya mengangguk. Sontak aku memeluk lelaki yang ada dihadapan ku saat ini. Dia pun membalas pelukan ku.
"Nanti aku urus semuanya, sekarang kamu urus surat pengunduran dirimu dari perusahaan ini," ujarnya setelah melepaskan pelukannya dari tubuhku.
"Iya Mas, aku seneng akhirnya kamu mendengarkan permintaan ku." Dia hanya tersenyum kecil menanggapi ucapan ku.
"Aku tidak bisa jika ada laki-laki lain yang mendekati mu." Ucapannya sontak membuat diriku malu. Aku bisa melihat dengan jelas, dia mengungkapkan itu tulus dari dalam hatinya.
"Ya sudah, aku kembali keruangan ku dulu. Nanti kita makan siang bersama." Dia kemudian pergi dari ruangan ku.
Aku bisa bernafas lega sekarang. Aku tidak sabar untuk memberitahu kabar baik ini pada ibu mertuaku. Aku segera menelponya. Sesuai dugaan ku beliau sangat senang mendengar kabar baik yang aku sampaikan.
Sesuai ucapannya tadi. Saat jam makan siang tiba, Mas Guna menjemput ku. Dia mengajakku untuk makan siang di luar. Disebuah cafe, tempat pertama kali kami kencan dulu. Dia membawaku kesana.
Kami duduk disalah satu bangku yang masih kosong disana. Pengunjung di cafe itu terbilang cukup ramai. Dia memesankan makanan favorit ku. Aku seperti kembali saat-saat kami berpacaran dulu. Sebelum sebuah suara membunyarkan lamunan ku.
"Guna!!" terka wanita yang baru masuk dari luar.
"Siska!" Sepertinya mereka saling kenal. Tapi tunggu-tunggu, sepertinya aku pernah melihat wanita itu. Tapi aku lupa dimana.
Dengan tiba-tiba wanita itu ikut gabung bersama kami. Aku heran dengan mas Guna, dia bahkan tidak merasa keberatan dengan kehadiran wanita itu di meja kami.
Mas Guna pun mengenalkan aku pada wanita itu. Ternyata wanita itu adalah adik dari Pak Devan, atasanku. Dia adalah teman mas Guna saat kuliah dulu. Jujur aku malas banget menanggapi wanita itu. Aku tidak suka dengan caranya memandang Mas Guna. Cara memandang nya sama seperti seorang wanita yang sedang memuja pada seorang laki-laki.
Pesanan kami pun datang, aku mulai menyantap makanan ku. Begitupun dengan Mas Guna. Aku pikir wanita itu akan pergi, saat kami makan. Tapi, dia justru memperlihatkan Mas Guna yang sedang makan. Mas Guna sih tidak terlalu melihat kearah wanita itu. Dia lebih banyak memperhatikan aku.
Saat ada makanan yang menempel di sudut bibirku. Mas Guna dengan lembut mengelapnya. Aku sungguh terkesima melihat perhatian kecil dari pria yang sedang bersama ku. Dan anehnya wanita itu sekilas melirikku dengan ketidakrelaannya.
Usai makan kami pun kembali ke kantor. Sedangkan wanita itu tidak tahu kemana perginya. Saat sudah ada di kantor aku pun dengan segera menyelesaikan tugas ku hari ini. Mengingat hari ini adalah hari terakhir ku bekerja disini. Semua pekerjaan ku sudah aku selesaikan. Aku teringat tentang surat pengunduran diri. Tak menunggu lama, aku pun membuat surat itu. Setelah selesai, aku akan memberikannya pada Pak Devan.
Aku berjalan menuju ruangan pak Devan untuk memberikan surat pengunduran diri. Sedikit gugup, karena harus berhadapan dengan laki-laki yang mempunyai rasa padaku. Bukan karena aku juga memiliki perasaan yang sama padanya. Tapi rasanya tidak nyaman di hati.
"Permisi Pak!"
"Iya Dew, apa ada masalah?" Pak Devan menghentikan sejenak aktivitas nya dan beralih menatapku.
"Saya mau memberikan ini kepada Bapak!" Aku meletakkan surat itu di atas meja pak Devan.
"Ini apa?" Tanya pak Devan mengambil surat itu. Dia membuka surat itu dan mulai membacanya.
"Kenapa kamu harus berhenti Bekerja?" Kemudian beralih menatapku dengan tatapan menyelidik. Aku seketika bingung mau menjawab pertanyaan pak Devan. Gak mungkin aku mengatakan kalau mas Guna melarang ku untuk bekerja lagi disini. "Apa karena suamimu tidak suka denganku?" tanyanya kemudian.
"Bukan seperti itu Pak. Saya ingin program hamil untuk saat ini. Mengingat Mas Guna sudah ingin mempunyai momongan," jawabku berbohong. Karena memang Pak Devan maupun rekan-rekan ku tidak mengetahui tentang perceraian itu.
"Bener bukan karena suamimu yang melarangmu untuk bekerja lagi disini?"
"Kalau memang saya yang melarangnya kenapa?" Tiba-tiba mas Guna datang. Suasana semakin kacau.
"Pak Guna Wijaya, sejak kapan anda mencampuradukkan masalah pribadi dengan pekerjaan?" Mereka saling menatap. Terlihat jelas dari keduanya saling menebar kebencian.
"Itu sama sekali bukan urusan anda."
"Sudah Mas, lebih baik kita pergi dari sini! Permisi Pak." Aku menarik tangan mas Guna untuk keluar dari ruangan pak Devan. Aku tak ingin mereka menjadi semakin ribut disana.
Jam pulang kantor pun sudah tiba. Aku pulang dengan menggunakan mobilku. Dan mas Guna yang mengiringku hingga sampai ke rumah.
Sesampainya di rumah kami turun dari mobil masing-masing. Mas Guna menghampiri ku sebelum dia pulang kerumahnya.
"Terimakasih ya Wik, kamu sudah mau mengabulkan permintaan ku untuk berhenti dari pekerjaan mu." Aku tersenyum simpul mendengar ucapannya.
"Sudah semestinya aku lakukan itu Mas. Mas terimakasih ya sudah memberikan kesempatan untuk ku." Dia hanya mengangguk pelan.
"Itu artinya kamu percaya kan, kalau aku tidak pernah tidur dengan laki-laki lain?" Pertanyaan ku seketika merubah manik wajah mas Guna. Sepertinya dia masih menyimpan keraguan untuk masalah itu.
"Sudahlah, aku tidak ingin membahas hal itu lagi."
"Yang terpenting saat ini, aku akan menerimamu kembali dengan segala kekurangan mu." Aku menjadi terharu dengan ucapan mas Guna. Tapi itu berarti dia masih belum percaya apa yang aku katakan tadi. Tapi ya sudahlah, apapun alasannya yang paling penting aku bisa kembali lagi dengannya.
to be continued