Webfic
Buka aplikasi Webfix untuk membaca lebih banyak konten yang luar biasa
Pernikahan SehariPernikahan Sehari
Oleh: Webfic

Lagi

Aku sedikit tercengang dengan apa yang aku lihat saat ini. Ku bulatkan mata ini untuk menyakinkan bahwa apa yang aku lihat ini nyata. Di rasa sudah yakin, barulah aku bersuara. "Pak Al." Hanya kata-kata itu yang mampu keluar dari bibir ini. "Ambil ini. Kamu lapar 'kan?" ujarnya seraya menyerahkan bungkusan itu lagi padaku. Alfahri adalah pengusaha muda yang sukses di tanah air. Beliau memimpin perusahaan, tempat aku bekerja saat ini. Seorang CEO yang sangat kompeten dalam bidangnya. Terbukti dalam waktu singkat. Perusahaan itu berkembang pesat. Dan sejajar dengan pengusaha seniornya. "Terimakasih." Aku ambil bungkusan itu, dan ia pun berlalu. Sifatnya yang dingin namun baik menjadi daya tarik para wanita seumurannya. Di tambah wajahnya yang sangat tampan, hampir mirip bintang sinetron di TV-TV itu. Aku hanya bisa mengamati punggungnya hingga sosok itu tertutup oleh kerumunan orang yang sedang mengantri di meja kasir. Akhirnya aku bisa tidur dengan nyenyak malam ini. Senyum mengembang menghiasi bibir ini, dan tak sabar menikmati makanan yang aku bawa. Pagi-pagi sekali aku sudah terbangun dari tidur yang panjang. Segera bangkit menuju kamar mandi. Kurasakan sesuatu yang aneh diarea penting milikku. Seperti cairan yang baru keluar dari sana. Segera ku cek, dan betapa bahagianya diriku saat tahu ada darah di celana dalam milikku. Aku langsung mengucap syukur. Dengan begitu aku tak perlu khawatir lagi. Aku tidak hamil. Segera ku selesaikan mandi ku. Pagi ini rencananya pak Al akan mengajakku meeting di luar kantor. Karena akan ada investor asing yang mau menginvestasikan dananya pada perusahaan kami. Tepat pukul delapan kami sudah berada di salah satu lobi hotel di kota ini. Kami sedang menunggu kedatangan klien kami di sini. Tak lama kami menunggu. Seorang pria berambut pirang turun dari mobil sedan berwarna hitam. Pria itu di kawal dua orang lainnya. Mereka berjalan menuju kearah kami. Segera aku dan pak Al menyambut kedatangannya. "Morning Mr Abraham," sapa pak Al menjabat tangan pria itu. Aku pun melakukan hal yang sama. "Morning. Wah sudah lama sekali saya tidak berkunjung ke Jakarta," balasnya dengan suara khas orang bule. Klien kami ini memang sangat mahir berbahasa Indonesia. Sudah sejak lama, beliau menjalin kerjasama dengan pengusaha tanah air. Salah satunya dengan perusahaan pak Devan. Kebetulan juga kami pernah bertemu sebelumnya. "Mmmm sepertinya saya tidak asing dengan wanita di sebelah anda, Mr Al." Pria itu mengamati diriku dengan seksama, sembari mengingat-ingat. "Memang benar Mr. Sebelumnya kita pernah bertemu. Saya mantan karyawan dari perusahaan Dirgantara grup," sahutku dan beliau pun mengangguk. "Ya, saya baru ingat sekarang." "Mari Pak kami antar ke kamar," tawar Pak Al mempersilahkan kliennya masuk kedalam. Di salah satu kamar VIP hotel ini kami pun masuk kedalam. Sebuah ruangan yang di desain khusus untuk kenyamanan tamunya tempat Mr Abraham menginap untuk beberapa hari di sini. Aku mulai mempresentasikan hasil kerja ku pada Mr Abraham. Dari mulai keuntungan dan pembagian hasil dari produk yang akan segera kami luncurkan. Hasilnya klien kami puas dengan presentasi yang aku lakukan dan siap menginvestasikan dananya pada perusahaan kami. Tentu hal itu membuat pak Al bangga padaku. Sehingga saat usai meeting tadi, beliau mengajakku makan siang bersama. "Kita mau makan dimana?" tanya Pak Al padaku saat kami sudah ads di lobi hotel. "Terserah Bapak," jawabku singkat. "Apa kaku bawa mobil sendiri?" tanyanya lagi. "Iya." "Lebih baik kamu tinggalkan mobil kamu di sini. Nanti biar assisten saya yang akan mengambilnya. Kamu satu mobil saja dengan saya. Karena setelah ini saya akan ajak kamu ke suatu tempat," jelasnya panjang lebar seketika aku menelan ludah. "Tapi Pak..." Belum sempat aku menjawabnya pak Al menarik tanganku agar mengikutinya dan berhasil membawa ku ke dalam mobilnya. "Kita ke restoran langganan saya saja." Aku diam tak menanggapinya. Sedikit kesal sih dengan sikap pemaksanya. Tapi aku berusaha untuk menurut padanya. Mobil kami berhenti di sebuah restoran Nusantara. Dimana restoran itu menjual beberapa makanan kuliner khas Indonesia. Yang membuat ku sedikit senang salah satu makanan favoritku ada di sana. Gulai bening ikan patin dengan sambal khas kota Lampung menjadi pilihan menu yang ku pilih. Sementara pak Al memilih gulai kuning ikan gurame. Setelah pelayan datang membawa pesanan kami. Tak menunggu lama lagi, segera aku santap makanan itu. Karena air liur ku sudah benar-benar penuh di dalam dan siap untuk keluar. Dan benar saja sesuai dengan ekspektasi ku, rasanya benar-benar nikmat. Hingga keringat keluar memenuhi dahi ku. Entah setan apa yang merasuki pak Al, hingga dia berinisiatif mengelapnya dengan tisu. Sontak membuat aku terkejut, dan sejenak menghentikan aktivitasku. "Liat tuh keringet.. dah hampir jatuh ke piring kamu," elak pak Al segera menarik tangannya. Entah kenapa hatiku berdebar kencang. Melihat perhatian dari beliau. "Ya udah lanjutin makannya. Kita nggak punya banyak waktu hari." Aku pun mengernyit heran. Bukannya dia tadi bilang akan mengajakku jalan-jalan. Kenapa bilang seperti itu. Sebuah mall terbesar mobil yang di Kendari pak Al berhenti. Setelah tadi makan siang, dia mengajakku ke tempat ini. Aku hanya mengikuti kemana dia mengajakku pergi. Di sebuah toko perhiasan, pak Al pun berhenti. Aku tak berani bertanya apapun pada pria yang kini berdiri sejajar denganku. Tampak beberapa jenis cincin di keluarkan dari etalasenya. Dan ku lihat sedang kebingungan memilihnya. Sekilas ia meliriku membuat bulu kuduk ini merinding. "Coba kamu pakai yang ini." Kemudian dia memberikan sebuah cincin bermata diamond. Di raihnya tangan ini, lalu ia sematkan cincin itu di jari manis ku. Sejuta pertanyaan memenuhi pikiranku. Maksudnya apa pak Al memberi, emm belum sempat aku bersuara. Ia lebih dulu berkata, "menurutmu itu bagus nggak jika aku berikan pada Mama." Seketika hati ini di patahkan oleh ucapannya. Ya ampun mikir apa coba aku ini. Jangan ngarep deh kamu Wik. "Bagus, kok." Aku pun menjawabnya tersenyum getir. "Ya sudah! Lepaskan cincin itu," titahnya membuat ku sedikit kesal. Aku berusaha melepaskan cincin itu dari jariku. Tapi itu sulit sekali. Sampai tangan ini memerah karena tergesek cincinnya. "Tapi ini susah Pak." "Masa sih?" Sekarang Pak Al lah yang mencobanya. Di tariknya cincin itu dengan paksa. Al hasil aku menjerit kesakitan. "Sakit Pak." Ku tiup-tiup tanganku yang mulai sedikit lecet. "Kamu nggak lagi becanda 'kan. Atau kamu ingin cincin juga dari saya." Ya ampun teganya ia berkata seperti itu. Masih terus ku coba untuk melepaskan cincin itu. Semakin aku memaksanya, semakin jari ku terluka. "Tetap gak bisa Pak." Ia pun mencobanya lagi. Di tarik lagi paksa olehnya. Namun tetap tak bisa keluar. Justru semakin melukai ku. "Ya Tuhan jari mu berdarah." Ia pun mengelap darahnya. Setelah itu meniupnya. Ku pandangi wajah pak Al dengan lekat. Hampir tak ada jarak wajah kami saling berdekatan. Aku bisa menyusuri setiap inci wajahnya. Seketika jantung ini berdetak cepat. Hingga sebuah suara menyadarkan aku. "Oh, jadi begini kelakuan kamu."

© Webfic, hak cipta dilindungi Undang-undang

DIANZHONG TECHNOLOGY SINGAPORE PTE. LTD.