Bab 1
'Kucing saja suka mencuri ikan, apalagi pria, pasti doyan selingkuh.'
Begitu menerima video perselingkuhan suaminya, Lily berkali-kali memutar rekaman itu, dan kalimat ini terus berputar dalam benaknya.
Dalam video itu, tampak seorang wanita mengetuk pintu kamar hotel Sandy pada pukul sebelas malam. Sandy kemudian membuka pintu sambil mengenakan baju tidur, lalu mempersilakan wanita itu masuk. Setelah itu, pintu baru terbuka lagi tiga jam kemudian.
Sesuatu yang cukup mencerminkan sifat asli Sandy.
Waktu di pojok kanan atas video menunjukkan bahwa itu terjadi kemarin, di hari ketia suaminya dalam perjalanan dinas.
Mungkin saja Sandy merasa kesepian di luar kota sana, itu sebabnya dia memanggil seseorang untuk memenuhi kebutuhan biologisnya.
Bagaimanapun juga, meski terlihat sopan dan pendiam, Lily tahu betul bahwa kebutuhan malam hari suaminya cukup besar. Hampir tak ada malam yang benar-benar sepi selama dua tahun pernikahan mereka.
Namun, jika apa yang dia pikirkan benar, bisakah ini disebut perselingkuhan?
Dari sudut pandang ibunya yang patriarkis, mungkin itu bukan masalah. Namun, terasa ada sesuatu yang mulai retak dalam hatinya.
Lily mematikan ponselnya, lalu menatap kue di depannya yang hampir meleleh.
Sandy adalah tipikal orang yang tidak peduli dengan hal-hal yang berbau perayaan. Dia tidak pernah merayakan ulang tahunnya, apalagi ulang tahun Lily. Akan tetapi, hari ini adalah ulang tahun Sandy. Lily tahu betul bahwa pria itu tidak suka krim. Jadi, dia belajar membuat kue es krim khusus untuknya.
Karena hari kelahiran Sandy memiliki arti sekuat harimau, Lily bahkan belajar membuat hiasan bentuk harimau dari gulali.
Namun, cuaca yang dingin terasa menusuk. Lily juuga sudah menunggu terlalu lama. Kue itu pun mulai mencair, sementara harimau kecil itu tampak miring dan hampir terjatuh dari kue, menciptakan pemandangan yang agak lkonyol.
Lily tidak tahu apakah dia harus memakan kue itu sendiri atau menelepon Sandy untuk menanyakan kepulangannya. Namun, pikirannya tidak bisa fokus. Video itu terus menghantui benaknya. Bahkan, Lily tak menyadari adanya suara mobil Sandy yang masuk ke halaman.
"Klik."
Kunci elektronik terbuka, lalu suara langkah kaki yang familiar terdengar mendekat.
Lily mendongak, di ambang pintu yang remang-remang, Sandy muncul dari balik bayangan.
Mata cokelatnya yang tajam dan panjang menatap lurus ke arah Lily. Hidungnya yang mancung, bibirnya yang tipis, bahunya yang lebar, dan pinggangnya yang ramping tampak begitu sempurna dalam balutan setelan hitam elegan yang dirancang khusus.
Setiap hari, selama dua tahun pernikahan mereka, Lily telah melihat wajah ini. Namun, setiap kali menatapnya, hatinya tetap bergetar seperti pertama kali bertemu.
Dia memiliki wajah tampan, tubuh proporsional, latar belakang keluarga terhormat, dan kemampuan yang tak diragukan. Lily sungguh tak bisa menemukan satu pun kekurangan pada dirinya.
Jadi, saat pertama kali bertemu dengannya dan mengetahui bahwa pria itu adalah tunangannya sejak kecil, Lily tak bisa terhindar dari jatuh cinta pada pandangan pertama.
Karena itu, dia menerima pernikahan rahasia ini. Lily melepaskan impiannya dan memilih menjadi Nyonya Febrianto yang tak dikenal banyak orang. Sehari-harinya, dia hanya berputar di sekitar Sandy, mencoba menjadi istri yang sempurna seperti ibunya.
Lantas, apakah Sandy menyukainya? Lily teringat, dua tahun lalu, keluarganya bangkrut besar-besaran. Ayahnya bahkan berniat menikahkannya dengan pria tua kaya demi menyelamatkan perusahaan. Namun, Sandy maju dan bersedia menjalankan perjanjian pernikahan mereka. Berkat dia, Lily tetap bisa berdiri di sini sebagai Nyonya Febrianto.
Jadi … Sandy pasti juga menyukainya.
Pesan dari pengirim tak dikenal. Wajah samar dalam video itu. Lily berpikir, mungkin semua ini hanya kesalahpahaman.
Hari ini adalah ulang tahunnya... Besok, Lily akan bertanya dan memastikan semuanya.
"Bukannya tadi bilang kalau pulang jam enam?" Lily berjalan mendekat, mengambil jas hitam yang dilepas Sandy. Wangi parfum yang kuat langsung tercium, menusuk hidungnya.
Gerakannya seketika terhenti, kemudian dia mendongak menatap Sandy.
"Ada banyak kerjaan," jawab Sandy singkat. Dia hanya melirik meja di mana kue ulang tahun itu sudah hampir mencair. Ekspresinya tampak datar, dengan alis mengeryit.
"Selamat ulang tahun!" Lily menyingkirkan segala pikiran, tampil anggun dan bijaksana. Senyumannya menampilkan dua celah kecil di pipinya, sedangkan matanya berkilau seperti kerlip bintang saat menatapnya.
Wajahnya dingin seperti biasa, mengabaikan usaha Lily untuk menunjukkan perhatian. Tangannya yang berotot sedikit melonggarkan dasinya, membuat dada cokelatnya tampak samar-samar, "Buatkan semangkuk sup penghilang mabuk."
Selain aroma parfum yang kuat, Lily juga mencium bau alkohol.
Tanpa ragu, dia segera bangkit dan menuju dapur, "Mandilah dulu di atas, air panasnya sudah siap."
Setelah mengatakannya, Lily tak kunjung mendapat jawaban. Dia pun menoleh dan menyadari bahwa pria itu sudah naik ke atas.
Perlakuan diabaikan seperti ini bukan kali pertama terjadi. Awalnya, Lily merasa tersakiti, tetapi menjadi terbiasa karena ini terjadi sejak sekian lama.
Sang Ibu pernah menasehatinya bahwa pria memang seperti itu. Jadi, perlahan-lahan Lily pun menerima kenyataan itu.
Hari ini, mungkin karena melihat video itu, hatinya menjadi dipenuhi rasa gelisah. Butuh waktu agak lama baginya untuk menekan emosi yang muncul.
Sembari memasak sup penghilang mabuk, Lily juga merapikan kue itu agar tidak terlihat terlalu berantakan.
Pasti dia merasa tidak nyaman setelah minum terlalu banyak. Itu sebabnya tak sempat memperhatikan ucapan "Selamat ulang tahun" dari Lily.
Setelah minum sup pengusir mabuk, dia pasti akan mencicipi kuenya.
Kue itu sudah rapi, sup penghilang mabuk juga selesai dimasak. Lily meraih ponselnya, bersiap menelepon Sandy agar turun ke bawah.
Namun, begitu layar ponsel menyala, sebuah notifikasi berita muncul dengan tiba-tiba.
"CEO Grup Striva Memberikan Perayaan Ulang Tahun Mewah Kepada Wakilnya. Keduanya Diduga Menjalin Hubungan Asmara."
Jantung Lily seakan berhenti berdetak. Dia mengetuk berita itu dengan tangan gemetaran.
Beberapa foto langsung memenuhi layar.
Sandy tampak mengenakan kemeja dengan kancing di bagian leher yang terbuka. Tangan berototnya yang penuh dengan urat jelas terlihat memegang tangan seorang wanita berkulit halus. Mereka memotong kue ulang tahun setinggi enam tingkat bersama-sama.
Di bawah foto itu tertulis keterangan, wanita itu adalah Shita Linardi, Wakil CEO Grup Striva.
Menurut sumber terpercaya, pesta ulang tahun itu dirancang langsung oleh Sandy sebagai kejutan untuk Shita.
Tak hanya itu, seluruh karyawan perusahaan, yang berjumlah ribuan, juga menerima bonus ulang tahun.
Shita dan Sandy ternyata lahir di hari yang sama. Mereka saling memberikan hadiah ulang tahun, lalu bernyanyi bersama.
Semua itu direncanakan dengan matang, juga dipersiapkan jauh-jauh hari.
Padahal, sore tadi, Sandy bilang dia sibuk bekerja.
Jadi, saat Lily dengan penuh cinta menyiapkan kejutan ulang tahun untuk Sandy, suaminya itu ternyata tengah sibuk menyiapkan kejutan ulang tahun untuk Shita.
Hadiah ulang tahun yang Sandy berikan untuk Shita adalah perhiasan dari merek internasional ternama, dengan harga mulai dari enam digit.
Sebaliknya, Shita memberikan Sandy sebuah dasi, lalu dengan manis menyuapkan kue ulang tahun ke mulutnya.
Wajah Sandy yang biasanya dingin dan kaku, saat itu terlihat hangat. Tatapan matanya ke arah Shita begitu lembut dan menenangkan.
Meski hanya beberapa foto, Lily tetap bisa mengenali Shita, sebagai wanita yang muncul di video itu. Sosok yang mengetuk pintu hotel Sandy ketika malam hari.
Rambut panjang bergelombang, serta tubuh ramping dengan lekukan sempurna, persis seperti di foto.
Lily kembali teringat akan sesuatu.
Sandy sering pergi dinas ke luar kota. Kadang hanya dua atau tiga hari, kadang bisa sampai seminggu.
Setiap kali dia pergi, Sandy tak pernah menjawab telepon Lily, bahkan tak sudi membalas pesannya.
Ternyata, selama ini dia bersama Shita? Menikmati dunia mereka berdua?
Saat Lily berbaring sendirian di ranjang, merindukannya hingga sulit tidur, dia justru sedang memadu kasih dengan wanita lain?
Itu berarti, video itu benar.
Kenyataan itu menghantam Lily seperti petir di siang bolong. Wajahnya langsung pucat pasi, tanpa ada setitik pun darah yang tersisa.
Dia tidak berani membayangkan sudah berapa lama Sandy dan Shita menjalin hubungan seperti ini. Yang dia tahu, selama ini, dia hanya menjadi orang bodoh yang dibutakan oleh cinta.
Pada hari pernikahan mereka, Sandy sendiri yang memintanya menjadi ibu rumah tangga penuh waktu. Dengan mulut manisnya, dia berhasil membuat Lily menyerahkan semua mimpinya. Dua tahun berlalu, sekarang Lily sadar. Sandy sebenarnya tidak pernah mencintainya. Wanita yang dia kagumi adalah Shita, tipikal wanita karir yang kuat dan mandiri.
Lily tak sanggup lagi membohongi dirinya sendiri. Semua rasa sakit dalam pernikahan ini bisa dia tahan, karena selalu ada nasihat dari ibunya untuk bertahan. Namun, perselingkuhan? Itu hal yang tak bisa dia maafkan.
"Bantu aku kemasi beberapa pakaian," ujar Sandy yang dingin membuyarkan lamunannya. Dia turun dari lantai atas dengan rambut berantakan, yang sebagian menutupi dahinya. Pakaian santai berwarna abu-abu tua yang dia kenakan membuatnya terlihat lebih ramah dari biasanya.
Namun, raut wajah Sandy tetap memancarkan kelelahan. Setelah duduk di samping Lily, dia langsung menunduk menikmati sup tanpa sekalipun melirik ke arah Lily, seolah wanita itu hanyalah udara semata.
Ponsel Lily tergeletak di atas meja, layarnya masih menyala, menampilkan foto Shita yang sedang menyuapkan kue kepada Sandy.
Sandy melirik sekilas ke layar itu, tetapi tak menunjukkan reaksi apa pun. Dia kembali menikmati supnya dengan tenang, seolah tidak ada yang perlu dibicarakan.
"Mengadakan pesta ulang tahun buat bawahanmu, itu tugasmu juga, ya?" Lily akhirnya tak tahan lagi, nada suaranya terdengar sinis.
Sejak mereka menikah, ini adalah kali pertamanya Lily berbicara kepada Sandy dengan sarat tuduhan.
Sandy mendongak sambil mengerutkan alit. Dia menatap Lily tajam, dengan ekspresi yang sulit ditebak, "Tentu saja," jawabnya singkat.
"Kenapa kamu nggak pernah bilang bahwa wakil CEO perusahaan yang selalu bersamamu ke mana pun adalah seorang wanita?" Nada suara Lily naik, emosinya semakin memuncak karena sikap Sandy yang begitu santai.
"Nggak perlu." Sandy menenggak habis sup di mangkuknya, lalu berdiri dan berniat naik ke lantai atas.
Kata-katanya yang dingin dan sikap acuhnya berhasil menyulut api kemarahan Lily. Kali ini, semua nasihat ibunya tentang bagaimana menjalani pernikahan yang damai terlupakan begitu saja. Dia langsung berdiri dan menghadang langkah Sandy, "Apa maksudmu nggak perlu? Kita ini suami-istri! Semua hadiah dan pesta ulang tahun yang kamu pakai buat wanita itu kan uang kita bersama. Aku punya hak untuk tahu dan aku juga punya hak buat memutuskan!"