Webfic
Buka aplikasi Webfix untuk membaca lebih banyak konten yang luar biasa

Bab 6

Sofia terlihat murung. Dia tahu, keputusan sudah diambil. Tiba-tiba saja. Saat ini, Alvaro menjadi tegang karena kata-kata Arman. Sofia tidak mengetahui hal ini. Setelah mengucapkan terima kasih kepada Arman, Sofia bersiap untuk pergi. "Tunggu sebentar, Nona Sofia!" Pada titik ini, Alvaro memanggil Sofia. "Ada yang bisa kubantu, Pak Alvaro?" Sofia bertanya dengan sopan. Dia tidak berpikir Alvaro akan mengubah pikirannya. Sofia mengira ada sesuatu yang lain. "Nona Sofia, aku baru saja memikirkannya. Kurasa proposalmu sangat bagus. Kita bisa bekerja sama!" Akan tetapi, kata-kata Alvaro selanjutnya justru membuat Sofia terkejut. "Benarkah, Pak Alvaro?" Sofia menatap Alvaro dengan gugup. “Tentu saja, Nona Sofia.” Alvaro mengatakannya dalam satu tarikan napas. Perasaannya jauh lebih gugup dibanding Sofia. Lantaran masalah ini, Pak Arman sampai ikut angkat bicara. Sofia terkejut. Sebelumnya, dia tidak pernah bermimpi jika Pak Alvaro akan mengubah pikirannya! Apakah itu karena dia? Sofia memandang Arman. "Nona Sofia, aku akan menghubungimu melalui telepon mengenai urusan penandatanganan kontrak, setelah rapat perusahaan besok selesai." Pada saat ini, Alvaro kembali angkat bicara. Dengan sikap yang benar-benar berbeda dari sebelumnya. “Baik, Pak Alvaro. Terima kasih banyak." Sofia merasa begitu bersemangat. "Sama-sama, Nona Sofia." “Kalau begitu, aku nggak akan mengganggumu lagi, Pak Alvaro." Sofia tahu jika Alvaro mengubah sikapnya karena pemuda cerdas di depannya ini. Sofia sendiri juga tidak berniat untuk terus mengganggu mereka. "Baik, Nona Sofia. Hati-hati di jalan." "Baik, Pak Alvaro." Sofia berbalik dan meninggalkan perusahaan. Sebelum pergi, dia tidak bisa menahan diri untuk tidak melirik Arman secara diam-diam. Setelah Sofia pergi, Alvaro segera memastikan yang terjadi kepada Arman. "Pak Arman, apa Pak Arman mengenal Nona Sofia?" "Hmm." Arman menganggukkan kepalanya. “Pak Arman, bagaimana pembagian keuntungan proyek ini?” Alvaro meminta petunjuk kepada Arman. “Lakukan yang terbaik untuk membantu Keluarga Wiratama.” Jawaban Arman sangat sederhana. "Baik, Pak Arman!" Alvaro terkesiap di dalam hati. Dapat dilihat dari kata-kata Pak Arman jika hubungan antara Sofia dan Pak Arman tidaklah biasa. Barusan, dia hampir menyebabkan bencana besar! "Pak Alvaro, urusan kontrak kuserahkan padamu. Aku ada urusan. Aku mau pergi dulu." Arman berkata pada Alvaro. Sekarang, Arman hanya ingin segera bertemu dengan gadis itu. "Hati-hati di jalan, Pak Arman." Alvaro terlihat begitu hormat. Arman pun meninggalkan perusahaan. Arman mengira Sofia sudah pergi jauh. Namun, ketika sampai di pintu perusahaan, dia melihat Sofia tengah berdiri di pintu perusahaan. Melihat Arman keluar dari perusahaan, Sofia langsung terlihat gembira. "Halo." "Apa kamu menungguku?" Arman melirik dengan mata berbinar-binar. "Hmm." Sofia menganggukkan kepalanya dengan sungguh-sungguh dan mengucapkan terima kasih kepada Arman, "Terima kasih buat yang tadi!" “Sama-sama, Nona Sofia, Pak Alvaro setuju untuk bekerja sama denganmu karena proposalmu memang bagus.” Arman tersenyum kecil. Sofia menatap pria di depannya sambil tersenyum lembut dan ramah. Kuncinya adalah, meskipun sudah memberikan bantuan yang besar kepada Sofia, pemuda itu tidak bersikap sombong. "Maaf ... apa kamu punya waktu luang?" Sofia Wiratama bertanya. "Ada. Memangnya kenapa?" "Itu ... aku hanya ingin mengajakmu minum kopi sebagai ucapan terima kasih atas bantuanmu tadi. Tentu saja ... aku nggak bermaksud membalas budi hanya dengan sekadar minum kopi. Aku hanya ingin mengucapkan terima kasih. Kamu, kalau kamu merasa itu merepotkan, kamu juga nggak perlu pergi ... " "Nggak merepotkan. Aku suka kopi." Arman tersenyum lembut dan memotong kata-kata Sofia. "Benarkah?" Sofia menatap Arman dengan penuh semangat. Akhirnya, dia punya kesempatan untuk berterima kasih kepada Arman. "Benar." Arman tersenyum lembut. "Bagus sekali! Kamu mau kopi atau teh?" "Apa saja. Kamu saja yang tentukan." Arman berkata dengan santai. Dia juga ingin memanfaatkan kesempatan ini untuk memastikan identitas Sofia. "Kalau begitu, kita pergi saja ke Kafe Peninsula. Kopi di sana relatif murni dan letaknya dekat, jadi nggak akan menyita banyak waktumu.” Sofia mengangguk. Dia terlihat bersemangat. "Oke." Arman tersenyum. Sepuluh menit kemudian. Keduanya pergi ke Kafe Peninsula. Setelah memilih tempat duduk, Sofia memesan dua cangkir cappuccino spesial. Sambil mengaduk-aduk kopinya dengan lembut, Sofia berkata dengan gembira, "Cappuccino di sini sangat terkenal. Coba cicipi." "Oke." Arman mengiakan kata-kata Sofia. Di bawah tatapan Sofia yang penuh harap, Arman mengambil kopi itu dan menyesapnya. Kemudian, dia tak henti-hentinya memuji, "Hmm, memang benar-benar enak." "Benar." Sofia tersenyum manis. Dia menatap Arman yang duduk di seberangnya dan berkata, "Omong-omong, aku belum memperkenalkan diri. Namaku Sofia Wiratama. Terima kasih sudah membantuku tadi. Senang bisa mengenalmu." “Aku juga senang bisa mengenalmu, Nona Sofia.” Arman tersenyum kecil. “Terima kasih banyak atas apa yang terjadi barusan. Kalau bukan karena kamu bicara baik-baik tentangku, Pak Alvaro pasti nggak akan setuju untuk bekerja sama denganku. Omong-omong, kamu dan Pak Alvaro punya hubungan apa? Sebelum kenal kamu, aku belum pernah melihat Pak Alvaro mau menerima saran dari orang lain.” Sofia menatap Arman Lambardi. Matanya yang cerah penuh dengan rasa ingin tahu. Sofia tahu. Alasan Pak Alvaro bersedia menyetujui kerja sama ini pasti ada hubungannya dengan pria di hadapannya ini. "Ini ... " Arman mendecakkan bibirnya dan berkata dengan setengah bercanda, "Kalau aku mengatakan aku ini adalah bosnya, apa kamu akan percaya?" "Kamu bosnya?" Sofia membelalakkan matanya karena terkejut dan bergumam, "Tapi, kudengar bosnya Pak Alvaro itu Hadi." "Haha, lantas bagaimana kalau kubilang Hadi juga anak buahku?" Arman tertawa. Melihat Arman sedang bercanda, Sofia pun tersenyum lebar. "Menurutku, kamu itu benar-benar lucu." "Haha, aku juga merasa begitu." Arman tertawa. Sofia menatap Arman dengan matanya yang indah dan berkata, "Ngomong-ngomong, aku sudah lama mengobrol denganmu. Tapi, aku masih belum tahu namamu." "Namaku?" Arman tersenyum kecil dan berkata, "Namaku Arman ... " Nguuunnnggg. Pada saat ini, ponsel Sofia yang diletakkan di atas meja tiba-tiba bergetar. Sofia mengambil ponselnya dan melihatnya. Ternyata telepon dari sahabatnya, Thalia.

© Webfic, hak cipta dilindungi Undang-undang

DIANZHONG TECHNOLOGY SINGAPORE PTE. LTD.