Bab 13
Arman menekan tombol setuju untuk menambahkan.
"Selamat malam, Pak Arman!"
Pesan Sofia dengan cepat muncul di kotak obrolan, diakhiri dengan emotikon lucu.
"Selamat malam."
Arman mengeklik layar dan membalasnya.
"Terima kasih banyak atas apa yang kamu lakukan pagi ini!"
Sofia sekali lagi mengucapkan terima kasih kepada Arman.
Hari ini, jika bukan karena bantuan Arman, Pak Alvaro tidak akan setuju untuk bekerja sama dengan Keluarga Wiratama.
Arman adalah penyelamat Keluarga Wiratama!
"Nona Sofia terlalu sopan. Kalau kamu benar-benar ingin berterima kasih padaku, traktir aku kopi beberapa kali lagi, haha!"
"Oke. Tapi, dalam beberapa hari ini mungkin aku nggak bisa. Sahabatku akan menikah. Dia orang yang kuceritakan saat kita bertemu di kafe hari ini. Dalam beberapa hari mendatang, aku harus menemaninya mencoba gaun pengantin dan menjadi pengiring pengantin untuknya. Setelah urusan ini selesai, aku akan mengajakmu. Maaf ya."
"Menjadi pengiring pengantin itu adalah hal yang baik."
"Ya. Waktu Thalia menikah dulu, aku masih kuliah di luar negeri. Aku nggak bisa pulang untuk menghadirinya. Kali ini, aku hanya menebus penyesalanku waktu itu. Tapi, Thalia juga benar-benar malang. Dulu, dia menikah dengan si brengsek itu!"
Membicarakan hal tersebut, Sofia menjadi agak marah.
Bajingan itu, hari ini lagi-lagi dia pergi mengganggu Thalia. Bahkan, dia juga memukul adiknya. Benar-benar keji.
Semua hal ini disampaikan Thalia melalui telepon.
"Hehe, benarkah?"
Arman tersenyum canggung di depan layar.
Arman sedang berpikir. Jika sekarang Sofia mengetahui identitasnya, apakah Sofia akan marah dan langsung memblokirnya?
"Ya. Benar-benar bikin marah saat membicarakannya."
Sofia berkata dengan marah.
"Kalau begitu, kita nggak usah membicarakannya lagi."
Arman membalasnya dengan canggung.
"Pak Arman, tiga hari lagi kapal pesiar Verena akan berlabuh di Dermaga Kota Setala. Apa kamu akan pergi ke sana?"
Sofia menemukan topik lain.
"Aku akan ke sana."
"Apa kamu juga akan menghadiri pernikahan Thalia dan Tuan Muda Chris?"
"Eh ... bukan. Aku hanya ingin jalan-jalan di kapal pesiar."
"Oke. Tapi, mungkin nanti kita bisa bertemu lagi."
Sofia sedikit berharap.
"Haha, ya."
Arman mengetik seperti itu dengan tangannya. Namun, dalam hati dia berpikir, lebih baik tidak bertemu dengan Sofia.
Thalia pasti juga ada di sana nanti.
Sementara Sofia sendiri jelas memiliki pemahaman yang sangat keliru terhadap 'Arman Lambardi'.
“Omong-omong, Pak Arman. Apa aku boleh bertanya padamu?"
Pada saat ini, topik Sofia tiba-tiba berubah.
"Tanya apa?"
"Eh ... apa kita pernah bertemu sebelumnya?"
"Kenapa tiba-tiba kamu menanyakannya?"
Jantung Arman berdebar. Apa Sofia mengenalinya?
"Aku baru saja berpikir. Kenapa tiba-tiba saja pagi tadi kamu membantuku sewaktu berada di Grup Yaksa."
Sofia mengutarakan apa yang ada dalam benaknya.
Arman tersenyum tipis dan berkata, "Mungkin ini takdir. Apa kamu percaya takdir?"
Takdir?
Di depan layar, hati Sofia berdebar-debar.
Lantaran kata-kata yang diucapkan Arman, jantung Sofia berdetak makin kencang.
Apakah ini bisa dianggap sebagai ... mengungkapkan perasaan kepadanya?
"Umm ... Pak Arman, aku nggak mengerti apa maksudmu?"
Jari tangan Sofia gemetar saat mengetikkan semua itu.
"Haha, bukan apa-apa. Aku cuman bercanda."
Arman tidak tahu perasaan Sofia saat ini. Itu sebabnya dia hanya bisa tertawa.
Jantung Sofia berdetak makin cepat.
Apa tebakannya benar?
Dia ... bagaimana dia harus membalasnya?
Apa Pak Arman juga percaya pada takdir?
Akan tetapi, bukankah ini akan terlihat tidak sopan?
Terlebih lagi, bagaimana jika Arman memang hanya bercanda dengannya? Bukankah itu akan sangat memalukan nanti?
Ketika Sofia tengah merasa ragu-ragu, Arman mengira kata-katanya sudah membuat suasana obrolan di antara mereka menjadi aneh. Arman pun mencari alasan dengan canggung. "Maafkan aku, Nona Sofia. Tiba-tiba ada urusan yang harus kuselesaikan di sini. Aku harus pergi dulu dan menyelesaikan pekerjaanku. Kita akan mengobrol lagi lain kali kalau ada waktu."
"Oke, Pak Arman."
Sofia langsung membalasnya.
Di dalam hati, Sofia merasa sangat menyesal!
Jika Sofia mengetahuinya sejak awal, dia pasti akan lebih berani dan langsung menjawabnya.
Pak Arman, apakah dia benar-benar sudah jatuh cinta pada Pak Arman?
Akan tetapi, Sofia buru-buru membuang pikiran tersebut dari benaknya.
Bagaimana mungkin orang yang luar biasa seperti Pak Arman, bisa jatuh cinta kepadanya ...
Sofia, Sofia, apa yang sedang kamu pikirkan? Dia hanya ingin menyegarkan suasana dan bercanda denganmu!
Sofia berpikir sendiri dalam hatinya.
Sofia meletakkan ponselnya dan bersiap untuk tidur. Namun, pikirannya masih dipenuhi oleh kata-kata yang diucapkan Arman sebelumnya.
Sofia bergulingan di atas tempat tidur.
Sementara itu, di sisi lain.
Arman sendiri juga tidak bisa tidur.
Dia sedang memikirkan bagaimana menjelaskan hubungannya dengan Thalia kepada Sofia nantinya.
......
Waktu berjalan bagaikan air.
Tiga hari berlalu dalam sekejap.
Hari ini adalah hari paling sensasional di Kota Setala!
Kapal pesiar nomor satu di dunia, Verena, berlabuh di Dermaga Kota Setala!
Di pintu masuk, empat tentara terlatih berdiri tegak. Mereka memeriksa identitas setiap penumpang yang menaiki kapal.
Kapal pesiar tersebut memiliki 21 lantai.
Masing-masing lantainya begitu mewah.
Para tamu berkumpul di ruang perjamuan, di lantai enam kapal pesiar tersebut.
Pernikahan Chris dan Thalia akan dilangsungkan di sini.
Para orang kaya dan berkuasa yang tak terhitung jumlahnya di industri ini, datang untuk memberikan selamat.
Bukan hanya karena pengaruh Chris di Kota Setala, tetapi juga karena hari ini Hadi akan hadir di tempat pernikahan mereka untuk memberikan ucapan selamat.
Banyak orang yang ingin melihat pesona orang terkaya di dunia ini!
Mungkin, jika beruntung, mereka bisa bertemu dengan sosok penting yang misterius itu!
Pada saat ini, Arman yang mengenakan pakaian sederhana, tiba di pintu masuk kapal pesiar.
Melihat kapal pesiar Verena putih yang sudah familier di depannya, berbagai macam pikiran melintas di benak Arman.
Kapal pesiar ini sudah menemaninya selama tujuh tahun. Melakukan perjalanan melintasi seluruh lautan bersamanya dan membangun kerajaan bisnisnya sendiri.
Arman bersiap untuk masuk.
Di belakangnya, tiba-tiba saja terdengar suara tajam dari seorang wanita paruh baya. "Arman, apa yang kamu lakukan di sini?"
Suara yang tiba-tiba terdengar itu agak familier bagi Arman, sehingga Arman pun menghentikan langkah kakinya.
Setelah berbalik, Arman melihat Nimas dengan ekspresi kejam di wajahnya.
Di sebelahnya, Theo yang digips tangan kanannya, menunjukkan ekspresi yang sama dinginnya dengan Nimas.
"Apa ada peraturan yang mengatakan kalau aku nggak boleh datang?"
Arman mengangkat alisnya dan menatap Nimas. "Bukankah kalian juga ada di sini?"
"Hehehe!"
Nimas Suryan mencibir dan menatap Arman dengan angkuh. "Kami berada di sini karena pernikahan putriku diadakan di sini. Lantas kamu sendiri?"
"Aku hanya ingin jalan-jalan."
Arman menyahut dengan acuh tak acuh.
"Hanya jalan-jalan? Apa kamu pikir tempat ini pasar makanan? Aku melihatmu berdiri diam begitu lama di pintu masuk kapal pesiar. Apa kamu ingin menyelinap masuk dan merusak pernikahan putriku?"
"Maaf, aku nggak tertarik pada pernikahannya."
"Bohong!"
Nimas bersikeras.
"Bu, kenapa mesti repot-repot ngobrol sama dia? Meskipun dia ingin menghancurkan pernikahan kakak, apa dia mampu melakukannya?"
Pada saat ini, Theo yang berdiri di samping Nimas berbicara dengan nada merendahkan yang begitu tajam, "Untuk bisa memasuki Verena, diperlukan persetujuan pemilik kapal pesiar atau undangan pernikahan kakak. Dia benar-benar mengira kalau Verena seperti kapal pesiar biasa. Bisa naik hanya dengan membeli tiket kapal saja?"
"Kamu benar, nak!"
Nimas membenarkan kata-kata Theo. "Jadi, rencana jahatnya ditakdirkan untuk gagal."
"Benar, Bu."
Theo merasa begitu senang karena orang kecil seperti dia mendapatkan kekuasaan, sehingga menjadi sombong.
Bajingan ini mematahkan tangannya terakhir kali. Hari ini, Theo harus mempermalukan Arman habis-habisan.
"Kalian sudah selesai bicara? Kalau sudah selesai, jangan menghalangiku menaiki kapal."
Namun, Arman hanya mengucapkan satu kalimat dengan tenang.
Raut wajah Theo berubah.
Ini membuatnya merasa seperti melakukan hal yang sia-sia.
Theo menggertakkan giginya dan menatap Arman dengan tajam. "Seorang pecundang yang menggantungkan hidup pada kakakku bersikap sok-sokan di sana! Aku ingin lihat. Tanpa undangan hari ini, apa yang akan kamu gunakan untuk menaiki kapal?"
"Kalau begitu, buka matamu lebar-lebar dan perhatikan baik-baik."
Setelah berkata demikian, Arman langsung bergegas menuju kapal pesiar Verena.
Arman tidak ingin membuang-buang waktu untuk orang seperti ini.
Hal tersebut karena persepsi mereka berbeda.