Bab 5
Tatapan Rafina begitu polos hingga tidak bisa menyembunyikan perasaannya. Setiap orang bisa melihat kekecewaannya.
Kejujurannya benar-benar tidak cocok dengan kota ini.
Setelah Rafina meminta maaf, seseorang mengejeknya dan mulai mendorong-dorongnya.
Pria berbaju kemeja bunga yang sudah dipermalukan tidak melanjutkan tindakannya, tetapi melampiaskan amarahnya dengan menendang ember merah muda milik Rafina hingga rusak.
Rafina terus mundur.
Sebenarnya, menelepon Kakek Thomas akan memastikan bahwa dia tidak akan diusir. Namun, dia tidak ingin di hari pertamanya di Dalfield, membuat Kakek Thomas khawatir.
Dia menundukkan kepalanya, dan saat tidak ada yang melihat, kekecewaannya berubah menjadi keteguhan hati.
Mereka ingin menindasnya, bukan?
Baiklah, dia akan mengingat mereka satu per satu!
Nanti, dia akan menghajar mereka satu per satu secara diam-diam!
Tidak ada yang tahu bahwa gadis yang terlihat malang itu sebenarnya sudah memikirkan balas dendam.
Pada saat ini, Samuel tampak lelah, seolah tidak ingin melihat pertunjukan ini lebih lama lagi, lalu berkata, "Aku lelah, bubarlah semuanya."
Samuel memang selalu tegas.
Kapan pun dia mengizinkan, apa pun bisa dilakukan sampai puas.
Namun, begitu dia berbicara, para tuan muda yang tadi sombong segera berhenti ribut, satu per satu pamit dan bersiap untuk pergi.
Mereka tidak seberani Rafina yang berani membantah Samuel.
Hanya Rafina yang tetap menundukkan kepala dan berdiri diam tanpa suara.
Saat ini, Samuel memberi perintah lagi, "Bi Hana, atur tempat tinggalnya. Mulai sekarang, Arjani nggak memerlukan pekerja paruh waktu atau pembantu lagi. Serahkan semua urusan harian di sini padanya."
Kepala pelayan yang elegan dan berumur, berjalan mendekati Rafina.
Orang-orang yang belum meninggalkan vila itu mendengar perintah Samuel, dan satu per satu saling berpandangan.
Pada saat ini, semua orang menyadari ada sesuatu yang berbeda.
Harus diketahui bahwa Samuel memiliki kebiasaan unik. Dia tidak suka orang asing berada di tempat tinggalnya. Biasanya, pembantu dan koki hanya datang untuk menyelesaikan tugas lalu pergi. Bahkan, mereka yang datang untuk berkumpul tahu peraturannya. Bahkan Bi Hana, kepala pelayan yang mengurus Samuel sejak kecil, tidak akan menginap di Arjani pada malam hari.
Namun, pembantu ini malah diizinkan tinggal.
Artinya, pembantu ini akan menginap di Arjani dan tinggal di bawah atap yang sama dengan Samuel!
Mereka terkejut dan tidak mengerti!
Siapa sebenarnya pembantu ini?
Penampilannya begitu kampungan, mengapa dia bisa tinggal di Arjani?
Dengan hati yang penuh keterkejutan, mereka pun segera pergi.
vila itu pun kembali sunyi.
Sesuai perintah Samuel, Bi Hana membawa Rafina ke sebuah kamar di lantai satu dan berkata, "Nona, mulai sekarang kamu tinggal di sini. Kamar Pak Samuel ada di lantai dua. Dia nggak suka diganggu, jadi kalau nggak ada keperluan, ingat jangan naik ke atas."
…
Rafina merasa lega mendengar dirinya tidak perlu tinggal satu kamar dengan Samuel.
Bagaimanapun, dia hanyalah seorang gadis yang baru saja lulus ujian masuk universitas. Meskipun sudah menikah, dia belum siap untuk berbagi ranjang dengan pria yang baru ditemuinya.
Melihat sosok pengurus tua yang baik hati di depannya, Rafina teringat bahwa Samuel memanggilnya "Bi Hana," maka dia pun ikut memanggil, "Bi Hana, aku mengerti, terima kasih. Namaku Rafina, panggil saja aku Rafina."
Mendengar panggilan "Bi Hana" itu, Hana tertegun sejenak.
Biasanya hanya Pak Samuel yang memanggilnya Bi Hana, sementara orang lain, termasuk teman-teman Pak Samuel, hanya akan memanggilnya dengan hormat sebagai "Bu Hana."
Wajah Bi Hana jadi melunak. Mengingat pesan Pak Samuel, dia pun berkata dengan sedikit rasa tidak tega, "Nona Fina, Pak Samuel memerintahkan agar ... kamu membereskan ruang tamu hari ini. Mulai sekarang, urusan makan, pakaian, dan kebutuhan sehari-hari Pak Samuel akan menjadi tanggung jawabmu."
Seorang gadis yang tampak belum dewasa baru tiba dan langsung disuruh merapikan vila sebesar ini, jelas merupakan bentuk menyulitkan orang yang disengaja.
Namun, Rafina tidak menunjukkan rasa tidak puas. Dengan semangat, dia mengangguk, "Baik, aku akan melakukannya dengan baik."
Bi Hana menghela napas, "Kalau begitu, letakkan barang-barangmu dan ikut denganku. Aku akan memberi tahu tentang kondisi vila ini dan mengajarkanmu cara menggunakan beberapa alat di sini."
Rafina lahir dari keluarga miskin, dia bahkan belum pernah melihat banyak peralatan listrik di sini.
Bi Hana dengan sabar menjelaskan semuanya, dan Rafina merasakan kebaikannya.
Akhirnya, Rafina membungkuk hormat pada Bi Hana dan berkata dengan tulus, "Terima kasih banyak."
Rafina sangat penurut dan polos, Bi Hana benar-benar merasa lembut hati dan memberikan pengecualian dengan meninggalkan nomor teleponnya untuk Rafina, memberitahunya bahwa jika ada yang tidak dimengerti, dia bisa meneleponnya. Melihat langit yang makin gelap, Bi Hana baru pergi.
Setelah sedikit merapikan kamarnya, Rafina keluar dan mendapati Samuel sudah naik ke lantai atas. Bangunan ini pun menjadi sangat tenang.
Hanya ada ruang tamu yang berantakan.
Rafina sebenarnya sudah sangat lelah karena tiga hari dua malam duduk di kursi kereta yang keras.
Namun, dia menyadari bahwa setiap pekerjaan yang dia lakukan akan sedikit demi sedikit membayar budi Kakek Thomas, dan itu memberinya semangat lagi.
Balas budi, balas budi!
Bersih-bersih!