Bab 3
Terdengar suara keras yang tidak mengizinkan ada ruang perlawanan.
Rafina terkejut, tangan yang memegang ember pun makin erat. Dia merasa Kakek Thomas benar, sulit bagi Samuel untuk menemukan istri. Wajahnya memang tampan, tapi terlalu galak.
Namun, dia sudah berjanji pada Kakek Thomas untuk merawat Samuel dengan baik, jadi dia tidak bisa membiarkannya begitu saja.
Jadi, Rafina berpikir sejenak dan berkata dengan serius.
"Aku pandai memasak."
"Aku juga cekatan dalam pekerjaan rumah tangga."
"Aku sangat pandai merawat orang."
Samuel hanya duduk di sana, seluruh tubuhnya memancarkan dingin seperti es yang menggantung di bawah atap desa saat musim dingin. Indah, namun mudah melukai orang.
Namun, Rafina tidak takut. Saat kecil, karena tidak ada camilan, dia bahkan bisa memecahkan es dan mengunyahnya seperti es loli hingga berderak di mulutnya.
Dia tidak peduli pada dinginnya sikap Samuel, dia hanya menatap dengan penuh ketulusan.
Keduanya berdiri dan duduk berhadapan.
Pada saat ini, ponsel Samuel tiba-tiba berdering.
Dengan santai, dia mengangkatnya dengan tangan panjangnya yang elegan.
Dari telepon, terdengar suara Kakek Thomas yang memperingatkan, "Jaga baik-baik istrimu, mulai sekarang dia akan tinggal di Arjani. Kalau kamu berani mengusirnya … wanita itu nggak akan pernah diterima di keluarga Finney!"
Nada suara Samuel sedikit berat, "Ini terakhir kalinya!"
Setelah berbicara, Samuel menutup telepon, lalu sedikit menyipitkan matanya ke arah Rafina. "Kamu bilang mau merawatku?"
Rafina mengangguk serius, tatapannya tanpa sadar jatuh pada tahi lalat kecil di ujung mata Samuel yang seolah memiliki daya tarik memikat.
Samuel tiba-tiba tertawa kecil, tawanya dingin dan tajam, seperti seorang raja iblis yang melihat mangsanya, menunjukkan taring tajamnya. "Kalau kamu mau tinggal, aku akan mewujudkannya untukmu!"
Tempat tinggal miliknya ini tidak mudah untuk ditinggali.
Berani-beraninya Kakek memaksanya menikah, bahkan mengizinkan gadis ini masuk ke rumah. Jadi, gadis ini harus siap menanggung konsekuensinya.
Rafina sama sekali tidak tahu bahwa pernikahan ini sepenuhnya karena ancaman dari Kakek, sedangkan Samuel sama sekali tidak menginginkan pernikahan ini.
Saat mendengar Samuel menyetujui kehadirannya, wajahnya berseri-seri, matanya yang cerah membentuk lengkungan seperti bulan sabit, penuh dengan kegembiraan yang murni.
Tatapan dingin Samuel tiba-tiba terhenti.
Rafina sudah mengangkat kopernya dan melangkahkan satu kaki ke dalam vila itu.
"Pak Samuel, dari mana datangnya gadis kecil yang … begitu istimewa ini?"
Begitu Rafina masuk, hampir saja dia bertabrakan dengan seorang pria berbaju kemeja bunga yang berkata dengan nada menggoda.
Baru saat itu Rafina menyadari bahwa di dalam gedung kecil itu ternyata bukan hanya ada Samuel, tetapi juga beberapa pria dan wanita lainnya.
Di ruang tamu, berbagai macam minuman keras diletakkan berantakan, sekelompok orang berkumpul untuk minum-minum.
Sedangkan di sekitar Samuel tampak seperti ada batasan yang memisahkannya dari yang lain, dia duduk sendirian di sisi lain.
Ketika Samuel berbicara barusan, semua orang diam, dan karena Rafina berdiri di luar pintu, dia tidak menyadari kehadiran mereka.
Kini, belasan pasang mata tertuju pada Rafina.
Melihat Rafina masuk, pria dan wanita yang mabuk itu mulai mengelilinginya, memperhatikannya dari atas sampai bawah.
"Haha, memang istimewa sekali. Apa ini barang antik yang digali dari zaman purba? Kuno sekali."
"Selera Pak Samuel kenapa bisa berubah begini? Ada Vivian yang seperti mutiara, kenapa tertarik pada gadis kecil ini?"
"Dia cantik sih, tapi apa sudah dewasa?"
Rafina dikelilingi oleh ejekan mereka.
Samuel tidak menghalangi, hanya menatap dengan dingin.
Melihat Samuel tidak menghentikan mereka, para tamu makin bersikap berani.
Jika itu gadis biasa, pasti sudah merasa rendah diri dan ketakutan dikelilingi oleh pria dan wanita yang berpakaian cemerlang sedang mencemoohnya.
Namun, gadis yang tumbuh dalam penderitaan ini memiliki kekuatan yang luar biasa.
Dia mengerutkan kening menatap mereka, lalu berkata dengan serius, "Perilaku kalian ini sangat nggak sopan."