Bab 8
Yessy tersenyum getir. Tiba-tiba, suaranya menjadi serak.
"Kamu selalu memberitahukan kabar baik dan menyembunyikan hal buruk."
"Bagus juga kalau kamu sudah menikah, maka mereka akan berhenti memaksamu. Tuan Muda Kedua Grup Fanida sudah pernah menikah. Tampang dan wataknya .... Baguslah kamu sudah menikah. Kamu harus menikah dengan pria yang baik padamu. Kalau nggak, hidupmu akan menderita."
"Ibu ...." Mazaya tidak tahu bagaimana cara untuk menghadapi Yessy.
Jika bukan karena kekeliruan di tahun silam, Mazaya dan Sherly tidak akan tertukar.
Yessy adalah istri Welly Madius, tetapi Yessy hanyalah gadis biasa yang menikah dengan keluarga elite.
Welly sama sekali tidak menyukai Yessy. Welly mencintai Sandra Wijaya sang ratu penyanyi yang beberapa tahun lebih besar darinya. Mereka tidak dapat menikah karena penolakan keras dari Keluarga Madius. Akan tetapi, mereka tetap berpacaran sampai sekarang.
Jasper Madius dan Sherly Madius adalah anak dari Sandra dan Welly.
Setelah Sandra melahirkan Sherly, dia langsung menelepon Welly dan memintanya pergi ke rumah sakit untuk membawa pulang anak itu.
Pada saat itu, Welly sedang ke luar kota. Sebagai gantinya, Welly menyuruh Yessy membawa pulang anak itu.
Yessy mendapat informasi yang salah. Begitu tiba di rumah sakit, Yessy melihat Mazaya yang diletakkan di bangku di luar rumah sakit. Lalu, Yessy membawanya pulang.
Kehidupan Yessy di Keluarga Madius cukup sulit. Welly sering memarahi dan memukuli Yessy. Setelah kekeliruan itu terbongkar, situasi Yessy menjadi makin sulit. Anak yang dilahirkan olehnya dengan Welly, Justan Madius, juga ikut menderita.
"Cukup. Kalau sudah memungkinkan nanti, bawa dia ke rumah untuk temui Ibu."
Yessy berkata demikian.
"Baik, akan aku atur dalam beberapa hari ini. Omong-omong, aku menemui Wendy di reuni dua hari lalu. Apakah dia juga hidup dalam kesulitan?"
Sejatinya, Wendy adalah keponakan Yessy.
"Huh, iya. Kehidupan Wendy juga kompleks. Ibu akan menceritakannya padamu lain kali."
"Ya, istirahatlah."
...
Angin malam hari sangat dingin, terutama di awal musim semi.
Mazaya menyimpan ponselnya dan melihat pemandangan laut di bawahnya. Kegalauan terus mengganggu Mazaya.
Lama kemudian, Mazaya menarik napas dalam-dalam dan kembali ke kamar. Jimmy sedang duduk santai di sofa sambil membaca sebuah dokumen.
Mazaya melihat tulisan "perjanjian pernikahan" yang tercantum pada sampul dokumen.
Itu sepertinya adalah surat perjanjian yang dia tanda tangani beberapa hari lalu.
Setelah berpikir sejenak, Mazaya tiba-tiba berbicara pada Jimmy.
"Pak Jimmy, bisakah kita bicara sebentar?"
"Apa yang ingin kamu bicarakan?"
Jimmy tidak mendongakkan kepala. Ekspresinya datar.
"Ada satu usulan yang ingin aku diskusikan denganmu."
Jimmy membalikkan satu halaman dengan tangannya yang ramping dan elok.
"Karena pernikahan kita begini, sederhanakan semua prosedurnya. Aku nggak perlu menyiapkan harta bawaan, kamu juga nggak perlu memberikan mas kawin. Tentukan satu waktu agar aku bisa membawamu menemui keluargaku. Prosedur dariku sudah beres. Bagaimana prosedur darimu? Aku juga akan bekerja sama sebisa mungkin. Bagaimana?"
"Terserah kamu."
Mazaya menunjukkan gestur tangan oke. Ketika Mazaya berdiri untuk pergi mengambil pakaian dan mandi, Jimmy menyodorkan dokumen di tangannya pada Mazaya.
"Nenek sangat peka dan bisa datang kapan saja untuk mengecek. Sebaiknya kamu menyingkirkan ini kalau nggak ingin terkena masalah."
Barulah Mazaya ingat. Dia memang terlalu lalai dan menyimpan dokumen itu dengan asal.
"Aku nggak suka masalah. Kamu harus menyelesaikan masalahmu dengan Keluarga Madius dan Keluarga Susanto."
Jimmy dapat membuat dugaan dari percakapan Mazaya dengan pasangan kekasih di hari itu dan percakapan telepon Mazaya tadi.
Mazaya termenung sejenak. Lalu, dia menjawab.
"Tenang saja, aku akan menyelesaikannya dengan baik. Hanya saja, ada hal-hal yang sulit ditinggalkan. Aku jamin itu nggak akan berdampak padamu."
Jimmy memalingkan tatapannya dengan cuek dan beranjak dari kursinya. Jimmy mengingatkan saat sosoknya yang kekar dan dingin lewat di depan Mazaya, "Semoga seperti itu. Aku harap kita bisa bekerja sama dengan baik, Profesor Mazaya."
Setelah menyimpan surat perjanjian itu, Mazaya berjalan ke kamar mandi untuk mandi.
Saat Mazaya keluar, kamar itu sangat hening. Mazaya memandang sekeliling dan mendapati bahwa satu bantal di ranjang menghilang.
Apakah Jimmy tidur di ruang kerja?
Mazaya tiba-tiba merasa lega. Mazaya benar-benar segan untuk tidur seranjang dengan pria asing.
Jimmy memiliki kesadaran yang cukup tinggi. Seharusnya tidak akan terlalu sulit untuk hidup bersama orang seperti itu, 'kan?
...
Mazaya memiliki pola hidup yang sangat teratur.
Mazaya bangun pagi-pagi sekali untuk menyiapkan sarapan. Usai mandi, Mazaya berganti ke pakaian olahraga dan turun untuk berlari selama sejam. Sambil berlari, Mazaya bisa mempelajari lingkungan sekitar. Mazaya tidak sempat berkeliling kemarin karena waktunya terbatas.
Pusat Catimas merupakan kawasan elite di Kota Zenida. Kawasan ini memiliki sistem keamanan yang baik, fasilitas yang lengkap, dan udara yang segar. Penghuninya juga tidak terlalu banyak.
Mazaya berlari di sepanjang tepi laut. Butuh sekitar sejam untuk melakukan satu putaran.
Mazaya kembali ke rumah dan mandi lagi, lalu membawa sarapan ke meja. Ketika Mazaya sedang ragu apakah perlu mengetuk pintu untuk membangunkan Jimmy, pintu tiba-tiba dibuka dari dalam. Tangan Mazaya yang terangkat langsung mengenai dada Jimmy.
Lebih parah lagi, piama Jimmy longgar dan rambut hitamnya masih meneteskan air.
Ada aroma khas yang ringan dan sejuk. Ujung jari Mazaya tiba-tiba menyentuh dada Jimmy ....