Bab 2
Ayah senang melihat aku mau mengalah.
Ibu tiri juga tersenyum puas.
Ayah dan ibu tiri keluar dari kamarku, tetapi Elsa masih tidak beranjak.
"Kak Chelsea, aku bantu mengemasi barang, ya."
Elsa berdiri dengan sikap yang amat manis di depanku.
Elsa memandang ke sekeliling kamarku dan tersenyum puas.
"Aku juga nggak menyangka Ayah setuju kita tukar kamar."
"Kak Chelsea, kamu marah, ya?"
"Sebelumnya, aku merebut Kak Haris, sekarang aku merebut kamar yang sudah kamu tinggali selama puluhan tahun."
Aku tidak ingin menghiraukannya. Aku berbalik untuk mengambil koper.
Elsa tiba-tiba terjatuh ke lantai sambil berteriak, "Aduh!"
"Kak Chelsea ... "
Dia terjatuh dan lengannya membentur ujung meja, menyebabkan lengannya memar.
"Chelsea, apa yang kamu lakukan?"
Tanpa kusadari, Haris sudah di lantai atas.
Haris masuk ke kamar bertepatan melihat Elsa jatuh.
Haris menghampiri Elsa dengan wajah muram, lalu menggendong Elsa dengan hati-hati.
"Kak Haris, aku baik-baik saja. Kak Chelsea juga nggak sengaja melakukannya."
Elsa meneteskan air mata, dia memaksakan diri tersenyum dan menahan sakit. "Kak Haris, nggak sakit, kok."
"Lenganmu memar begini, masih bilang nggak sakit."
Haris merasa sedih melihat luka memar di lengan Elsa.
Namun, ketika Haris menatapku, tatapannya langsung berubah menjadi dingin.
"Chelsea, kalau kamu marah, serang aku saja."
"Jangan sakiti Elsa, kasihan dia."
"Dia nggak seperti kamu, yang terlahir di keluarga kaya dan belum pernah merasakan hidup susah."
Aku pikir, perasaanku sudah mati untuk Haris.
Aku pikir, aku tidak akan lagi menangis untuk Haris.
Namun, kenyataannya adalah aku tetap wanita biasa.
Aku tidak sekuat seperti orang kira, hatiku rapuh.
Aku dan Haris adalah teman sejak kecil.
Kami berpacaran selama tiga tahun.
Dalam waktu singkat, Haris berpindah hati ke gadis yang lebih muda.
Haris menganggapku sebagai wanita yang berhati kejam dan licik.
Aku tidak ingin menangis, sebaliknya aku ingin tertawa.
Namun, air mataku mengalir deras dan hatiku terasa sakit.
"Haris, kita sudah lama saling mengenal, kamu masih belum mengerti seperti apa sifatku?"
Haris mengernyit.
Haris menatapku, ekspresinya berubah menjadi lebih lembut.