Bab 86
Carina terus memegang tangan ibunya, suaranya pun terdengar agak serak. "Aku nggak lapar."
"Sudah jam delapan, mana mungkin nggak lapar?" Henry menariknya dari kursi lalu menekannya untuk duduk di meja makan. "Aku tahu kamu khawatir dengan Bibi Berlina, tapi jangan mengabaikan tubuhmu sendiri. Kalau nggak, saat Bibi Berlina sadar, pasti akan khawatir kalau kamu jatuh sakit lagi."
Henry menyerahkan secangkir air panas padanya sambil berkata, "Minum dulu baru makan."
Carina mengambil secangkir air tapi tidak meminumnya. Matanya yang merah karena menangis masih menatap ibunya dengan perasaan cemas.
Carina sebenarnya bukan orang yang suka menangis, tapi hari ini benar-benar tidak bisa mengendalikan perasaannya. Pada saat itu, air matanya jatuh bagaikan mutiara yang putus dari tali.
Matanya merah serta bengkak, bulu matanya penuh dengan air mata, yang membuat hati Henry menjadi tegang.
Henry mencondongkan tubuhnya, menekuk jari-jarinya untuk dengan lembut menyeka air mata Carina, lalu tidak

Klik untuk menyalin tautan
Unduh aplikasi Webfic untuk membuka konten yang lebih menarik
Nyalakan kamera ponsel untuk memindai, atau salin tautan dan buka di browser seluler Anda
Nyalakan kamera ponsel untuk memindai, atau salin tautan dan buka di browser seluler Anda