Bab 550
Sementara itu, di Taman Nandari.
Bulan bersinar terang di malam sunyi, sesaat memancarkan cahaya jernih yang menawan.
Cahaya perak tak berujung pun berpendar di bumi, menyelimuti danau tak bertepi bagai selapis kain tipis nan halus.
Angin berdesir pelan.
Membelai permukaan danau yang berkilauan, bergetar bersama binar rembulan yang lembut.
Sesekali awan melintas mengendap-endap, menyembunyikan bulan yang jauh di langit dalam kabut samar-samar.
Di tepi danau.
Teguh dan Widya sedang berjalan-jalan.
Mencari kesegaran dengan menikmati pemandangan rembulan dan sepoi-sepoi angin malam. Pikiran mereka melayang.
"Pak Teguh ..."
"Kaisar mengumumkan kepada seluruh dunia bahwa kamu telah gugur dalam pertempuran di Gunung Unta. Apa itu karena aku dan ayahku?"
Widya bertanya penuh kehati-hatian seraya menatap wajah Teguh dari samping.
Masalah ini selalu mengganjal di hati Widya.
"Bukan."
Teguh menggelengkan kepala dan berkata, "Meski bukan karena Pak Dhika dan Gunung Unta, aku akan tetap mati dalam
Klik untuk menyalin tautan
Unduh aplikasi Webfic untuk membuka konten yang lebih menarik
Nyalakan kamera ponsel untuk memindai, atau salin tautan dan buka di browser seluler Anda
Nyalakan kamera ponsel untuk memindai, atau salin tautan dan buka di browser seluler Anda