Bab 1
Pada hari jadi perayaan yang ke delapan tahun, Citra ingin memberikan kejutan kepada Jovan.
Dia mengambil cuti di grup tari, lalu pergi ke perusahaan Jovan.
Sesampainya di depan pintu ruang kerja, terdengar suara wanita asing dari dalam.
"Sulit banget skripsinya, Kak Jovan."
Suaranya terdengar begitu lembut dan agak centil.
Citra terkejut.
Kemudian, terdengar suara Jovan. "Nggak usah khawatir, aku akan membantumu."
Intonasi bicara yang begitu lembut, dulu Citra begitu familier dengan itu.
Dia membuka pintu dan masuk ke dalam, terlihat Jovan sedang berdiri di sebelah sofa.
Ada seorang gadis belia mengenakan rok putih sedang duduk di atas sofa, Jovan menatap laptop miliknya. Mereka berdua tampak cukup dekat.
Melihat Citra datang, Jovan tersentak, lalu berdiri.
"Citra, kenapa datang ke sini1?"
Citra tak menjawab, hanya menatap ke arah gadis itu.
Gadis itu masih sangat belia, mungkin usianya sekitar 20 tahunan. Dilihat-lihat, dia merasa gadis itu cukup mirip dengan dirinya delapan tahun yang lalu.
Menyadari tatapan Citra, Jovan segera memperkenalkan. "Dia ini adalah Helen Gunadhya, adik Hayden. Dia sedang magang di perusahaan kami dan Hayden memintaku untuk menjaganya."
Citra menekan rasa gundah di hatinya, lalu mengangguk. "Aku mau mengajakmu makan siang."
Saat Jovan belum sempat menjawab, Helen tiba-tiba bangkit dengan bersemangat.
"Kak Citra? Aku benar-benar menyukaimu!"
Citra terdiam untuk sesaat, Jovan tersenyum ketika melihat Helen seperti penggemar berat sebelum menjelaskannya. "Helen juga belajar tari rakyat."
Citra adalah penari utama termuda dalam grup tari rakyat kota Akasa.
Banyak penari yang menjadikannya sebagai panutan.
Mendengar mereka ingin pergi makan, Helen segera berkata, "Apa aku juga boleh ikut?"
Kalau pada hari-hari biasa, Citra pasti menyetujuinya, tetapi hari ini adalah hari jadi mereka yang ke delapan tahun ...
Saat Citra masih belum memberi kepastian, Jovan langsung mengelus-elus rambutnya dan berkata, "Dasar gadis rakus. Ayo, Kakak akan mengajakmu makan."
Karena Jovan sudah berkata seperti itu, Citra enggan untuk menolak, jadi hanya bisa tersenyum dan menuruti perkataannya. "Oke, ayo kita pergi makan bareng."
Yang awalnya mereka akan berkencan saat makan siang, seketika berubah menjadi kencan untuk tiga orang.
Di restoran.
"Nggak boleh pesan es krim banyak-banyak."
"Kurangi makan makanan manis, nggak usah pesen es krim dua, cukup satu saja."
Jovan mengatur pesanan Helen dengan ketat seperti seorang kakak yang begitu perhatian.
Citra mencari-cari alasan untuk perilaku yang ditunjukkan Jovan.
Melihat separuh dari pesanan makanannya dibatalkan, Helen menjadi cemberut. Jovan yang melihat Helen menjadi diam, lalu berkata, "Pas sampai kantor, kamu bisa minum teh."
Mendengar itu, senyum di wajah Helen kembari berseri.
Untuk sesaat, Citra merasa seperti hanya menjadi pelengkap dalam acara peringatan hari ini.
Dia diam-diam memperhatikan Jovan memperlakukan Helen dengan berbagai cara.
Sungguh familier.
Dia begitu familier dengan setiap gerakan yang Jovan perbuat.
Karena dulu, semua yang dilakukan Jovan kepada Helen merupakan perhatian yang diberikan kepadanya.
Delapan tahun lalu, Citra berusia 20 tahun dan Jovan 22 tahun.
Jovan adalah pria penggoda wanita yang begitu mempesona nan liar.
Sedangkan Citra merupakan wanita dingin sekaligus tercantik di kampus yang hanya fokus berlatih menari.
Saat acara wisuda Jovan, Citra membawakan tarian sebagai perwakilan adik tingkat.
Kemudian, Jovan terpikat dan mulai mendekatinya.
Hubungan orang tua Citra tak begitu bahagia dan mereka sudah lama bercerai. Dia memiliki kepribadian yang dingin dan tak percaya dengan apa yang disebut dengan cinta, jadi wanita itu tak ingin menjalin asmara dengan siapa pun.
Namun, dia tak mampu menahan pesona Jovan. Pria yang begitu terburu-buru soal wanita, seperti mengincar Citra dan terus berusaha mendekatinya selama setengah tahun.
Saat mengajaknya makan di restoran, Jovan selalu ingat apa yang tak disukainya. Kalau sedang datang bulan, Jovan diam-diam menambahkan air gula merah ke dalam minumannya.
Pria itu pasti hadir di setiap acara kompetisi yang diikutinya. Setiap mendapat juara, dia pasti menerima pemberian bunga dari Jovan.
Pria itu rela menyalakan kembang api di seluruh kota dan menolak semua wanita demi dirinya. Di dalam hati, hanya ada Citra seorang.
Jujur saja, hati Citra tak sekeras baja. Jadi, dia pun jatuh cinta kepada Jovan.
Setelah mereka bersama, Jovan juga mulai menata diri. Hubungan asmara ini berlangsung sampai delapan tahun.
Delapan tahun yang lalu, ketika mereka kencan, dia mendapatkan perlakuan bak seorang putri dari Jovan.
Namun, setelah delapan tahun mereka berkencan, dia malah lebih memperhatikan gadis lain.
Citra tersadar dari lamunan, pada momen ini, pelayan yang datang menyajikan hidangan, tak sengaja menumpahkan sup panas ke tangan Helen.
"Ahh!"
Helen menjerit kesakitan.
Ekspresi Jovan segera berubah, lalu berkata dengan marah, "Bisa kerja, nggak?"
Melihat Helen kesakitan sampai pucat, dia segera menggendong gadis itu dan pergi dari restoran.
Melupakan pacar aslinya masih duduk di sana. Citra menatap kosong punggung Jovan sampai benar-benar sosoknya menghilang.
Tak lama berselang, manajer datang sembari membawa kue.
Kue itu adalah kue hari jadi ke delapan tahun buatan tangan Citra sendiri. Awalnya, dia meminta manajer membawakan kue itu saat makan sebagai kejutan untuk Jovan.
Namun, sekarang, Sang manajer dibuat malu begitu melihat kursi di hadapan Citra kosong.
Bahkan dia membawa spanduk besar bertuliskan 'selamat atas hari jadi yang ke delapan tahun'.
Situasi sekarang terlihat seolah-olah menyindirnya.
"Nona Citra, ini ..."
Citra memaksakan senyum di wajah untuk menjaga harga dirinya.
"Kalian makan saja kue itu."
Dia mengambil tas, lalu pergi dari sana.
Begitu keluar dari restoran, lalu-lalang mobil di jalan, membuat hatinya cukup terasa hampa.
Dia tiba-tiba teringat akan hari jadi mereka yang pertama, Jovan menyewa seluruh restoran dan menebarkan banyak bunga mawar.
Citra adalah orang yang tak suka sesuatu terlalu meriah, jadi dia meminta Jovan untuk merayakan hari jadi dengan biasa saja.
Pada waktu itu, Jovan memeluknya dan berkata, "Tapi Citra, aku mencintaimu dan semua orang di dunia ini harus tahu."
Pada tahun itu, saat ulang tahun, valentin, atau hari besar lainnya.
Jovan selalu berusaha menemaninya.
Namun, dua tahun belakangan ini, Citra merasa jovan sudah tak begitu peduli dengan hari perayaan itu.
Sering kali mereka berdua hanya mengadakan acara makan bersama.
Dari perasaan cinta yang menggebu-gebu perlahan-lahan berubah menjadi datar. Dia menenangkan dirinya dengan berdalih semua pasangan pasti akan seperti itu.
Namun, tak disangka-sangka, pria yang dulu pernah bilang orang di seluruh dunia harus tahu cintanya kepada Citra, bisa melupakan hari jadi mereka.
Dia pulang seorang diri, lalu mandi.
Di tengah uap air, untuk pertama kalinya, dia tak langsung keluar, tetapi menatap kosong ke arah kaca kamar mandi. Terlihat bayangan dirinya yang begitu tinggi, ramping, dan cantik.
Namun, di dalam benaknya sekilas muncul wajah seseorang.
Sama cantiknya, tetapi memiliki sorot mata yang begitu bersemangat dan hidup.
Hal yang tak dimiliki olehnya.
Tak ada seorang pun yang awet muda, tetapi selalu ada orang yang lebih muda.
Misalnya, seperti Helen yang masih berusia 20 tahun.
Ketika Jovan pulang ke rumah, waktu sudah menunjukkan pukul 10 malam.
Dia selalu menjaga Helen di rumah sakit, bahkan setelah pulang, dia masih memikirkan Helen yang dirawat di rumah sakit sampai meneleponnya beberapa kali.
"Lukanya jangan sampai kena air, paham?"
"Kalau ada apa-apa panggil perawat, jangan melakukan apa-apa sendiri."
Citra merapikan jas yang dilepaskan jovan sembari mendengarkan diam-diam.
Dia menemukan beberapa permen di kantong jas Jovan.
Rasa leci.
Pada momen ini, dia baru selesai menelepon.
"Bukannya kamu nggak suka makan permen?" Dia menunjukkan permen yang ada di tangannya.
Jovan melihat permen-permen itu, lalu mengambilnya dan mengantonginya lagi. "Helen suka makan permen itu, karena khawatir dia bosan waktu rapat, jadi aku menyiapkan permen itu untuk jaga-jaga."
Citra terkejut karena tiba-tiba teringat akan dirinya waktu muda. Setiap kali dia merasa gugup sebelum penampilan, Jovan selalu menyiapkan beberapa permen mint kesukaannya di dalam saku untuk jaga-jaga.
"Setelah makan permen pasti nggak akan gugup lagi."
Sejak kapan permen mint berubah menjadi permen leci ...
Tanpa mengucapkan sepatah kata pun, dia berdiri dan pergi.
Jovan yang melihat suasana hati Citra sedang tak baik-baik saja segera menarik tangannya.
Saat sentuhan dingin menjalar dari tangan kiri, dia kembali tersadar dari lamunan.
Citra pun refleks menundukkan kepala, terlihat Jovan sedang memakaikan sebuah gelang kecil ke pergelangan tangannya.
Gelang yang begitu menawan, tampak harganya mahal.
Jovan memeluk dirinya, lalu napasnya yang hangat terasa di telinga. "Citra, maaf, ya. Hari ini padahal hari jadi kita yang ke delapan tahun, tapi aku malah nggak bisa menemanimu."
Akhirnya, dia ingat tentang hari ini.
Jovan terdiam sejenak, lalu berkata, "Nggak usah cemas soal Helen, dia itu masih muda dan Hayden sendiri yang melepaskannya padaku sebelum pergi ke luar negeri. Jadi, aku nggak mungkin mengabaikannya begitu saja."
Citra mengepalkan kedua tangan dengan erat, tetapi pada akhirnya dia hanya bisa berkata, "Iya, aku paham, kok."
Jovan mengecup keningnya, mengira masalah ini sudah berlalu, dia pun bergegas pergi untuk mandi.
Citra masih berdiri di tempat dengan perasaan gelisah.
Dulu, saat hatinya sedang gundah, Jovan pasti akan menenangkannya dengan sekuat tenaga.
Bahkan pernah sekali, saat mereka berdua selesai bertengkar, karena Citra ingin menenangkan diri, tak mengangkat panggilan dari Jovan. Alhasil, pria itu langsung naik pesawat 10 jam lebih untuk pulang dari Meikarta.
Namun, sekarang, walau meminta maaf kepadanya.
Karena kurangnya perhatian yang ditunjukkan oleh Jovan, mau tak mau membuat Citra harus membohongi dirinya sendiri.
Jovan, sepertinya dia sudah berubah.