Bab 7
Debby tersenyum kecil, bibirnya melengkung indah. Hatinya penuh dengan rasa manis yang hangat. Dia melonggarkan tubuhnya, bersandar lembut di pelukan Hendry, lalu menengadah dengan wajahnya yang memikat, menatap pria itu sambil berkata manja, "Aku tahu kamu nggak akan pernah bisa meninggalkanku."
Hendry, pria yang dikenal sebagai orang terkaya di Kota Hilton, adalah lambang kesempurnaan. Dia tampan, anggun, dan berkuasa. Dia juga memiliki kekuatan untuk mengubah segalanya, seperti angin yang bisa membawa badai. Dalam dirinya, Debby menemukan setiap impian tentang seorang pria ideal.
Tiga tahun lalu, Hendry mengalami kecelakaan mobil yang membuatnya berada dalam keadaan vegetatif. Dokter bahkan memvonis bahwa dia tidak akan pernah bangun lagi seumur hidup. Bagaimana mungkin Debby yang penuh ambisi mau menghabiskan masa mudanya di sisi pria seperti itu?
Jadi, dia melarikan diri.
Namun, siapa sangka, Windy yang menggantikannya dalam pernikahan ternyata membawa perubahan besar. Dalam waktu tiga tahun, Hendry benar-benar terbangun.
Hingga kini, Debby masih tidak tahu bagaimana Hendry bisa sadar. Apa mungkin ini ada hubungannya dengan keberuntungan Windy?
Bahkan dokter pun menyebutnya sebagai keajaiban medis.
Jadi, Debby kembali.
Dia tahu Hendry mencintainya. Dia yakin pria itu tidak akan pernah meninggalkannya.
Hendry memandang wajah cantik Debby yang bercahaya. Dia berkata, "Kalau bukan karena kejadian waktu itu ... apa kamu pikir aku akan memanjakanmu seperti ini?"
Mendengar ucapan itu, Debby tertegun. Kilatan rasa bersalah terlihat di matanya.
Dengan cepat, dia mengalihkan topik, "Kamu pernah tidur dengan Windy?"
Mata Hendry yang tampan sedikit merendah. Dia menggoda, "Kalau nggak tidur dengannya, apa aku harus tidur denganmu?"
Debby tahu jawabannya, tetapi dia tetap bertanya. Sebuah pertanyaan yang hanya untuk menciptakan permainan di antara mereka.
Hendry menanggapi, tetapi ucapannya penuh dengan godaan samar yang membuat siapa pun mendengar bisa salah tingkah.
Debby menyukai sisi ini darinya. Aura pria dewasa yang kuat, sedikit nakal, tetapi sangat memikat. Hanya dengan satu kalimat, wajahnya sudah memerah.
Dia melingkarkan kedua lengannya di leher Hendry, bibir merahnya mendekat ke bibir tipis pria itu. Dengan napas hangat yang menggoda, dia berbisik, "Kamu ingin tidur denganku?"
Intan, sekretaris yang sudah lama bekerja dengan Hendry, memiliki insting yang tajam. Tanpa perlu diperintah, dia segera menaikkan sekat pemisah di mobil, memberi mereka privasi.
Hendry menatap Debby, tetapi tidak berkata apa-apa.
Debby mengenakan gaun merah dengan tali tipis. Karena posisinya yang sedang duduk di pangkuan Hendry, gaunnya sedikit tersingkap, memperlihatkan kedua kakinya yang mulus dan indah.
Dia mengencangkan pelukannya di leher pria itu, tubuhnya makin mendekat. Debby mengulangi pertanyaannya, "Jawab aku, mau atau nggak?"
Dia tahu, jika Hendry hanya menjawab "mau", maka semuanya bisa terjadi di sini dan sekarang.
Namun, pikiran Hendry tiba-tiba melayang pada percakapan mereka sebelumnya di bar, saat Windy bertanya, di antara kakinya dan kaki Debby, mana yang lebih dirinya suka?
Hendry tidak mengerti kenapa pada momen seperti ini, dia malah memikirkan Windy.
Dengan gerakan tenang, Hendry melepaskan tangan Debby yang melingkar di lehernya dan berkata, "Aku masih belum bercerai."
Debby memicingkan mata dan bertanya, "Terus?"
Hendry menatapnya dengan tenang. Dia menjelaskan, "Aku nggak punya niat untuk berselingkuh dalam pernikahan."
Debby tertegun.
Ucapan itu membuat semua momen romantis lenyap seketika.
Debby turun dari pangkuannya dengan kecewa. Sebagai wanita yang penuh percaya diri, dia merasa bahwa dirinya hanya akan memberikan segalanya pada pria yang benar-benar menginginkannya.
Debby bertanya dengan nada manja, "Hendry, kalau begitu, kapan kamu akan bercerai dengan Windy?"
Hendry mengangkat pandangannya, menatap ke luar jendela. Dalam hati, dia berpikir, "Kalau Windy yang mengajukan perceraian duluan, itu lebih baik. Bagaimanapun, dia juga sudah berniat untuk mengakhiri hubungan ini."
Nada suaranya dingin, seperti malam tanpa bintang, "Segera."
Windy dan Sofia akhirnya sampai di apartemen. Setelah seharian melelahkan, Windy merebahkan tubuhnya di atas ranjang yang empuk.
"Setelah semua kegilaan malam ini, sudah waktunya hidupku kembali seperti semula," pikirnya.
Dia mengeluarkan ponselnya dan membuka aplikasi WhatsApp.
Windy memiliki dua akun WhatsApp. Selama tiga tahun ini, dia menggunakan akun bernama "Windy, Nyonya Tjuara". Namun, kini, dia memutuskan untuk mempensiunkan akun itu.
Lalu, dia masuk ke akun WhatsApp lainnya.
Baru saja masuk, Grup WhatsApp bernama "Keluarga Bahagia Selamanya" langsung ramai dengan notifikasi.
Windy membuka grup itu. Kak Adam: "Wah, wah, wah! Windy akhirnya online lagi!"
Kak Bryan: "Selamat datang kembali, Windy!"
Kak Charles: "Sini peluk Windy!"
Ketiga kakaknya langsung membanjiri grup dengan emoji bunga, konfeti, dan ucapan hangat untuk menyambutnya.
Kak Adam: "Tiga tahun lalu, Windy yang baru belajar cinta memutuskan meninggalkan kami, bahkan pamit pada Kakek, demi turun gunung mencari pria untuk bersenang-senang. Jadi, bagaimana, Windy? Pria itu menyenangkan, 'kan?"
Windy menjawab singkat: "Nggak menyenangkan."
Kak Bryan: "Wah, sepertinya Windy patah hati. Hahaha!"
Kak Charles: "Ternyata ada juga pria yang bisa membuat Windy menyerah. Hahaha!"
Kak Adam: "Hei, kalian jangan terlalu menggodanya! Anggap saja tiga tahun ini adalah pengalaman cinta pertama Windy di dunia fana. Maaf, tapi ini benar-benar lucu. Tunggu sebentar, aku masih ingin tertawa, hahahaha!"
Windy hanya bisa terdiam.
Dalam hati, dia ingin sekali menendang ketiga kakaknya keluar dari grup itu.
Windy dengan santai menggerakkan jarinya, mengganti nama grup "Keluarga Bahagia Selamanya" menjadi "Keluarga Pengganggu Selamanya."
Kak Charles, kakak ketiga Windy, akhirnya membawa pembicaraan kembali ke topik serius, "Windy, sudah waktunya kamu turun gunung. Pasien yang menunggu operasi sudah menumpuk. Aku sudah menjadwalkan satu operasi jantung yang rumit untukmu. Besok kamu harus pergi ke Rumah Sakit Tradisional."
Windy memberikan tanda "OK" dengan emoji jempol.
Setelah keluar dari grup, Windy tiba-tiba melihat ada pesan baru di WhatsApp dari nomor tidak dikenal. Ketika dia membukanya, dia mendapati nama yang tidak asing: Hendry.
Pesan itu membuatnya merasa sedikit ironis.
Selama tiga tahun, Windy menggunakan nomor WhatsApp bernama "Windy, Nyonya Tjuara" dan mengirim pesan padanya hampir setiap hari, tetapi tidak pernah mendapat balasan. Sekarang, ketika dia menggunakan nomor WhatsApp lamanya, pria itu malah mengirim pesan.
"Dulu kamu meremehkanku, sekarang kamu nggak pantas mendapatkanku," gumam Windy dalam hati.
Sambil tersenyum tipis, jari-jarinya yang ramping menyentuh tombol di layar ...
Grup Tjuara
Grup Tjuara adalah simbol kebanggaan Kota Hilton, gedung pencakar langit yang menjadi pusat ekonomi kota ini. Bangunannya yang menjulang hingga menyentuh awan terlihat makin megah di bawah cahaya malam.
Setelah mengantar Debby pulang, Hendry menuju kantor pusatnya. Dia duduk di kursi kerja dari kulit hitam, membaca dokumen di mejanya.
Dengan gerakan terlatih, dia menandatangani dokumen dengan namanya, Hendry Tjuara, menggunakan pena mahal yang meluncur di atas kertas dengan bunyi "swish". Di belakangnya, jendela kaca besar memantulkan pemandangan kota yang dipenuhi lampu-lampu malam, seolah semuanya hanyalah latar belakang bagi pria itu.
Ding.
Suara notifikasi ponsel memecah keheningan. Ada pesan WhatsApp baru.
Ketika Hendry membuka ponselnya, dia melihat ada notifikasi WhatsApp dari adik tingkatnya.
Namun, setelah melihat lebih lanjut, dia tertegun sejenak. Lalu, sudut bibirnya terangkat, membentuk senyum tipis penuh ejekan.