Bab 497 Amir, Adik?
"Keren sekali," puji Marla. Saat berbicara, suaranya juga terdengar agak serak.
Marla tidak menyangka kalau putra bungsunya tidak takut saat bertemu dengannya, bahkan tidak bertanya mengapa Marla bisa berada di sini.
Sebaliknya, putranya malah membantunya.
Marla terharu.
Mario sudah meletakkan teh susu di atas meja. Dia memandang artis kecil dan penata rias yang masih tertegun.
"Kalian pelan-pelan minum teh susu ini."
Mata Mario tertuju pada wajah artis kecil. "Jangan kira asal jadi idola, kamu sudah lebih hebat dari orang lain."
"Bersyukurlah karena kamu nggak menyiram teh susu ini ke wajah ibuku."
"Kalau nggak, jangan harap kamu masih bisa terus berada di industri hiburan ini."
Marla ingin menghentikan putra bungsunya berbicara seperti itu. Lantaran itu akan berdampak pada citra buruk.
Mario tidak peduli. "Bu, dulu aku juga hanya seorang artis kecil. Di lokasi syuting, aku selalu berpura-pura nggak tahu apa-apa. Bukan seperti dia, yang hanya bisa mengejek staf."
"Aku … aku." Wajah ar
Klik untuk menyalin tautan
Unduh aplikasi Webfic untuk membuka konten yang lebih menarik
Nyalakan kamera ponsel untuk memindai, atau salin tautan dan buka di browser seluler Anda
Nyalakan kamera ponsel untuk memindai, atau salin tautan dan buka di browser seluler Anda