Bab 15
Pada malam hari, bulan setengah bersembunyi di balik awan gelap.
Di Mansion Tilsa.
Lampu gantung kristal yang mewah menerangi aula yang mewah. Jason tidak punya kebiasaan untuk tidur awal. Jason yang memakai kemeja hitam dan rompi merah tua duduk di depan meja bar, menuang segelas anggur merah. Cairan merah bak darah bergoyang di tengah gelas kaca bening. Kaca pada lemari anggur di samping memantulkan dagu Jason yang tirus.
Jason mendongakkan kepala dan meneguk anggur merah sampai habis. Di sebelah tangannya, terdapat sebuah dokumen.
Dokumen itu berisikan data pelaku penculikan dan pengeboman di tahun silam.
Jason terlahir dengan berbagai keunggulan. Ibunya berasal dari keluarga elite yang telah menjalani bisnis perhiasan dari generasi ke generasi. Leluhur keluarga ibunya bahkan adalah sastrawan cendekia. Pada generasi ibunya, Keluarga Howard menjalin hubungan pernikahan dengan Keluarga Wills. Dua orang yang tidak saling mencintai pun menikah. Lalu, lahirlah Jason.
Satu-satunya penerus Keluarga Wills.
Di usia 13 tahun, Jason menemani ibunya ke rumah leluhur di Kota Soria. Namun, terjadi pengeboman tak terduga pada malam itu. Jason menyaksikan ibunya tewas dalam pengeboman tersebut, sedangkan dirinya ... disandera dan nyawanya terancam.
Dalam perjalanan pulang menuju Kota Titus, mobil van yang menyandera Jason mengalami kecelakaan beruntun di jalan tol.
Nyawa Jason terancam, tetapi berhasil hidup berkat pertolongan seseorang dari keluarga biasa.
Orang itu adalah ayah kandung Carla, sopir taksi yang biasa.
Saat Jason tiba di rumah Keluarga Benis, Carla baru berumur 1 tahun ....
Pada saat itu, Jason tidak mengungkapkan identitas aslinya karena tidak tahu ada berapa banyak penjahat yang masih bersembunyi. Jason menyembunyikan identitasnya dan beristirahat di rumah Keluarga Benis hingga bertahun-tahun.
Akan tetapi, ketenangan itu tidak berlangsung lama. Orang tua Carla meninggal dalam kecelakaan mobil sehingga hanya tersisa Carla yang berumur 5 tahun.
Pada akhirnya, mereka tidak punya pilihan selain tinggal di panti asuhan. Jason pernah berpikir dengan egois untuk meninggalkan Carla di panti asuhan.
Namun, mendengar tangisan Carla ketika dia hendak pergi, hati Jason luluh. Jason pun membawa Carla bersamanya.
Dari tahun ke tahun, gadis yang masih kecil pada saat itu telah melewati sebelas tahun dalam sekejap mata.
Carla ... sudah tumbuh dewasa ....
Semua anggota Keluarga Wills mengira Jason sudah meninggal. Akan tetapi, di umur 25 tahun, Jason resmi kembali ke Keluarga Wills. Tujuannya bukan hanya aset keluarga Wills, melainkan ... menemukan siapa pelaku di tahun silam ....
Pengeboman yang terjadi di rumah leluhur Keluarga Howard kala itu telah menewaskan 45 orang!
Dokumen di sebelah Jason tepat adalah daftar nama orang-orang yang terkait dalam insiden kala itu.
Hanya sebagian orang yang ditemukan sekarang, sedangkan yang lain masih bersembunyi dan berkeliaran di luar.
Jam antik di dinding berbunyi, menandakan sudah pukul 12.
Beberapa mobil hitam melaju kemari di tengah kegelapan. Carlos keluar dari mobil. Dari dua mobil di belakangnya, pengawal mengawal tiga orang yang kepalanya ditutupi kain hitam untuk keluar dari mobil. Tangan mereka terikat, mulut mereka dilakban sehingga tidak ada yang bisa berbicara.
Carlos memasuki aula dan berdiri di belakang Jason. Dia mengangguk, lalu menundukkan kepala dan melapor, "Pak Jason, tiga orang yang ditemukan itu sudah dibawa kemari."
Jason menuang segelas anggur merah lagi. Dengan tatapan yang tegas bercampur sedikit rasa mabuk, dia menggoyang segelas anggur merah itu. "Sudah mengaku?"
Carlos mengangguk. "Sudah mengaku semua. Mereka memang terlibat dalam pengeboman rumah Keluarga Howard kala itu, tapi nggak tahu siapa dalangnya."
Jason melambaikan tangan.
Carlos mengerti, lalu berbalik badan dan pergi.
Tak lama kemudian, terdengar suara jeritan dari halaman Mansion Tilsa.
Salah seorang berjuang untuk membuka lakban. Dia memohon belas kasihan sembari menangis, "Pak Jason, keluarga kami kesusahan waktu itu. Demi uang, kami nggak punya pilihan! Kami hanya melaksanakan perintah. Kalau bukan demi istri dan anak kami, kami juga nggak ingin melakukannya!"
"Kumohon, insiden ini sudah berlalu selama bertahun-tahun, ampunilah aku!"
"Selama kamu mengampuniku, aku bersedia melakukan apa pun untukmu!"
Dalam mansion mewah itu, Jason yang mulia dan dingin memancarkan aura tegas bak dewa saat berjalan keluar dari aula. Matanya gelap seperti langit malam. Dia perlahan berkata dengan suara yang rendah, seperti iblis yang hendak merenggut nyawa mereka, "Mengampunimu? Pengeboman di rumah Keluarga Howard 15 tahun lalu telah menewaskan 45 orang!"
"Kamu meminta pengampunan? Coba tanyakan ke akhirat apakah mereka setuju untuk mengampunimu atau nggak!"
Jason berdiri di depan pria itu. Matanya setajam mata elang dan sedingin es.
Pria itu tahu nasi sudah jadi bubur. Dia tiba-tiba berdiri dan tertawa seperti orang gila, "Benar, aku yang melakukannya. Kuberi tahu saja, kami nggak hanya membunuh, tapi juga melecehkan gadis itu. Gadis itu baru berumur 14 tahun. Pahanya putih sekali dan itunya sangat rapat. Apakah kamu tahu betapa nikmatnya itu? Ingin sekali aku merasakannya sekali lagi .... Sekalipun mati, aku beri tahu kamu, itu sepadan! Setidaknya, aku nggak mati sendirian!"
Mata Jason menjadi lebih gelap lagi. Mendengar itu, tatapannya berubah menjadi seperti melihat mayat.
Jason menggerakkan jarinya. Sesaat kemudian, seorang wanita dan anak perempuan dibawa ke sana.
Pria yang awalnya memprovokasi dengan sombong langsung memasang ekspresi ngeri. "Berengsek! Jangan sentuh anakku! Lepaskan mereka! Lepaskan mereka!"
"Pak Jason, maafkan aku. Aku sangat berdosa, aku pantas mati ...."
"Istri dan anakku tuna rungu wicara. Mereka nggak bersalah, jangan sentuh mereka. Aku bersujud padamu!"
"Aku bersedia untuk menyerahkan diri dan menukar nyawaku untuk nyawa mereka!"
Pria itu memegang celana Jason, tetapi ditendang hingga tersungkur di lantai. "Saat mereka memohon ampun, apa kamu pernah berpikir untuk mengampuni gadis itu?"
"Jangan khawatir, setelah kamu mati, aku akan membiarkan mereka bersatu kembali denganmu. Bagaimanapun ... utang nyawa harus dibayar dengan nyawa!"
Begitu Jason mengangkat tangan, pengawal di samping langsung menyodorkan tongkat padanya.
Detik berikutnya, darah terciprat ke matanya yang gelap. Jason tidak mengedipkan mata sama sekali.
Hingga pria itu terbaring sekarat di lantai, Jason berhenti dan membuang tongkat di tangannya.
"Bereskan semuanya!"
Suara-suara bergema di malam sunyi selama beberapa detik dan segera kembali hening.
Sekitar pukul 2 subuh.
Di malam yang sunyi.
Baru kali ini Carla pulang larut malam. Setelah makan barbeku bersama Irvan, Carla jalan-jalan ke pasar malam terdekat. Semua camilan di tangannya dibelikan oleh Irvan.
Carla pulang ke rumah membawa camilan dan menyalakan lampu di ruang tamu. Dia terkejut ketika melihat pria yang duduk di sofa dengan wajah berlumuran darah!
Carla membuang camilan-camilan di tangannya. Dia berlari menuju Jason dengan tatapan penuh kekhawatiran. "Kakak ... Kakak ... Kakak kenapa?"
"Kakak terluka?"
Carla menimang wajah Jason dan menyeka darah di wajah Jason dengan jarinya yang gemetar. "Kakak ... apa yang terjadi?"