Bab 10
Carla tidak menghiraukan pertanyaan Irvan. Carla mengambil alat pel di tangan Irvan, lalu pergi ke luar untuk mengepel lantai di luar.
"Bukannya kamu cuek padaku? Jangan bicara denganku lagi sampai kamu lulus." Carla berjalan dari pintu belakang menuju sudut piket untuk membersihkan semua kelas. Lalu, Carla memikul tas dan hendak pergi. Irvan tiba-tiba memegang tangan Carla dan menahannya ke dinding belakang kelas.
Carla menatap mata Irvan. Walau baru berumur 18 tahun, Irvan memiliki wajah yang dewasa. Tampang Irvan masih biasa-biasa saja saat ini. Hanya Carla yang tahu, Irvan yang berumur 30 atau 40-an tahun sangat diminati oleh para wanita, termasuk putri wali kota, model internasional, dan bintang artis ....
Irvan adalah tipe pria yang makin dewasa makin memikat. Tatapan mata irvan masih seperti di kehidupan lampau, lembut sekaligus teguh.
Irvan bertanya, "Lalu, kamu mau aku bagaimana? Aku hanyalah orang miskin yang nggak punya apa-apa selain punya nilai yang bagus, tapi terus mendekatimu. Aku ini menjijikkan seperti sampah. Bukannya kamu senang kalau aku menjauhimu?"
"Bukan begitu!" Carla panik sehingga buru-buru memegang pergelangan tangan Irvan. "Irvan, tentang waktu itu, aku minta maaf .... Itu hanya ucapanku saat marah, aku nggak pernah berpikir begitu."
"Irvan, maaf!" Teringat bahwa Irvan dipenjara seumur hidup dan menanggung semua tuduhan untuknya di kehidupan lampau, air mata Carla tiba-tiba mengalir turun. "Aku ... maafkan aku ... Irvan!"
"Maafkan aku!"
Air mata Carla yang deras membuat Irvan yang selalu kalem menjadi panik dan cemas. "Kenapa kamu menangis? Kalau orang lain lihat, mereka akan pikir aku merundungmu."
"Jangan menangis. Aku janji, ke depannya ... aku nggak akan mencuekimu lagi!" kata Irvan dengan ekspresi mata yang suram. "Ada yang lihat kamu dipanggil ke kantor guru. Apa aku membawakan masalah untukmu?"
Carla menyeka air matanya dengan punggung tangan. Lalu, Carla menjawab dengan suara parau, "Ng ... nggak, nggak ada hubungannya denganmu. Nilaiku nggak bagus kali ini, jadi aku dipanggil ke kantor guru."
Irvan mengernyit. "Mana kertas ulanganmu? Biar aku lihat."
Jika Carla memperlihatkan kertas ulangan pada Irvan, Irvan yang pintar pasti bisa melihat namanya di kertas itu.
Carla terbata-bata, "Kertasnya belum dibagikan, harus tunggu besok."
Irvan bertanya, "Buku catatan yang kuberikan padamu waktu itu, apa sudah kamu ingat semua?"
Carla menggelengkan kepala, belum.
Irvan menatap gadis mungil di depannya, seolah-olah sedang menahan suatu perasaan di matanya. "Dasarmu nggak terlalu buruk, tekanan kelas IPS juga nggak terlalu besar. Kamu masih punya dua tahun, bisa pelan-pelan, nggak usah terburu-buru. Selama kamu bisa mengingat buku catatan yang kuberikan padamu, kamu bisa masuk ke universitas yang unggul."
"Aku pergi dulu, kamu juga pulang saja. Ingat, kalau ada yang nggak dimengerti, telepon aku."
Saat Irvan berbalik badan, Carla tiba-tiba memegang tangan Irvan. Begitu bersentuhan dengan kulit sawo matang Irvan dan bertatapan dengan mata Irvan yang tegas, Carla merasa istilah "pria kekar berhati lembut" sangat cocok untuk Irvan.
"Irvan, tentang waktu itu, aku minta maaf. Aku nggak akan mengatakan hal-hal seperti itu lagi. Maafkan aku, oke?"
Irvan menjawab, "Aku tahu."
Carla terdiam.
Tatapan Irvan tetap tertuju pada tangan Carla yang memegang pergelangan tangannya. "Kamu mau pegang berapa lama lagi? Mau tepergok dan dapat hukuman lagi?"
Carla langsung melepaskan tangan Irvan. Saat melihat Irvan pergi, seperti ada sesuatu di hilang Carla yang perlahan hilang. Hati Carla tidak lagi terasa berat seperti dulu.
Irvan, kali ini ... aku tidak akan membebanimu lagi.
...
Di Grup Cakrawala.
Rapat akhirnya selesai. Jason membuka pintu ruang rapat. Jason yang memakai jas hitam eksklusif dan mengantongi satu tangan ke dalam saku berjalan keluar dengan aura mendominasi. Carlos mengikuti dari belakang untuk melaporkan agenda berikutnya.
Besok adalah hari Jumat. Berdasarkan aturan lama Keluarga Wills, akan diadakan jamuan keluarga di rumah Keluarga Wills.
Jason mengundur semua kegiatan. Lalu, Jason memasuki kantor CEO. "Informasi yang kusuruh kamu cari sudah ketemu?"
Carlos mengangguk. "Sudah ketemu. Leluhur Irvan berasal dari Kota Permani. Sejak ibu Irvan menderita penyakit uremia, keluarga mereka pindah ke Kota Titus. Keluarga mereka hanya mengandalkan ayah Irvan yang membuka klinik pengobatan tradisional, pendapatannya nggak banyak. Selain itu, keluarga mereka harus membayar biaya pengobatan yang besar setiap bulan. Sekarang, sumber penghasilan terbesar Irvan adalah dana beasiswa yang khusus ditawarkan oleh Universitas Jayakarto."
"Selain itu, Irvan bekerja paruh waktu setiap habis pulang sekolah dan menjadi guru les di akhir pekan untuk mencari uang."
"Irvan kenal Nona Carla ketika baru masuk sekolah. Seminggu lalu, mereka baru bertengkar."
Mata Jason yang gelap dan agresif penuh rasa cuek. Ekspresinya juga datar. Jason yang duduk di depan meja kerja asal mengambil dokumen di samping untuk dibaca, lalu ... ditandatangan.
Setelah mendengar laporan Carlos, Jason berkata, "Ke depannya, nggak perlu laporkan lagi tentang semua ini. Transfer biaya hidup ke rekeningnya setiap bulan, termasuk biaya sekolah SMA untuk dua tahun ke depan."
Apakah ... Jason tidak ingin mengurus Nona Carla lagi?
Carlos berpikir, benar juga. Dalam belasan tahun, utang budi Jason sudah selesai dibayar.
Dari identitas, Carla dan Jason adalah dua orang dari dunia yang berbeda. Sekarang, Keluarga Wills dan Keluarga Carson akan segera melakukan pernikahan bisnis. Carla memang tidak diperlukan.
"Baik!" Carlos mengangguk dan meninggalkan kantor.
Kemudian, ponsel Carlos bergetar di dalam saku. Ada pesan masuk dari nomor misterius yang melaporkan keadaan Carla di sekolah.
Carlos membaca pesan itu secara singkat, beserta beberapa foto yang terlampir.
Carla berdiri di atas bangku di depan papan tulis, sedangkan Irvan berdiri di sebelah Carla.
Carlos memperhatikan bahwa ekspresi mata Carla saat melihat Irvan bukan ekspresi membenci seseorang. Hubungan mereka sepertinya tidak semurni yang mereka ketahui.
Ada juga foto di mana Carla ditahan oleh Irvan di sudut belakang kelas ....
Dilihat dari segi manapun, hubungan mereka tidaklah sesederhana itu.
Setiap orang pernah berpacaran di SMA. Itu bukan hal langka.
Bahkan jika Carla dikeluarkan dari sekolah karena suatu alasan, Carla dapat menjalani kehidupan yang mencukupi dengan tabungan di bank, dan tinggal di Kota Titus sampai menikah.
Carlos memegang ponsel seraya melirik kantor CEO yang tertutup. Lalu, Carlos memalingkan mata. Carlos mengetikkan pesan dan mengirimnya: "Nggak perlu lapor lagi."
Carlos mengantongi ponselnya lagi ke dalam saku dan tidak menghiraukan foto-foto itu.
Sebelum pulang ke rumah, Carla makan mi di lantai satu. Setelah itu, Carla pulang ke rumah dan mandi. Begitu keluar dari kamar mandi, Carla melihat ponselnya yang terletak di atas meja. Sambil mengelap rambut yang basah, Carla dengan ragu mengambil ponsel dan mencari satu-satunya nomor telepon yang tersimpan di kontak ponsel. Pada akhirnya, Carla memberanikan diri untuk menekan tombol dial.
Selama tiga detik, Carla terus menahan napas. Alhasil ....