Webfic
Buka aplikasi Webfix untuk membaca lebih banyak konten yang luar biasa
Kejutan SemalamKejutan Semalam
Oleh: Webfic

Bab 2

Waktu berlalu dengan cepat. Hujan di musim, merupakan awal memasuki musim hujan. Hari ini, Julia baru saja pulang dari rumah sakit setelah menjenguk ibunya. Dia melihat pembantu keluarga Sianto sedang sibuk menghiasi rumah, sangat meriah. Julia berdiri di depan pintu, menekan kuku-kukunya ke dalam telapak tangan. Tidak terasa, lima belas hari berlalu begitu cepat, seakan-akan dalam sekejap mata. Besok adalah pernikahannya dengan Wawan. Sekarang, dia dipaksa menikah dengan pria tua yang lebih tua tiga puluh tahun darinya. Usia delapan belas tahun adalah usia yang paling indah. Namun, dia kehilangan malam pertama, pernikahan, dan kehidupan ... "Jangan salah sangka. Ini semua bukan untukmu, tapi untukku!" Anita menatapnya dengan pandangan merendahkan, lalu berkata dengan bangga, "Aku juga akan menikah besok!" Julia mengernyit. Dia tidak pernah mendengar bahwa Anita punya pacar, bagaimana bisa tiba-tiba menikah. Apalagi di hari yang sama dengan hari pernikahannya? Anita melanjutkan, "Apa kamu nggak penasaran dengan pria yang menikahiku?" "Nggak." Wajah Julia tenang. Anita juga tidak marah, hanya tersenyum dengan bangga. "Apa gunanya keras kepala? Mulai hari ini, aku adalah wanita paling terhormat di seluruh ibu kota. Bisa bikin aku senang, maka ada kesempatan untuk hidup. Kalau nggak, aku akan usir kamu dari ibu kota!" Dia meraba kalung di lehernya lewat pakaiannya. Begitu mengingat dirinya menikah ke keluarga Septian dengan mengandalkan malam pertama Julia, darahnya terasa mendidih. Julia masuk ke ruang tamu tanpa menghiraukan Anita. Melihat Belva, dia agak terkejut. "Ibu, kenapa Ibu datang?" "Kamu ini, sudah mau menikah, kenapa nggak beri tahu ibu? Ayahmu yang menelepon, aku baru tahu," tegur Belva Gunawan dengan suara pelan. Mendengar kata-kata itu, ekspresi Julia menjadi dingin. Herman benar-benar berengsek! Dia secara tidak langsung menggunakan ibunya sebagai ancaman! "Bu, Ibu belum sehat, aku nggak ingin Ibu repot." Sambil berkata, Julia tersenyum tipis. Namun, hanya dirinya sendiri yang tahu kepahitannya. Belva terbatuk pelan dengan lemah. "Anak bodoh, ini adalah pernikahanmu, bagaimana mungkin ibu nggak datang? Walau hanya punya napas terakhir, ibu tetap akan merangkak ke sini untuk melihatmu menikah!" Selesai berkata, Herman masuk. "Apa semua harta sesan Anita sudah siap?" Harisa menunjuk ke tumpukan harta sesan di lantai. Sambil tersenyum ceria, dia berkata, "Semuanya sudah di sini." Melihat itu, Herman mengernyit. "Sembarangan, ini nggak cukup! Pergi beli lagi!" "Ya, aku akan segera suruh orang untuk membelinya." Melihat dua orang yang ingin membelikan segalanya sebagai harta sesan Anita, lalu melihat Julia yang kesepian dan tidak ada yang peduli. Mata Belva pun memerah. Dia menahan kepedihan di hatinya, lalu berkata, "Julia, barang-barang yang harus dibawa di hari pernikahan adalah selimut merah, bantal, seprai, perhiasan, uang tabungan, kotak keturunan, baskom merah, dan api. Apa semuanya sudah siap?" Julia tidak ingin membuat ibunya khawatir, dia berbohong, "Semuanya sudah dibeli." Belva berkata, "Bawa aku pergi lihat. Kalau-kalau ada yang kurang, sekarang masih sempat beli. Ibu akan ikut membelinya bersamamu." "Ibu, jangan khawatir, nggak ada yang kurang!" Julia mengalihkan pembicaraan, "Aku bawa Ibu keluar makan enak, lalu antar Ibu kembali ke rumah sakit." Tatapan Belva penuh dengan amarah, "Apa ayahmu sama sekali nggak mempersiapkannya untukmu?" Julia membuka mulutnya. Namun, belum sempat bicara, tiba-tiba wajah Belva menjadi muram. Dia mengejar Herman ke lantai dua dan pergi ke ruang baca. "Herman, kamu hanya fokus pada persiapan harta sesan Anita. Lalu, bagaimana dengan Julia? Jangan lupa, dia juga putrimu!" Saking marahnya, mata Belva memerah. "Aku nggak berharap kamu bisa berikan mobil dan rumah sebagai harta sesan untuk Julia. Bahkan harta sesan dasar pun kamu nggak bisa berikan untuknya?" "Prang!" Herman meletakkan cangkir teh ke atas meja dengan kasar, lalu berkata dengan nada dingin, "Apa dia pantas?" Belva mengernyit. "Apa maksudmu?" Harisa yang berada di samping tersenyum jahat. "Dia nggak bisa dibandingkan dengan Anita! Anita anak baik dan menikah dengan cara yang benar, menikah dengan keluarga kaya terkenal. Sedangkan, Julia?" "Dia menikah dengan pria tua yang berusia lebih dari lima puluh tahun. Dia sudah permalukan keluarga Sianto, masih mau harta sesan! Oh ya, kamu belum pernah lihat calon menantumu 'kan? Aku punya fotonya, lihatlah." Sambil berbicara, dia dengan baik hati memperlihatkan foto Wawan kepada Belva. Melihat pria yang tua dan jelek, bahkan sehelai rambut pun tidak ada. Dada Belva terasa sakit, hampir pingsan. Matanya merah menyala. "Mati pun aku nggak akan biarkan kamu dan Herman hancurkan putriku!" Pantas saja, Julia bahkan tidak memberitahunya tentang pernikahan. Harisa menatap Belva dengan tajam, lalu memanggil pengawal, "Bawa dia kembali ke rumah sakit, jangan biarkan dia keluar dari ruang perawatan." Belva pun dibawa paksa oleh beberapa pengawal berpakaian hitam melalui pintu belakang. Belva menangis pedih sambil memberontak, matanya merah dan pandangannya nanar. Tiba-tiba, dia seperti teringat sesuatu dan berhenti memberontak. Dia pun mengeluarkan ponsel untuk menelepon. Lama kemudian, orang itu menjawab. Belva menghela napas dan berkata dengan pelan, "Pak Harris, Anda pasti ingat janji antara kita. Sekarang, saya punya permintaan. Mohon Anda setuju!" ... Di dalam kamar. Setelah menunggu beberapa saat, Julia tidak melihat Belva kembali. Dia segera pergi ke ruang baca. Mendengar suara, Herman meliriknya. "Ada apa?" "Di mana ibuku?" "Ibumu nggak enak badan, ibu tirimu sudah mengantarnya kembali ke rumah sakit." Julia menggenggam tangannya dengan erat. "Nggak perlu dia yang antar, aku akan antar sendiri." "Kamu akan nikah besok, segera beres-beres dan istirahat. Kamu nggak perlu khawatir tentang ibumu." Herman melanjutkan, "Ibu tirimu kebetulan mau pergi ke rumah sakit untuk bayar biaya obat. Sisa biaya obat dan operasi transplantasi ginjal akan dilakukan setelah pernikahanmu." Mendengar kalimat itu, Julia hanya mengiakan dan hendak pergi. Meskipun dia tidak percaya Herman dan Harisa punya niat baik, saat ini keluarga Sianto masih membutuhkannya untuk menikah dengan Wawan. Untuk sementara waktu, mereka tidak akan menyentuh ibunya. Melihat punggung Julia yang lemah, Herman merasa sedikit bersalah. "Julia, setelah menikah kamu akan jadi orang dewasa. Hiduplah dengan baik bersama Wawan. Meski dia agak tua dan jelek, dia orang yang baik." Julia tertawa dan menatapnya dengan tatapan dingin. "Apa kamu yakin dia orang yang baik?" Herman terdiam sejenak setelah mendengar pertanyaan putrinya, lalu marah dan berkata, "Enyahlah dari sini!" Hari berikutnya. Suasana rumah keluarga Sianto sangat ramai, bunyi kembang api pun menggelegar. Kebahagiaan ganda karena menikahkan dua putri dalam satu hari, sehingga ramai akan tamu undangan. Sungguh meriah. Julia dan Anita duduk berdampingan di meja rias, sedang merias dan menata rambut. "Aku sudah merasa Anita selalu beruntung sejak kecil, bisa menikah dengan keluarga Septian yang kaya raya. Selamat! Jangan lupa pada tante kelak, agar tante bisa ikut bahagia." "Benar. Anita bisa menikah dengan keluarga Septian, sungguh berkah bagi keluarga kita!" "Nasib Anita sangat bagus, sungguh bikin iri dan cemburu!" Semua kerabat dan teman berkumpul di sekitar Anita, memberi pujian dan menyanjungnya. Wajah Anita tampak gembira, dia sangat bangga. Sambil menikmati pujian, dia melirik Julia dengan sombong. Suasana di depan Julia sepi dan dingin. Tidak hanya diabaikan oleh orang-orang, dia juga dihina dan dicemooh. Julia menundukkan kepala tanpa ekspresi. Harisa masuk dengan senyuman lebar, sambil membawa dua mangkok wedang ronde. "Julia, Anita, ayo makan wedang ronde." Ekspresi Anita penuh dengan hina, tidak mau makan. "Kamu ini! Makan wedang ronde sebelum menikah adalah tradisi. Wedang ronde melambangkan pernikahan berlangsung dengan sukses, kehidupan setelah pernikahan bahagia dan harmonis. Bagaimana bisa nggak makan?" Harisa terus menyuap Anita beberapa butir wedang ronde. Sampai Anita tidak sanggup makan lagi, Harisa berhenti dan memasukkan satu butir ke mulut Julia dengan asal-asalan. "Tim penjemput pengantin sudah tiba, pengantin wanita harus naik ke mobil sekarang." Julia dan Anita keluar dari rumah keluarga Sianto secara satu per satu. Beberapa mobil sedan mewah berwarna hitam berhenti di sebelah kiri. Sementara itu, di sebelah kanan lebih mewah. Semuanya adalah Rolls-Royce yang berjejer panjang. Wawan berjalan dari kejauhan, dia mengenakan setelah jas. Karena perutnya terlalu besar, bajunya tidak bisa dikancing. Anita dan para tamu yang berdiri di samping menutup mulut sambil tertawa. Wawan tidak menyadari bahwa tangannya yang mengusap tangan Julia itu sangat genit. "Julia, kamu sangat cantik hari ini. Waktunya sudah tiba, masuklah ke dalam mobil." Sambil menahan keinginan untuk mendorongnya, Julia putus asa dan mati rasa. Dia membiarkan Wawan menariknya menuju mobil pengantin.

© Webfic, hak cipta dilindungi Undang-undang

DIANZHONG TECHNOLOGY SINGAPORE PTE. LTD.