Bab 1
"Pertama kali?"
Suara pria terdengar serak.
Kamar gelap gulita, Julia tidak bisa melihat jelas wajah pria itu. Dengan gemetar, Julia menjawab, "Ya."
"Patuhlah, aku akan tanggung jawab ... "
Setelah berkata, pria itu mencium dengan panas dan ganas.
Air mata mengalir di pipi Julia, dia hendak melawan.
Dalam hitungan detik, ancaman Anita terngiang-ngiang di benaknya.
"Tidur semalam dengan pria di dalam sana, maka biaya obat ibumu akan tercukupi. Kalau nggak, siap-siap urus pemakamannya!"
Dia menyerah, lalu menutup kedua matanya. Dengan penuh rasa malu dan ketakutan, dia diam-diam menerimanya ...
Akhirnya, pria itu mendapatkan kepuasan. Dia mencabut kalung dari lehernya dan memakaikannya di leher Julia. "Pakailah, aku akan menikahimu."
Hari berikutnya.
Pagi hari.
Setelah meninggalkan hotel, Julia kembali ke rumah keluarga Sianto.
Di ruang tamu, wajah Pak Herman, Bu Harisa, dan Anita tampak muram. Mereka sedang membicarakan sesuatu.
Julia baru saja masuk ke ruang tamu, terlihat wajah Anita muram dan berjalan ke arahnya dengan cepat.
"Plak!"
Tamparan keras mendarat di wajah Julia.
Anita memarahinya, "Semalam kamu nggak ke hotel, kamu ke mana saja?"
Sambil menahan rasa sakit di wajahnya, Julia menjawab, "Apa maksudmu?"
"Wawan Sucipto menunggu semalaman, kamu nggak muncul-muncul! Dasar jalang, beraninya permainkan aku!"
Hardik Anita.
Julia mengernyit. "Mana mungkin, aku tiba di hotel jam sepuluh tadi malam. Saat aku keluar kamar pagi ini, pria itu jelas masih tidur di tempat tidur!"
"Masih berani berbohong, lihat saja aku akan robek wajahmu!"
Anita memelototi Julia dengan marah, lalu merobek kerah bajunya dengan kasar dan brutal.
Tiba-tiba, bekas ciuman di leher terlihat jelas.
Anita memaki dengan penuh hina, "Kamu sungguh menjijikkan!"
Rasa malu dan sedih membanjiri hati Julia. Sambil menahan tangis, Julia merapikan pakaiannya dengan gemetar.
Pada saat ini, sesosok pria gemuk masuk.
Pria itu berusia sekitar lima puluhan. Dia botak dan mengenakan jaket kulit, ekspresinya terlihat genit.
Melihat situasi tersebut, Herman Sianto segera berdiri. "Pak Wawan, Anda datang ke sini ada apa ya?"
Wawan terlihat marah. "Herman, kamu sudah bosan hidup ya, berani menipuku! Aku menunggu di hotel semalaman, putrimu sama sekali nggak muncul. Katakanlah, kamu ingin mati atau ingin hidup?"
Mendengar kata-kata itu, Julia terkesiap.
Dia menggigit bibirnya dengan kuat, wajahnya pucat pasi.
Ternyata dia adalah Wawan Sucipto!
Lalu, siapa pria yang tidur dengannya semalam?
Pak Herman berkata dengan hati-hati, "Pak Wawan, saya nggak berani menipu Anda! Tadi malam ada sedikit kejadian yang nggak terduga, saya minta maaf! Saya bisa menggantinya dengan cara apa pun."
Wawan mendengus dengan puas, lalu melirik Anita.
Melihat wajahnya yang genit, Anita merasa mual dan ingin muntah. Dia segera bersembunyi di belakang Bu Harisa.
Kemudian, Wawan menatap Julia yang berdiri di sebelah Anita.
Wajah kecilnya terlihat cantik dan putih mulus. Fitur wajahnya sangat halus, cantik dan polos.
Wajah tanpa riasan saja sudah terlihat seperti ini. Jika sudah berias, pasti akan terlihat menakjubkan.
Dibandingkan dengan Anita, dia jauh lebih cantik.
Wawan menatap lekat-lekat!
Bu Harisa segera mengerti dan berkata, "Pak Wawan, ini adalah putri sulungku, Julia Sianto. Dia sudah sebesar ini, tapi belum pernah punya pacar, masih murni."
Wawan mengangguk-angguk. "Kebetulan aku juga belum punya istri, aku dan dia memang cocok. Begini saja, setengah bulan nanti aku menikah dengannya."
Selesai berbicara, dia bangkit berdiri dan pergi.
Pak Herman melirik dan berkata kepada Julia, "Apa kamu dengar perkataan Pak Wawan? Bersiap-siaplah, setengah bulan lagi kamu akan menikah."
"Aku nggak mau menikah!"
Julia terengah-engah.
Bu Harisa mengejek dengan sinis. "Setelah tidur dengan pria asing semalam, kamu sudah nggak perawan. Mana ada pria yang tertarik padamu lagi. Meskipun Pak Wawan jelek, dia kaya. Menikah dengannya, kamu akan hidup dalam kemewahan. Kamu akan jadi Nyonya Sucipto."
Anita yang berada di samping menutup mulut dan tertawa senang. "Benar, sekarang kakak sudah nggak perawan. Ada yang mau, itu sudah bagus!"
Pak Herman juga menghardik dengan tidak senang, "Bisa nikah dengan Pak Wawan adalah keberuntunganmu, jangan nggak tahu diri! Lagi pula, ibumu sudah aku pindahkan ke rumah sakit lain. Kalau nggak mau nikah, aku akan putus biaya pengobatan ibumu. Jangan harap bisa melihatnya lagi kelak."
Air mata mengalir di wajah Julia.
Julia menghapus air mata dengan kasar.
Sama-sama putrinya, mengapa ayah sangat pilih kasih?
Tidak hanya menggantikan Anita untuk tidur dengan pria asing, sekarang dirinya bahkan langsung dijual ke pria tua!
Malah menggunakan ibunya untuk mengancamnya!
Melihat Julia bergeming, Pak Herman kesal dan memaki, "Kalau nggak mau menikah, enyahlah. Jangan mengganggu di sini."
Julia menutup mata dan berkata sambil menggertakkan gigi, "Aku menikah!"
Di dunia ini, tidak ada yang lebih penting daripada ibu.
Setelah berkata, Julia tidak ingin berdiam lama. Dia pun pergi tanpa menoleh.
Setelah kembali ke kamar, Julia melepaskan pakaiannya. Ketika melihat kalung di lehernya, matanya terpaku.
Siapa sebenarnya pria semalam itu?
Setelah itu, dia melepas kalung dan meletakkannya di meja rias. Dia pun pergi ke kamar mandi.
Tak disangka. Julia baru masuk ke kamar mandi, Anita sudah membuka pintu dan masuk ke kamar.
Matanya tajam dan langsung melihat kalung.
Wah.
Kalung yang sangat indah!
Mata Anita berbinar-binar.
Dia melangkah masuk dengan pelan-pelan, kemudian memakaikan kalung di lehernya dan pergi dengan puas.
Saat Anita keluar dari rumah keluarga Sianto, seorang pria berpakaian rapi datang menghadapinya. "Nona Sianto, tolong ikut kami sebentar. Pak Hans ingin bertemu dengan Anda."
Anita terkejut.
Belum sempat bicara, pria berjas itu memaksanya masuk ke dalam mobil sedan hitam di bawah pohon.
Pintu mobil terbuka.
Terdengar suara pria bernada rendah dan dingin, "Aku menemukanmu!"
Anita menengadah.
Pria itu mengenakan setelan jas hitam, ekspresinya dingin. Sekujur tubuhnya memancarkan keanggunan dan keeleganan.
Tidak pernah melihat pria setampan ini, Anita langsung terpukau.
Melihat kalung di lehernya, terlintas kilatan cahaya gelap di mata Hans. "Tadi malam, aku bilang akan bertanggung jawab padamu. Kalung ini adalah tanda bukti."
Anita tidak mengerti.
Apa yang terjadi semalam?
Bertanggung jawab atas apa?
Liontin ini diambilnya dari Julia. Diakah pria yang tidur dengan Julia semalam?
"Tadi malam adalah pertama kalimu, jadi aku berniat untuk menikahimu. Aku akan adakan pernikahan setengah bulan lagi."