Bab 18
Di dalam kamar.
Julia sangat lelah dan tanpa sadar tertidur di sofa.
"Buk!"
Tiba-tiba, terdengar suara keras yang menusuk telinga.
Julia pun terbangun dari tidur lelapnya. Begitu membuka mata, dia melihat pria itu menatapnya dengan dingin dari atas.
Wajah pria itu terlihat suram, seperti malaikat maut yang menuntut nyawa.
Julia merasa jantungnya berdetak kencang, firasat buruk muncul di hatinya.
Hans menatapnya tajam. "Siapa yang membuatmu berani mengkhianatiku?"
Julia terlihat bingung. "Apa maksudmu?"
"Aktingmu meyakinkan sekali. Sayang banget kamu nggak jadi aktris!" Hans melemparkan selembar kertas ke wajahnya. "Katakan, siapa ayah dari anak haram di perutmu?"
Julia langsung membeku, darahnya seakan berhenti mengalir.
Tubuhnya bergetar dan anggota tubuhnya terasa dingin.
Hans ternyata tahu tentang kehamilannya!
Bagaimana dia tahu?
Julia langsung mengerti begitu melihat hasil pemeriksaan yang ada di lantai.
Pasti Anita yang memberitahunya.
Hans mendekatinya dengan tatapan dingin penuh ancaman dan mencengkeram dagunya, "Pertama, kamu hamil anak haram dari pria lain, lalu mendekati kakek dan memanfaatkan budi baik yang pernah kamu lakukan, dengan sengaja merebut pernikahan adik perempuanmu sendiri di hari pernikahan serta memaksaku menikahimu. Apa setelah delapan bulan masa kontrak berakhir, kamu baru akan memberi tahu kakek kalau kamu hamil, lalu menggunakan cara itu untuk tetap tinggal di keluarga Septian dan terus menjadi istriku?"
Julia tidak dapat berbicara dengan jelas dan berusaha keras untuk menjelaskan, "Aku benar-benar nggak berniat begitu."
Hans tertawa dingin. "Hah, rencanamu cukup matang. Sekarang, cepat gugurkan anak haram itu!"
Julia membelalakkan mata dan tanpa sadar memegangi perutnya.
"Nggak, aku nggak mau menggugurkan anak ini," ucapnya dengan suara bergetar. "Hans, kumohon. Biarkan aku mempertahankannya! Tenang saja, saat waktunya tiba, aku pasti akan pergi!"
Hans menarik lengannya dengan kasar. "Apa kamu pikir aku akan percaya?"
"Aku nggak mau, Hans. Lepaskan aku!" Julia meronta sekuat tenaga. "Kita ini cuma nikah kontrak. Kamu nggak punya hak buat ikut campur urusan pribadiku, apa lagi memutuskan untuk menggugurkan anakku!"
Hans berkata dengan nada dingin, "Setelah masuk ke keluarga Septian, kamu cuma punya kewajiban untuk patuh dan kamu nggak punya hak untuk menolak."
Begitu dia selesai bicara, beberapa pengawal masuk dan menyeret Julia keluar.
Julia berusaha melawan dengan sekuat tenaga, dengan memegang erat sisi pintu.
Namun, bagaimana mungkin dia bisa mengalahkan kekuatan para pria itu?
Raut wajahnya terlihat begitu putus asa.
Melihat dirinya hampir dibawa keluar ruangan, Julia buru-buru meraih lengan Hans. "Tunggu! Aku bisa mengakhiri kontrak kita lebih cepat."
Hans memicingkan matanya. "Kamu mau main apa lagi?"
Julia menatapnya. "Kamu curiga kalau aku punya maksud tersembunyi dan mau tetap tinggal di keluarga Septian dengan menggunakan bayi dalam perutku, 'kan? Aku bisa langsung cerai denganmu sekarang, tapi kamu harus biarkan aku mempertahankan anak ini."
Tatapan Hans menjadi makin dalam saat melihatnya.
Perkataannya membuat amarah Hans makin berkobar. Hanya dia yang bisa memutuskan masalah perceraian. Kenapa Julia begitu terburu-buru?
"Beberapa hari lalu kamu masih menangis dan memohon untuk tinggal di kediaman keluarga Septian. Tapi, cepat sekali kamu berubah pikiran sekarang. Hanya demi seorang anak haram." Dia pun mengejek, "Sepertinya, ibumu nggak seberarti itu untukmu, bahkan lebih rendah dari anak haram ini."
"Anak ini juga punya nyawa," ucap Julia dengan suara bergetar. "Nggak semua orang sekejam kamu. Dia pasti akan mengerti."
Jika dia menggugurkan anak ini, mungkin dia tak akan bisa hamil lagi seumur hidupnya.
Jadi, dia hanya ingin mempertahankan anak ini.
"Kamu nggak punya hak." Tatapan Hans begitu acuh. "Anak ini harus digugurkan. Kamu nggak punya hak mengenai perceraian, cuma aku yang bisa memutuskan."
Julia mendongak menatapnya, tiba-tiba tersenyum dan sengaja memancing emosinya. "Bukankah kamu selalu ingin menikahi Anita? Apa kamu nggak tertarik ketika kesempatan bagus sekarang ada di depan matamu? Apa kamu jatuh cinta padaku, sampai-sampai kamu nggak mau bercerai?"
"Apa kamu sedang bermimpi? Atau kamu masih belum bangun dari tidurmu?"
Hans tersenyum sinis.
Apakah dia akan menyukai seorang wanita kotor yang hamil di luar nikah?
Omong kosong!
Dia pun berkata dengan datar, "Datang ke kantor catatan sipil besok pagi, jam sembilan."
Setelah selesai bicara, Hans berbalik dan pergi.
Begitu dia pergi, Julia langsung lemas dan jatuh terduduk dengan napas terengah-engah.
Usahanya memancing amarah Hans berhasil.
Namun, hatinya tak merasa senang.
Menikah dengan keluarga Septian adalah impian ibunya dan sesuatu yang dia perjuangkan, tapi sekarang dia menyerah begitu saja.
Dia, sudah mengecewakan ibunya.
Julia bersandar di sofa setelah mencuci mukanya dan tanpa sadar dia lupa mengisi daya ponselnya, lalu tertidur lagi.
Sementara itu, Hans yang baru keluar dari kediaman keluarga Septian langsung menelepon Anita. "Besok bawa kartu keluargamu, datanglah ke kantor catatan sipil sebelum jam sembilan."
"Apa?"
Anita merasa bingung.
Dia pun bertanya dengan hati-hati, "Hans, kenapa aku harus bawa kartu keluarga ke kantor catatan sipil? Apa kamu mau menikah denganku?"
"Hmm."
"Aaaah!" Anita berteriak kegirangan, "Hans benar-benar mau menikah denganku! Aku senang banget!"
Hans mengernyitkan dahi, merasa terganggu oleh suara bising itu.
Sadar akan perilakunya, Anita langsung berkata, "Maaf, Hans. Aku terlalu senang, sampai lupa diri. Tapi kamu 'kan belum cerai dengan kakakku. Jadi, apa kita bisa langsung menikah?"
Hans dengan tenang berkata, "Aku akan menceraikannya lebih dulu, baru kemudian menikah denganmu."
"Baik, baik. Kamu tenang saja. Besok aku akan berdandan secantik mungkin dan nggak akan membuatmu malu!"
Anita menutup telepon dengan bahagia.
Trik yang diajarkan ibunya benar-benar ampuh!
Ternyata, tidak ada pria yang bisa menerima dikhianati. Terutama pria terpandang seperti Hans!
Senyumnya makin lebar, saat membayangkan besok dirinya akan menjadi istri Hans
Anita jadi tak bisa tidur. Dia kemudian memakai masker wajah dan bersenandung sambil memilih pakaian yang akan dipakai untuk menikah besok.
...
Keesokan harinya.
Julia bangun pada pukul tujuh.
Di luar jendela sudah terang.
Setelah mandi, dia mulai membereskan barang-barangnya.
Sebenarnya, tidak banyak yang perlu dibereskan, hanya beberapa helai pakaian. Julia memasukkan barang-barang miliknya ke dalam tas, lalu turun ke lantai bawah.
Dari kediaman keluarga Septian ke kantor catatan sipil membutuhkan waktu sekitar satu jam. Waktu yang pas, kalau dia berangkat sekarang.
Pak Carya yang sedang berada di ruang tamu, langsung mengangkat kepalanya ketika mendengar suara langkah kaki. "Bu Julia, sarapan sudah siap."
"Aku masih ada urusan, jadi nggak sarapan dulu."
"Nanti malam jangan lupa pulang lebih awal ya, Bu. Ada bebek panggang," balas Pak Carya.
Nanti malam?
Dia tidak akan kembali lagi ke kediaman keluarga Septian malam ini.
Julia tersenyum. "Terima kasih, Pak Carya. Aku sudah tahu, kok."
Hanya kehangatan Kakek Harris dan Pak Carya yang akan dia rindukan dari kediaman keluarga Septian.
Setelah melihat jam, dia pun melangkah keluar dari kediaman keluarga Septian.