Bab 11
Di sini.
Julia yang baru keluar dari lift, langsung menuju ruang istirahat.
Saat di toilet, Anita menggunakan tenaga ekstra untuk membantu Layla berdiri.
Ini terjadi karena dia, dia harus membawa Layla pergi ke rumah sakit untuk pemeriksaan kesehatan.
Baru saja sampai di depan pintu ruang istirahat, manajer keluar dari dalam ruangan tepat di depannya dan keduanya bertabrakan.
"Kamu mau pergi ke mana?"
Manajer menatapnya.
Ketika Julia baru saja ingin menjawabnya, suara tangisan langsung terdengar dari dalam. Dia mengerutkan keningnya. "Pak, ada seseorang yang menangis di dalam. Kenapa suara itu terdengar seperti suara Bu Layka? Apa yang terjadi?"
Manajer dengan suara dingin berkata, "Ikut saya ke kantor."
Julia hanya bisa mengikutinya begitu saja.
...
Baru saja membuka pintu, dia melihat seorang pria dan seorang wanita duduk bersama di sofa.
Wanita itu adalah Anita.
Sedangkan pria itu adalah Hans.
Tubuh Julia menjadi kaku.
Dengan menatapnya, Anita berkata pada Hans, "Hans, dia yang menuduhku dan sengaja mengirim video ke grup WhatsApp kantor. Dia membuatku malu. Kamu harus bantu aku untuk memberi dia pelajaran!"
"Kamu mau aku menghukumnya seperti apa?"
Anita menggigit bibirnya dan dengan hati-hati bertanya, "Apa bisa memberinya hukuman apa pun?"
Hans dengan tatapan dingin pun mengangguk. "Hukuman apa pun yang kamu inginkan, berikan saja."
Mendengar kata-kata itu, Julia terkejut melihatnya.
Anita dengan senang berkata, "Terima kasih, Hans."
Kemudian, dia berbalik dan menatap dengan tajam ke arah Julia. "Karena kamu adalah kakak perempuanku, aku nggak akan terlalu menyusahkanmu. Begini saja, kamu menulis surat pengakuan kesalahan dan meminta maaf dengan berlutut di depan seluruh karyawan perusahaan."
Dia dihina oleh Julia sehingga citranya menjadi hancur. Kebencian ini harus disalurkan.
Jadi, dia ingin memulihkan citranya di kantor dan juga ingin menginjak-injak Julia. Dia membuat Julia malu dan tidak pernah bisa mengangkat kepalanya.
Napas Julia menjadi berat. "Nggak akan! Jangan berkhayal!"
Anita menangis dengan mata berkaca-kaca dan dengan wajah yang penuh kesedihan mengadu, "Hans, Kakak nggak mau melakukannya. Dia juga masih marah padaku."
Hans menatap Julia dan dengan suara dingin dia bertanya, "Kamu dengar kata-katanya atau tidak?"
"Aku nggak melakukan kesalahan. Kenapa aku harus minta maaf? Jelas-jelas dia yang memprovokasi dan dengan sengaja menendang tong sampah. Video itu adalah buktinya. Apa Pak Hans nggak bisa melihatnya?"
Ekspresi wajah Julia tampak tenang dan penuh sindiran.
Memang ada kepercayaan diri bagi yang disukai, merasa aman, bahkan jika melakukan kesalahan, ada orang yang mendukungnya.
Sedangkan dia, meskipun merasa tersakiti, harus bertahan sendiri.
Kenapa hidup Anita begitu baik?
Hans mengerutkan keningnya dan tersenyum dingin. "Sebagai seorang petugas kebersihan, kamu berani dengan seenaknya mengirim video ke grup kantor. Kamu merusak ketertiban dan mengganggu pekerjaan. Siapa yang mengizinkanmu melakukan hal ini?"
Julia terdiam.
Sejenak kemudian, dia berkata, "Ini memang kesalahanku. Aku bisa menerima peraturan dan hukuman yang sesuai dari perusahaan. Tapi aku nggak akan meminta maaf kepadanya. Memang nggak salah mewakili kemarahan pacarmu, tapi Pak Hans harus bicara dengan masuk akal, 'kan?"
Hans mengejek, "Apa kamu pantas bicara seperti itu, sedangkan kamu sendiri adalah seorang wanita yang licik dan menggunakan segala cara untuk merebut pernikahan adik perempuanmu?"
"Aku nggak melakukannya."
Hans tidak mengindahkannya. Dia memerintah, "Besok pagi jam delapan, bawa surat pernyataanmu ke ruang rapat."
"Aku nggak akan minta maaf ke dia!" Dia berkata dengan marah, "Bagaimanapun juga, aku istri sahmu. Kamu mempermalukan istri sendiri dengan nggak bisa membedakan benar dan salah demi wanita seperti itu. Apa itu pantas?"
Dia mencemooh dan mengolok-olok, "Dia adalah wanita yang akan aku nikahi. Istri cocok untuk masuk ke keluarga Septian. Apa yang kamu pikirkan? Apa kamu sebanding dengannya?"
Mendengar kata-kata itu, Anita bersandar di bahu Hans sambil tersenyum bangga kepada Julia.
Senyum itu menusuk hati Julia dengan sangat dalam.
Tidak terduga, Hans menyukai perempuan seperti ini.
"Aku nggak akan melakukannya." Dia mengejek, "Mulai saat ini, aku bukan lagi karyawan keluarga Septian dan kamu nggak berhak memerintahku!"
Hans berkata, "Kamu bisa mengundurkan diri. Setelah minta maaf, ada orang yang akan membawamu untuk mengurus prosedur pengunduran diri."
Julia menjawab, "Berhenti berharap, aku nggak akan pernah berlutut dan meminta maaf. Nggak akan pernah!"
Hans memandangnya dengan tajam. Dia berkata dengan nada suara yang rendah dan tidak dapat disangkal. "Kamu bisa mencobanya. Kita lihat apa kamu bisa melangkah keluar dari keluarga Septian hari ini."
Tubuh Julia gemetar.
Di samping Hans, Anita tersenyum lebar.
Haha, sangat menyenangkan!
Suasana menjadi sangat muram.
Suasana juga tegang dan tertekan.
Suara jarum jam terdengar jelas.
Pada saat itu, pintu ruangan terbuka dan Hamid datang dengan bernapas terengah-engah. Dia dengan cepat berbicara, "Pak Hans, ada orang yang ingin bunuh diri di atap."
Hans mengangkat alisnya. "Melompat dari gedung?"
Hamid menjawab, "Iya. Seorang petugas kebersihan bernama Layla, sepertinya karena dipecat dan nggak bisa menerima ... "
Jantung Julia langsung berdetak kencang.
Tanpa menunggu Hamid selesai berbicara, dia langsung berlari keluar.
Hans mengernyitkan keningnya, bangkit, dan keluar.
Hamid mengikutinya dengan cepat.
Melihat situasi, Anita juga ikut berdiri.
Ada pertunjukan bagus, bagaimana dia bisa melewatkan itu?
Lima menit kemudian, lift akhirnya mencapai lantai atas.
Jurnalis dan sekelompok karyawan perusahaan berdiri di sekitar.
Julia baru saja berusaha sekuat tenaga menerobos kerumunan. Dia akhirnya berhasil keluar dari kerumunan orang yang hanya menonton.
Terlihat Layla berdiri di tepi atap, basah kuyup terkena hujan. Tubuhnya yang kurus bergoyang tertiup angin dan siap jatuh kapan saja.
Julia langsung tercekat.
"Bu Layla, jangan berdiri di situ, sangat berbahaya. Cepat turun!"
Wajah Layla penuh air mata. "Julia, kalau kamu berdiri di sini, jangan takut bahaya. Jangan menghalangiku, aku nggak mau hidup lagi ... "
Julia dengan suara lembut, sambil berjalan, dan mendekat secara diam-diam. "Bu Layla, aku takut ketinggian. Tolong turun dulu, oke?"
Layla menangis dengan suara tercekat. "Aku telah bekerja dengan tekun di Grup Septian selama lima tahun, tanpa pernah melakukan kesalahan apa pun. Kenapa aku dipecat tanpa alasan yang jelas?"
Setelah mendengar kata-kata ini, Julia mengepalkan tangannya dan matanya memerah.
Tidak perlu menebak-nebak, dia tahu itu adalah ulah Anita.
Dia memang sangat jahat. Sekarang dengan dukungan Hans, dia makin menjadi-jadi.
Hanya saja sayangnya Layla, tanpa alasan ikut terlibat oleh dirinya.
Dengan menahan ketakutannya, dia merangkak dengan kedua kakinya yang gemetar ke atap. "Kalau pekerjaan hilang, biarkanlah hilang. Cari pekerjaan baru saja, nggak perlu mengorbankan nyawa kita, 'kan?"
Layla menangis dengan suara yang tercekat, emosinya makin terguncang. "Anakku meninggal, suamiku terkena kanker, dan ada seorang cucu laki-laki berusia lima tahun. Seluruh keluarga mengandalkanku untuk mencari nafkah, tapi aku kehilangan pekerjaan. Bagaimana aku bisa bertahan? Bukan karena aku nggak mau hidup, tapi aku nggak sanggup untuk hidup lagi. Aku benar-benar terlalu lelah ... "
Julia terkejut dan orang-orang yang lainnya terdiam.
Tidak terduga, hidup Layla sangat sulit.
Tiba-tiba dipecat dan dia berada di ambang kehancuran.
Jadi, dia hancur dan kehilangan semangat untuk hidup.
Kehidupan yang sulit biasanya dialami oleh orang miskin.
"Hidup itu memang sulit, kenyamanan hanya untuk orang mati." Julia menatap Layla dengan tegas. "Melompat ke bawah, selain suami yang sakit parah, cucu berusia lima tahun, dan tumpukan masalah, kamu nggak meninggalkan apa-apa. Kamu nggak takut mati, tapi kamu takut miskin? Hal yang paling miskin adalah meminta sedekah."
Melihat pemandangan di depannya, Hans memancarkan cahaya di matanya.
Pandangannya jatuh pada Julia, menatap dengan penuh perhatian.