Webfic
Buka aplikasi Webfix untuk membaca lebih banyak konten yang luar biasa

Bab 5

"Jangan mendekat, kalian jangan mendekat! Akh!" jerit Mia sambil meringkuk ketakutan di belakang tubuh Paula. Paula tidak tega membiarkan Mia sedih. Dia segera memerintahkan pembantu dan pengawal di vila untuk menghentikan mereka. Akibatnya, terjadi keributan besar. Tony mulai meninju siapa pun yang mendekat. Sementara itu, Marin membuat onar dengan mengangkat bajunya dan membentak, "Ayo sini! Coba saja sentuh aku! Aku akan tuntut kalian atas tuduhan pelecehan seksual!" Tony dan Marin adalah orang paling tidak tahu malu yang pernah ada. Para pengawal juga tidak berani bertindak gegabah dalam situasi ini. Untuk beberapa saat, seluruh vila yang luas dipenuhi suara teriakan Marin yang melengking dan menusuk telinga. Bahkan Paula yang selalu tenang juga berwajah muram. Dia berseru dengan tegas, "Cukup! Langsung saja katakan berapa yang kalian inginkan!" Lantaran tujuan mereka sudah tercapai, Tony berhenti mengayunkan tinjunya. Marin pun menurunkan pakaiannya. Dennis segera maju dan menjawab, "Kami mau 100 miliar! Setelah kalian memberi kami 100 miliar, kami akan segera pergi dan nggak mengganggu kalian lagi!" Mereka menginginkan 100 miliar? Semua orang selain Ophelia langsung terkesiap. Mereka belum pernah melihat orang-orang yang begitu serakah sebelumnya! "Nggak mungkin!" ujar Andy yang murka. Dia tidak peduli dengan jumlah uang itu, tetapi dia jelas tidak akan membiarkan dirinya diancam orang lain. Mendengar itu, Dennis menyeringai dan berkata, "Kalau begitu, tunggu apa lagi? Ayah, Ibu, ayo bawa adikku pergi! Memangnya kenapa kalau mereka kaya? Mereka tetap nggak bisa menahan anggota keluarga kita!" Ya, mereka berhak membawa pulang anggota keluarga mereka sendiri! Tony dan Marin segera menghampiri Mia dan mencengkeram tangannya dengan erat. Paula yang panik refleks melihat ke arah Ophelia yang duduk di samping dengan tenang. Bagaimanapun, kedua orang di depan adalah orang tua angkat Ophelia. Mereka telah hidup bersama sekian tahun, tidak bisakah dia maju dan membujuk mereka untuk berhenti berbuat ulah? Namun, detik berikutnya dia bertemu dengan tatapan Ophelia yang ditujukan padanya. Ada kekecewaan, apatis, dan patah hati. Mungkin Paula sendiri tidak menyadari betapa sedihnya Ophelia saat dia menyalahkannya. Ophelia ingin tertawa, tetapi sesungguhnya kepahitan tengah menjalar di hatinya. Saat itu, Paula menyaksikan sendiri betapa menjijikkannya keluarga angkat Ophelia. Reaksi pertamanya adalah melindungi Mia agar tidak dibawa pergi serta menyalahkan Ophelia yang diam saja. Dia malah lupa mengasihani putri kandungnya sendiri yang telah disiksa selama delapan belas tahun oleh keluarga ini. Selama delapan belas tahun hidupnya, Ophelia selalu mendambakan tatapan lembut dan penuh kasih sayang dari orang tuanya. Namun, yang diterimanya hanyalah pukulan dari Tony dan Marin. Ketika akhirnya dia bertemu ibu kandungnya, semua perhatian dan kasih sayang sang ibu justru ditujukan kepada orang lain. Baik di kehidupan lalu maupun di kehidupan ini. Kasih sayang dari orang tuanya hanya menjadi angan-angan belaka. Paula seketika menyesal setelah ditatap dengan begitu tajam. Dia ingin menjelaskan dirinya, tetapi Ophelia sudah berjalan menghampiri Tony dan Marin. "Lepaskan dia, biar aku ikut kalian pulang," ucap Ophelia dengan datar. Mia yang ingin segera lepas dari situasi ini buru-buru mengangguk dan berkata, "Ya, ya. Ikatan dengan keluarga yang membesarkan kita lebih kuat dari ikatan darah. Aku punya orang tua yang berjasa membesarkanku. Kelak aku hanya akan berbakti pada mereka, aku nggak akan mengakui kalian!" Sebelum orang lain sempat bereaksi, Paula langsung berkata dengan emosi tak terkendali, "Nggak bisa begitu!" "Mia benar, ikatan dengan keluarga yang membesarkan kita lebih kuat dari ikatan darah. Aku yang seharusnya pergi," ucap Ophelia sambil tersenyum tipis. Manusia harus belajar puas dengan yang dimilikinya. Namun, Paula menginginkan semuanya. Dia tidak ingin berpisah dengan putri angkat yang telah dia besarkan selama delapan belas tahun. Di saat yang sama, dia juga tidak ingin kehilangan putri kandungnya sendiri. "Oke, aku kasih kalian 100 miliar! Ambil cek ini dan pergi sekarang juga! Mulai sekarang, putriku nggak ada hubungan apa pun dengan kalian!" Paula menulis selembar cek dengan cepat dan melemparkannya sambil bertanya dengan marah, "Kalian mengerti?" "Ya, kami paham!" sahut Dennis sambil memegang cek dengan wajah cerah. Saat melihat deretan nol di cek itu, tangannya sampai bergetar karena begitu bersemangat. Mia yang panik pun menggoyang lengan Paula dan memohon dengan manja seperti biasanya, "Ibu, biarkan saja Ophelia ikut mereka. Kami sudah terlanjur tertukar begitu lama. Ada baiknya kalau kami menjalani hidup seperti semula, 'kan?" Paula tidak bisa memercayai pendengarannya. Kata-kata ini terlalu absurd! Namun, hatinya langsung melunak begitu melihat air mata di sudut mata Mia. Dia membujuk dengan sabar, "Mia, jangan bicara seperti itu. Phelia ini putri Ibu, begitu juga dengan kamu. Selamanya nggak akan pernah berubah." "Aku mengerti, Ibu. Maaf, aku salah bicara," ucap Mia sambil tersenyum manis, berusaha terlihat patuh seperti biasanya. Paula mengelus kepala Mia, lalu menoleh pada Dennis dan keluarganya seraya berkata dengan dingin, "Masih belum pergi?" Setelah mendapatkan uang yang begitu banyak, Dennis dan keluarganya pun pergi dengan puas. Kekacauan itu akhirnya berakhir. Ophelia juga bersiap-siap pergi, tetapi langsung ditahan oleh Paula. "Phelia, Ibu nggak bermaksud apa-apa tadi. Kamu jangan marah, ya?" Mata Paula memerah. Dia berkata dengan sedih, "Phelia, apa kamu nggak menginginkan Ibu ... " Siapa pun yang mendengar kata-kata ini pasti akan luluh. Terutama seorang anak yang kekurangan kasih sayang. Di kehidupan lalu, saat ini tangan Ophelia sudah dipatahkan Dennis. Satu-satunya orang di dunia ini yang bisa menyembuhkan luka seperti ini hanyalah Ophelia sendiri. Hanya saja, kerusakan saraf tidak dapat dipulihkan. Seorang dokter juga tidak dapat menyembuhkan dirinya sendiri. Lantaran tidak bisa melakukan akupunktur pada dirinya sendiri, tangan Ophelia lumpuh untuk selamanya. Saat itu, Paula sangat kasihan padanya dan membenci Dennis. Dia bahkan mengancam akan menjebloskan pria itu ke penjara. Namun, ketika Dennis mengancam ingin membawa Mia pergi, Paula mengurungkan niatnya untuk menuntut Dennis. Dia juga memberi Dennis sejumlah uang sebagai kompensasi agar keluarga mereka memutus hubungan dengan Mia. Itu adalah pertama kalinya Ophelia disisihkan. Agar tidak mengecewakan Ophelia, Paula berencana mengadakan pesta untuk mengumumkan ke seluruh Kota Hoburgh bahwa putri kandungnya telah ditemukan. Namun, Mia lagi-lagi menangis dan memohon Paula tidak melakukannya. Supaya Mia yang notabene adalah putri palsu tidak diejek orang lain, Paula kembali mengurungkan niatnya dan membiarkan Ophelia tinggal di keluarga Hawkin dengan status sebagai anak angkat. Itu adalah kedua kalinya Ophelia disisihkan. Setelah itu masih ada ketiga kali, keempat kali, dan seterusnya. "Bagaimana dengan kehidupan ini, Ibu?" batin Ophelia. Ketika melihat Paula menahannya dengan tatapan memelas, Ophelia tidak perlu berpura-pura. Hanya dengan mengingat semua penderitaannya di kehidupan lalu, air matanya sudah menggenang. Dia bertanya, "Bu Paula, kamu memintaku untuk tinggal, tapi ... status apa yang kumiliki di sini?" "Kamu putriku, kamu putri yang aku kandung selama sembilan bulan dan kulahirkan dengan mempertaruhkan nyawa!" Ketika rasa bersalah Paula mencapai puncaknya, dia lantas berjanji, "Ibu akan mengumumkan identitasmu kepada semua orang. Mulai sekarang, kamu nggak punya hubungan apa pun dengan keluarga itu. Kamu putri Paula, putri kandung keluarga Hawkin!" Ophelia sama sekali tidak tersentuh dengan janji ibunya. Sebaliknya, Mia berkata dengan gelisah, "Ibu, kalau Ibu mengumumkan identitas Kakak, lalu aku gimana? Semua temanku pasti akan menjadikanku lelucon kalau mereka tahu aku bukan putri kandung keluarga Hawkin ... " Masalah ini juga dipertimbangkan oleh Paula. Kedua putrinya sama-sama berharga, jadi dia kesulitan mencari solusi yang bisa memuaskan keduanya. Mia menyarankan sambil menangis, "Ibu, gimana kalau kita minta Kakak mengalah? Kita bisa bilang ke semua orang kalau Kakak putri adopsi keluarga ini. Dengan begini, Kakak bisa tinggal dengan tenang di rumah dan aku juga nggak perlu takut diejek orang lain. Boleh, ya?" Saran ini jelas-jelas hanya menguntungkan Mia. Meski begitu, Paula benar-benar mempertimbangkannya. "Ini ... " Ophelia tidak ingin mendengar lebih jauh dan segera melangkah pergi. Paula buru-buru menarik tangan Ophelia. Akibatnya, lengan baju Ophelia tersingkap. Lengannya yang dipenuhi bekas luka karena disiksa terekspos jelas. Berbagai bekas luka yang baru dan lama itu adalah bukti bahwa Ophelia sering dipukul. Dada Paula terasa sesak. Dia bertanya dengan marah, "Siapa yang memukulmu?" Ophelia menarik turun lengan bajunya dan menjawab dengan santai, "Aku sudah diperlakukan seperti ini sejak kecil, jadi sudah terbiasa." Sudah terbiasa. Satu kalimat santai dari bibir Ophelia memicu gelombang badai di dalam hati Paula. Dia memperlakukan anak orang lain layaknya seorang putri, memberinya kasih sayang dan perlindungan. Sementara itu, putri kandungnya sendiri malah menderita di tangan keluarga itu. Dari kelaparan, kedinginan, hingga dipukuli! Saat memikirkan ini, amarah Paula memuncak hingga tangannya bergetar. Hatinya begitu sakit seolah-olah hampir meneteskan darah. Kini, Paula tidak ragu lagi. Dia langsung menatap Andy yang juga tengah memasang raut muram dan berkata, "Suamiku, atur semuanya dan sebarkan undangan. Hari Minggu depan, aku akan memperkenalkan putriku ke semua orang!"

© Webfic, hak cipta dilindungi Undang-undang

DIANZHONG TECHNOLOGY SINGAPORE PTE. LTD.