Bab 4
Keluarga Hawkin memang layak disebut keluarga terkaya di Kota Hoburgh. Lihat saja vila seluas 5.000 meter persegi yang mereka miliki. Mobil-mobil mewah itu melintasi taman yang penuh dengan bunga-bunga indah dan lapangan golf pribadi sebelum akhirnya berhenti di depan pintu vila yang terang benderang.
Sopir membuka pintu mobil, lalu membungkuk dan meletakkan tangannya ke atap mobil agar kepala Paula dan Ophelia tidak terantuk saat turun dari mobil.
"Phelia, kita sudah sampai di rumah."
Paula berkata dengan ceria. Ketika dia hendak menggandeng Ophelia masuk, pintu vila tiba-tiba terbuka. Para pembantu berbaris di kedua sisi, lalu dua orang segera berjalan keluar.
Mereka adalah Andy dan Mia.
"Phelia, ini ayahmu, terus ini ... " Kata-kata Paula terhenti saat dia hendak memperkenalkan Mia. Dia merasa sedikit canggung. Ophelia dan Mia terlahir di hari yang sama. Kalau tidak, mereka tidak mungkin tertukar.
Memanggilnya kakak atau adik ... sama-sama terasa tidak cocok.
Mia berinisiatif menyela. Dia menunjukkan senyum tulus dan polos sambil berkata pada Ophelia dengan manis, "Kakak, selamat datang!"
Ophelia melirik Mia. Sikap dan kata-kata gadis itu persis seperti di kehidupan lalu. Raut wajah yang ditunjukkannya sama-sama ramah dan polos.
Namun, hanya Ophelia yang tahu betapa kejamnya Mia di balik topeng wajah polosnya. Betapa banyak trik licik yang tersembunyi di balik matanya yang tersenyum cerah ini.
Ophelia membatin, "Halo, Mia! Kita bertemu lagi."
"Kali ini, aku mau lihat sehebat apa kemampuan beraktingmu!" tambahnya lagi dalam hati.
Ophelia bertatapan dengan Mia selama beberapa detik. Kemudian, Ophelia memiringkan kepalanya dan berucap dengan nada yang lebih polos, "Hmm ... kita berdua sama sekali nggak mirip. Gimana kita bisa tertukar ... "
Wajah bayi yang baru lahir sekalipun tetap memiliki kemiripan dengan orang tuanya.
Apalagi, keluarga Hawkin adalah keluarga terkaya di Kota Hoburgh. Paula juga bersalin di rumah sakit terbaik pada saat itu. Jadi, kejadian bayi yang tertukar ini sebenarnya sangat tidak masuk akal.
Namun, nyatanya hal yang tidak mungkin ini telah terjadi.
Apakah ini benar-benar sebuah kecelakaan?
Benarkah ini hanya sebuah kecelakaan?
Ucapan santai Ophelia tadi membuat Paula dan Andy tertegun. Pasangan suami istri itu saling memandang, lalu melihat keraguan yang sama di mata masing-masing.
Setelah mengetahui bahwa putri kandung mereka tertukar, mereka segera menyelidikinya. Akan tetapi, kejadian ini sudah berlalu delapan belas tahun. Pada akhirnya, hanya bisa disimpulkan bahwa bayi mereka tidak sengaja tertukar. Kebenaran saat itu sudah tidak dapat dibuktikan.
Mia tercekat dan hampir menangis. Dia berkata dengan sedih, "Apa Kakak mau menyalahkanku? Waktu itu aku hanya bayi kecil, aku juga nggak tahu kalau aku putri palsu yang tertukar ... "
Saat mengucapkan kata-kata ini, Paula benar-benar sedih. Dia ingin bicara lagi, tetapi Ophelia tiba-tiba berucap dengan datar, "Soal kejadian bayi tertukar ini, kita sama-sama korban. Nggak ada yang akan menyalahkanmu, kamu jangan terburu-buru menangis."
Jangan terburu-buru menangis ...
Untuk sesaat, Mia tidak tahu harus menangis atau tidak. Air matanya akhirnya ditarik kembali.
Bayi yang baru lahir hanya bisa pasrah pada takdir saat ditukar, tetapi bagaimana dengan saat ini?
Cara-cara kejam dan licik, serta trik-trik kotor adalah keahlian Mia!
Selain itu, kejadian bayi yang tertukar waktu itu sama sekali bukan kecelakaan!
Andy terlihat melamun, tetapi dia segera fokus kembali. Dia tersenyum dan berkata pada Ophelia, "Phelia, syukurlah kamu sudah pulang. Kamarmu sudah dirapikan, gimana kalau Ayah antar kamu ke sana?"
Paula mengeluhkan sikap suaminya, "Ayah seperti apa kamu? Anakmu baru saja pulang, seharusnya kamu lebih bersemangat!"
"Aku semangat, kok! Tadi aku mondar-mandir di ruang tamu saking semangatnya," balas Andy.
Khawatir Paula tidak percaya, Andy menarik Mia mendekat dan berkata, "Mia, katakan pada ibumu, ucapan Ayah benar atau nggak."
"Iya, Ayah senang banget waktu dengar Kakak sudah ditemukan," ucap Mia sambil tersenyum manis. Tidak ada yang memperhatikan bahwa tangan Mia terkepal erat di balik punggungnya.
Mendengar penuturan Mia, Paula baru percaya.
Ketika pasangan suami istri itu hendak membawa Ophelia masuk, seorang pembantu buru-buru datang dan melapor.
"Pak, Nyonya, ada satu keluarga yang buat keributan di luar. Mereka melukai dua penjaga sambil terus berteriak kalau Nona Mia adalah putri mereka. Mereka bilang ingin menjemput Nona Mia."
Atmosfer hangat di sana seketika hancur.
Wajah Mia berubah pucat.
…
Saat ini, Dennis sedang mendorong gerbang besi besar sambil memandang segala sesuatu di vila dengan tatapan serakah. Vila ini benar-benar besar dan seperti taman umum! Ada taman bunga, lapangan golf, bahkan kolam renang pribadi!
"Ayah, Ibu, sebentar lagi kita akan kaya raya!"
Dennis berucap dengan penuh semangat. Dia sudah memutuskan berapa banyak yang ingin dimintanya dari keluarga kaya ini. Sepuluh miliar saja tidak akan cukup untuk memuaskannya.
Dia akan meminta 100 miliar.
Tidak boleh kurang satu sen pun!
Tony Haggins mengisap rokoknya dan mengangguk dengan tegas. Dia berkata, "Nak, minta saja berapa pun yang kamu inginkan! Kalau mereka berani menolak, aku akan hancurkan gerbang besi ini!"
Marin Duncan membusungkan dadanya dan berucap dengan wajah bangga, "Sudah kubilang, keputusanku itu yang terbaik. Kalau saat itu aku nggak ... "
"Sudah, sudah. Ada yang datang," sela Tony.
Marin segera menutup mulutnya.
Sesuai perintah sang majikan, seorang pembantu datang membuka gerbang besi. Dia berkata dengan raut sinis, "Pak Andy dan Nyonya Paula meminta kalian masuk, silakan ikuti saya!"
Ketiga orang itu segera memasuki vila dengan dipimpin pembantu.
Mereka langsung disambut dekorasi mewah di dalam vila yang bagaikan istana. Lampu kristal berkilauan tergantung tinggi di atas kepala. Setiap objek dan desain tata letak di sana menunjukkan selera dan kekayaan tuan rumah.
Nama keluarga mereka memang mirip, tetapi identitas dan status kedua keluarga sangat jauh berbeda.
Meskipun takjub dengan kemewahan vila, Dennis tidak melupakan tujuan kedatangannya.
Dia mengedarkan pandangan ke sekeliling, lalu segera mengenali Paula dan Andy yang duduk di sofa. Dia menegakkan punggungnya dan berujar dengan lantang.
"Kalian Pak Andy dan Bu Paula, 'kan? Kami datang untuk menjemput adikku. Dia dibesarkan di rumah kalian selama delapan belas tahun dan kami juga telah merawat putri kalian selama delapan belas tahun. Karena identitas keduanya sekarang sudah jelas, mereka harus kembali ke tempatnya masing-masing."
Begitu mendengar ucapan kakak kandungnya, Mia yang bersembunyi di belakang Paula langsung menangis.
"Ibu, aku nggak kenal mereka, aku nggak mau ikut mereka. Ini rumahku, aku nggak mau pergi!"
Perhatian Tony dan Marin segera tertuju pada Mia yang tengah menangis.
Oh, jadi dia putri kandung mereka?
Gadis itu mengenakan gaun yang begitu indah. Terlihat jelas bahwa dia dibesarkan dengan penuh kasih sayang.
Pasangan suami istri itu saling memandang, lalu serempak menghampiri Mia sambil berseru, "Putriku, teganya kamu berkata seperti itu. Kami orang tua kandungmu, cepat ikut kami pulang!"