Bab 1
Ophelia Hawkin sudah mati.
Dia mati dengan sebelah kaki patah dan satu mata buta.
Semua orang bertepuk tangan senang dan berkata bahwa itu karmanya sendiri.
Termasuk orang tua dan tunangan yang sangat dicintainya, Logan Roberts.
Namun, belakangan mereka mati-matian menerjang salju demi menemukan mayatnya untuk dibawa pulang.
Setelah Ophelia mati, jiwanya kembali ke keluarga Hawkin.
Dia melihat vila keluarga Hawkin yang terang benderang. Mia Hawkin memainkan piano yang melantunkan lagu merdu di bawah lampu sorot. Wajah ayah dan ibunya tersenyum lembut. Keluarga ini terlihat sangat bahagia.
Setelah lagu berakhir, telepon di vila tiba-tiba berdering.
Orang di seberang telepon menyampaikan kabar kematian Ophelia.
Paula Martin terdiam sejenak, lalu berkata dengan dingin, "Rasakan. Kalau dia mau mati, mati saja yang jauh. Jangan ganggu kami!"
Andy Hawkin menambahkan dengan ekspresi datar, "Katakan pada Ophelia, buat ulah juga ada batasannya. Menggunakan cara ini untuk menarik perhatian kami benar-benar menjijikkan. Buat malu keluarga Hawkin saja!"
"Ayah, Ibu, jangan salahkan Kakak. Ini semua salahku, kalau aku nggak merebut tempat Kakak sebagai putri kalian ... dia nggak mungkin berbuat begitu banyak kesalahan karena iri padaku," cicit Mia dengan mata berkaca-kaca.
"Kamu terlalu baik hati. Itu karma Ophelia sendiri!"
Suara berat dan lembut seorang pria terdengar. Pria bertubuh tinggi dan berkarisma itu menghampiri Mia sambil mengulum senyum tipis.
"Kak Logan!"
Mia sontak berdiri dan menyerbu ke pelukannya.
Pria yang baru datang itu adalah Logan, tunangan Ophelia.
Atmosfer harmonis memenuhi ruangan.
Ophelia tersenyum melihat tiga orang terpenting dalam hidupnya mengelilingi Mia, memanjakan dan melimpahkan kasih sayang pada gadis itu.
Dia tersenyum sambil menangis darah.
Ketika dia dijemput keluarga Hawkin pada usia delapan belas tahun, Ophelia baru tahu bahwa dirinya adalah putri kandung keluarga kaya raya.
Dia yang tidak pernah merasakan kasih sayang ibu langsung terharu saat mendengar Paula berkata dengan nada tercekat, "Ibu akhirnya menemukanmu, putriku!"
Begitulah, Ophelia dibawa kembali ke tengah keluarga Hawkin.
Namun, sudah ada Mia yang menggantikannya sebagai putri kesayangan semua orang di rumah.
Jadi, Ophelia diminta menjadi putri kedua keluarga Hawkin dengan status putri angkat.
Dia tidak peduli karena memang sangat mendambakan kehangatan keluarga. Dia selalu bertindak hati-hati dan rendah hati demi mengambil hati keluarga Hawkin.
Hanya saja, sekeras apa pun dia berusaha, dia tidak bisa menyaingi tingkah manja dan santai Mia.
Lantaran Mia tidak percaya diri, Andy dan Paula berkata pada Ophelia, "Mia selalu dimanjakan sejak kecil dan kepulanganmu membuatnya nggak percaya diri. Ophelia, bisakah kamu jangan terus membuatnya nggak nyaman ... "
Sang tunangan juga memerintahnya dengan angkuh, "Ophelia, kamu sudah merampas segalanya dari Mia. Mengalah sedikitlah padanya!"
Teman-teman Mia juga mengejeknya, "Lihat dirimu baik-baik. Gadis udik sepertimu bahkan nggak pantas jadi pembantu Mia, apalagi putri keluarga Hawkin. Konyol!"
Semua orang menyayangi Mia. Dia adalah putri keluarga Hawkin yang berharga, sementara Ophelia layaknya tikus jalanan yang hina.
Ophelia tidak berani melawan Mia, lagi pula dia juga tidak akan sanggup!
Dia selalu menjaga sikap dan mengalah, tetapi yang menjadi balasannya justru luka yang ditorehkan kian dalam.
Pada hari ulang tahun Ophelia empat tahun lalu, Mia merayunya pergi ke sebuah pulau.
Di sana, Mia jatuh ke laut.
Keluarga Hawkin mati-matian menyuruh orang untuk mencari selama tujuh hari tujuh malam. Namun, hasilnya nihil.
Ophelia lantas dituduh menjadi pembunuh yang memaksa Mia untuk bunuh diri.
Andy dan Paula marah besar. Mereka memutuskan hubungan dengan Ophelia, bahkan membiarkan Logan menjebloskannya ke penjara.
"Jaga dia dengan baik." Hanya ditinggalkan satu kalimat itu, Ophelia dijebloskan di penjara selama empat tahun. Dia disiksa hingga patah kaki dan buta satu mata.
Ketika dia dibebaskan, Ophelia melihat kemesraan Mia dan Logan di megatron pinggir jalan. Dia baru tahu bahwa Mia ternyata masih hidup!
Detik berikutnya, dia tiba-tiba ditabrak sebuah truk kecil.
Tubuhnya menghantam tanah dengan kuat dan seluruh organ dalamnya remuk redam.
Rasa sakit yang hebat membuatnya mati rasa. Dia tergolek di tanah yang dingin, memandangi salju yang terus melayang turun dari langit. Dia ingin bertanya mengapa.
Mengapa mereka memperlakukannya sekejam ini? Padahal Mia jelas-jelas masih hidup!
Hanya saja, dia sudah sekarat. Kedua matanya tidak bersinar lagi dan tenggorokannya bahkan tidak bisa mengucapkan sepatah kata pun.
Inikah karmanya?
Jiwa Ophelia menyaksikan momen demi momen itu. Dia kira setelah mati, hatinya tidak akan sakit lagi. Namun, gelombang sakit dan amarah itu terus menghantam hati dan hampir mengoyak jiwanya!
"Akh!"
Betapa kejamnya! Bahkan setelah dirinya mati, dia masih harus melihat kasih sayang tak bersyarat mereka pada Mia dan bagaimana mereka bergembira atas kematiannya.
Mata Ophelia memerah. Hatinya disesaki kebencian dan dendam.
Pada saat ini, dia lupa bahwa dirinya sudah menjadi arwah penasaran. Dia hanya ingin menerjang ke depan dan merobek topeng polos dan pura-pura Mia.
Namun, begitu dia hendak menerjang ke depan, sebuah kekuatan dahsyat tiba-tiba menariknya ke dalam kegelapan tak berujung.
Dia benci sekali.
Benci pada Tuhan yang begitu tidak adil!
Ophelia meratap dan bersumpah di dalam hati. Jika waktu bisa diputar kembali, dia tidak akan lagi dibutakan kasih sayang keluarga.
Dia tidak akan membiarkan dirinya diinjak-injak akibat terlalu memercayai orang lain!
Pandangan Ophelia menggelap. Dia sepenuhnya jatuh ke kegelapan samsara.
Sayup-sayup, terdengar seseorang memanggil namanya.
"Ophelia, Ophelia ... "
Sensasi melayang membuat Ophelia tiba-tiba terjaga dan membuka mata.
Di atas kepalanya, lampu kristal bersinar menyilaukan. Dia melihat seprai putih hotel dan mencium aroma disinfektan yang samar.
Pemandangan ini ...
Ophelia tertegun. Bukankah dia sudah mati? Dia mati pada hari kebebasannya setelah menjalani empat tahun hukuman secara tidak adil. Mayatnya bahkan ditelantarkan begitu saja.
Ophelia mengamati tangannya sendiri dan tiba-tiba menyadari sesuatu. Dia melompat bangun dari tempat tidur, lalu bergegas ke depan cermin di kamar.
Pantulan dirinya di cermin menunjukkan gadis berambut hitam panjang, berkulit putih, dan memiliki sepasang mata cerah.
Ini adalah penampilannya saat berusia delapan belas tahun!
Hidup dan nyata!
Jantung Ophelia berdebar kencang dan air matanya menetes.
Tuhan sungguh baik, mengizinkannya terlahir kembali ke usia delapan belas tahun!
Tidak ada bekas luka mengerikan di tubuh yang didapatkannya dari penjara. Tidak ada tangan yang patah dan mata yang buta, bahkan kedua kakinya masih normal!
Ophelia tertawa sambil menangis. Setelah kegembiraan itu lewat, kebencian di hatinya kembali berkobar hebat.
Di kehidupan lalu, dia terperangkap dalam cinta tak terbalas terhadap keluarga dan tunangannya hingga berakhir mati dengan tragis.
Di kehidupan kali ini, semua masih belum terlambat. Dia tidak ingin lagi menjadi orang yang diinjak-injak!
Ophelia menyeka air matanya. Sepasang matanya gelap, seperti binatang buas yang sedang bersembunyi. Hilang sudah kenaifan dalam matanya, digantikan binar berbahaya yang menakutkan.
Kemudian, dia mengambil vas bunga dari meja dan melangkah ke pintu kamar yang tertutup rapat.