Bab 470
Setelah makan malam.
Desi dan Karin pergi ke kamar Sonia.
Mereka tidak lagi menunjukkan senyum seperti biasanya, ekspresi mereka penuh kesedihan.
Dua bersaudari itu duduk di tepi tempat tidur dengan suasana hati yang muram.
"Ibu, apakah kami benar-benar harus menyerahkan kebebasan kami? Apa kita harus bertemu dengan orang-orang dari Kota Andalus itu?"
Desi menggigit bibirnya sambil bertanya dengan suara pelan.
"Benar. Meskipun kita nggak menyukai mereka, apakah Ayah akan setuju untuk menolak pernikahan ini?"
Karin juga bertanya dengan wajah yang dipenuhi kekhawatiran.
Sonia menghela napas pelan sambil menatap kedua putrinya.
Dia bahkan bisa melihat air mata berkilauan di mata keduanya.
Sebagai seorang Ibu, dia bisa merasakan perasaan mereka saat ini.
Tak berdaya, sedih, sekaligus putus asa.
Seolah-olah mereka sudah bisa melihat masa depan, di mana mereka hanya akan menjadi alat.
"Ibu nggak tahu. Tapi untuk saat ini, kita hanya bisa bertemu mereka terlebih dulu."
"Kecuali kita mau langs

Klik untuk menyalin tautan
Unduh aplikasi Webfic untuk membuka konten yang lebih menarik
Nyalakan kamera ponsel untuk memindai, atau salin tautan dan buka di browser seluler Anda
Nyalakan kamera ponsel untuk memindai, atau salin tautan dan buka di browser seluler Anda