Bab 216
Lutut Giany bersimbah darah, tetapi rasa cemas dalam hatinya mengalahkan rasa sakit itu.
Giany terus melihat ke arah Carlo. Baru setelah Carlo naik lagi, Giany merogoh ponselnya dan membalas pesan Zane.
[Parah nggak? Sudah minum obat?]
Carlo membuka pintu kamar Walace. Ekspresinya sangat serius.
"Walace, istirahat baik-baik di rumah kali ini."
Walace mengiakan seraya bersandar di ranjang.
Carlo tahu putranya pendiam dari dulu. Carlo merasa tidak berdaya terhadap hal itu. "Aku nggak mau hal ini terulangi. Kalau nggak, Giany nggak akan hanya berlutut di bawah saja."
Saat mendengar Giany berlutut, Walace mengepalkan tangan di atas seprai, tetapi tidak mengekspresikan apa-apa di wajahnya.
Carlo merasa lega karena tidak ada respons dari Walace. "Kamu tampak jauh lebih semangat akhir-akhir ini. Kelihatannya, Giany memang berguna. Aku pikir kamu membohongiku sebelumnya. Istirahat saja di rumah."
"Ya."
Walace menundukkan tatapannya, tampak kelelahan.
Carlo pun beranjak dari tempatnya dan langs

Klik untuk menyalin tautan
Unduh aplikasi Webfic untuk membuka konten yang lebih menarik
Nyalakan kamera ponsel untuk memindai, atau salin tautan dan buka di browser seluler Anda
Nyalakan kamera ponsel untuk memindai, atau salin tautan dan buka di browser seluler Anda