Bab 32
Kurasa, Sony seketika jauh lebih menakutkan daripada Zavier.
"Kalau sudah begini, kenapa kita nggak lapor polisi saja?" Wina tampak pucat. "Ini jelas-jelas penguntit? Ngeri banget."
Aku mencoba tenang sejenak dan memikirkannya, lalu menolak usulan Wina. "Sudahlah, biar saja. Paling juga, kejahatan Sony cuma masuk penjara setengah bulan."
"Lalu, bagaimana?" Wina hampir menangis saking cemasnya.
"Kita terang-terangan, dia yang diam-diam. Tentu kita nggak punya pilihan selain menghadapi dia," lanjutku sambil menggertakkan gigi. "Hidup atau mati, kita hadapi saja. Daripada pasrah menunggu kematian, lebih baik kita lawan untuk bertahan."
Esok paginya, pelanggan pertama yang datang ke kafe adalah orang yang paling ingin kuhindari.
Sony datang sambil membawa sarapan, kemudian menghampiriku dengan senyuman tersemat di bibirnya. "Khaira, maafkan aku soal kejadian kemarin. Aku … aku datang hari ini buat minta maaf."
Aku mengelap meja tanpa ingin mengangkat kepala. "Pertama, panggil nama lengkapk

Klik untuk menyalin tautan
Unduh aplikasi Webfic untuk membuka konten yang lebih menarik
Nyalakan kamera ponsel untuk memindai, atau salin tautan dan buka di browser seluler Anda
Nyalakan kamera ponsel untuk memindai, atau salin tautan dan buka di browser seluler Anda