Bab 12
Pamela sudah mengenakan kaos milik Agam. Jendela yang sempat dia buka karena ingin mendapatkan terpaan angin segar perlahan membuatnya merasa sedikit kedinginan. Jadi, dia memakai jas yang dipakaikan Agam ke tubuhnya tadi.
"Aku dengar Nona Alister kehilangan pekerjaan?"
Pamela sedang menatap keluar jendela mobil, ke arah pemandangan jalanan yang sepi. Tiba-tiba, dia mendengar suara Agam yang rendah dan dewasa.
Pamela tersenyum tipis, lalu mengatakan, "Ya. Itu berkat kerja keras Paman!"
Raut Agam berubah datar saat membolak-balik map di tangannya. Dia kembali berucap, "Aku sudah memberi kalian kesempatan. Justru kalian yang melakukan kesalahan yang seharusnya nggak kalian lakukan. Menurut standarku, perencanaan seperti itu nggak ada nilai investasinya."
Pamela sedikit mengantuk, jadi dia menguap.
"Oh! Aku bukan karyawan Perusahaan Quentin lagi. Paman nggak perlu bilang alasannya."
"..."
Agam mengangkat tangannya dan terus membalik-balik halaman kertas, nadanya terkesan asal, "Kalau kamu mau magang di perusahaan ...."
"Pak sopir, tolong menepi di depan!"
Pamela menyela perkataan pria itu. Dia mendongakkan kepalanya untuk melihat ke luar jendela mobil. Matanya berbinar seolah-olah melihat sesuatu.
Segera setelah mobil menepi, Pamela membuka pintu dan melangkah keluar.
Dengan langkah cepat, dia berlari ke arah tanda pemberhentian bus di depannya dan naik ke bus yang baru saja tiba.
Pamela mencari tempat duduk dekat jendela dan duduk di sana. Dia menjulurkan tangannya keluar jendela dan mengacungkan jempol ke arah Meserati di belakangnya. Perlahan, jempol itu berputar 180 derajat ke bawah, tanda merendahkan.
Bus perlahan-lahan menjauh sebelum tangan mungilnya ditarik kembali.
Pelipis Ervin mengernyit saat dia menyaksikan tindakannya itu.
Nona Alister ini benar-benar orang yang sangat lancang. Harus diketahui bahwa, di seluruh Kota Marila, bahkan di seluruh negeri ini, tidak ada satu orang pun yang berani bersikap kasar di depan tuan muda.
"Tuan muda, jas Anda dibawa oleh Nona Alister. Anda harus menghadiri acara gunting pita sore nanti setelah World Trade Centre selesai ...."
"Minta kirimkan yang baru."
Agam tertunduk muram dan terus melihat-lihat dokumen di depannya.
"Baik!"
Ervin menambahkan, "Tuan muda, nona menelepon dan mengatakan kalau nona masuk rumah sakit."
Agam mendongakkan kepalanya dan menjawab, "Bukannya baik-baik saja, kenapa bisa masuk rumah sakit?"
Ervin menjelaskan, "Tadi pagi Nona Alister menekan kepala nona ke dalam toilet. Nona meminum air kloset. Nona yang selalu menyukai kebersihan merasa sangat jijik sampai muntah-muntah sejak pagi tadi. Nona mengalami dehidrasi dan dilarikan ke rumah sakit untuk di infus."
"Apa yang dikatakan dokter?"
"Dokter mengatakan kalau nggak ada masalah serius. Setelah infus habis dan nona menjaga pola makan untuk menjaga kesehatannya, dalam dua hari nona akan sehat kembali. Hanya saja, nona menangis. Katanya dia harus memanggil tuan muda kembali untuk membantunya memberi pelajaran kepada Nona Alister."
Ekspresi di wajah Agam tetap tidak berubah. Dia hanya mengatakan, "Olivia selalu dimanjakan oleh neneknya, sulit diatur dan dikendalikan. Meskipun karakter Pamela kuat, dia bukan orang yang akan mengganggu orang lain tanpa alasan. Kali ini, biarkan Olivia menjadikan ini sebagai pelajaran. Dia harus menahan sikap semena-menanya. Biarkan saja."
Ervin terdiam, merasa bahwa tuan muda sepertinya sangat memanjakan Nona Alister.
Setelah memikirkannya, dia menoleh lagi untuk meminta petunjuk, "Kalau begitu ... hari in Nona Alister kehilangan pekerjaan. Haruskah kita mengatur pekerjaan untuknya?"
Agam berkata dengan acuh, "Nggak perlu. Dalam tiga bulan, awasi saja dan jangan biarkan dia melakukan sesuatu yang mempermalukan reputasi Keluarga Dirgantara."
"Baik!"
Ervin sempat berpikir bahwa tuan muda memiliki perasaan yang berbeda dengan Nona Alister. Namun, ternyata itu hanya prasangkanya saja.
Benar juga!
Tuan muda hanya memiliki Nona Kalana dalam hatinya. Perasaan itu tidak berubah selama bertahun-tahun.
Namun, karena perseteruan yang terjadi antara Keluarga Dirgantara dan Keluarga Ganendra, sulit bagi keduanya untuk bersama.
Tuan muda masih melajang karena alasan ini. Itulah sebabnya kakeknya selalu memaksanya untuk menikah.
...
Pamela naik bus, kembali ke kediaman Keluarga Alister untuk mengemasi barang-barangnya.
Dia harus bekerja sama dengan paman aneh di Keluarga Dirgantara selama tiga bulan ke depan. Dia tidak bisa mengenakan pakaian pria itu sepanjang waktu.
Begitu masuk ke dalam rumah, Pamela bertemu dengan Jovita yang telah berhenti dari industri hiburan dan terus tinggal di rumah.
Jovita yang selalu membanggakan dirinya sendiri di depan Pamela, segera mengambil sikap ketika melihat Pamela kembali.
"Kamu rupanya. Aku pikir tukang antar makanan yang datang!"
Pamela tidak mau berbicara dengan Jovita, jadi dia berjalan melewatinya dan langsung naik ke atas.
Namun, Jovita terus menghalangi langkahnya. Matanya menatapnya dengan tatapan tidak bersahabat.
"Pamela, kamu benar-benar pulang pakai baju pria? Kamu nggak pulang semalaman, pasti karena pergi dengan pria nggak jelas, 'kan?"
Sebelum Pamela sempat menjelaskan, Jovita mulai berteriak.
"Ayah! Ibu! Lihatlah siapa yang datang! Lihat apa yang Pamela pakai!"
Darius keluar dari kamarnya saat mendengar teriakan putrinya. Wajahnya langsung tersentak ketika melihat pakaian pria yang dikenakan Pamela.
"Pamela, kenapa kamu pakai baju pria? Semalam kamu juga nggak pulang, apa yang kamu lakukan?"
Wulan yang datang setelah Darius juga menunjukkan ekspresi terkejut. "Ini ... Pamela, kamu itu gadis yang belum menikah, kenapa pakai pakaian pria? Keluarga Alister adalah keluarga yang terhormat!"
Jovita menimpali, "Ayah, Pamela nggak mau pergi kencan buta dengan pria pilihan ibu, tapi dia sendiri malah pergi sama pria nggak jelas dan menghabiskan malam bersama! Kenapa dia bersikap serendah itu!"
Wajah Darius makin muram. Dia menyalurkan kemarahannya dengan mengatakan, "Pamela, jelaskan! Apa yang terjadi dengan pakaian yang kamu pakai?"
Pamela dengan tenang dan dingin menjelaskan kepada Darius, "Ayah, bajuku basah karena nggak sengaja terkena air. Jadi, aku pinjam baju orang lain yang setidaknya bisa aku pakai. Setelah dicuci bersih, aku juga akan mengembalikannya."
Jovita berdecak, "Pinjam? Siapa yang akan percaya!"
Darius masih curiga. "Terus apa yang kamu lakukan sampai nggak pulang semalaman?"
Pamela menjawab, "Aku mendapatkan rumah sewa dan tidur di sana. Hari ini aku pulang buat beres-beres barangku yang ada di sini. Mulai sekarang, aku akan pindah."
Dia hanya menganggap bahwa kediaman Keluarga Dirgantara adalah rumah yang disewanya dalam kurun waktu tiga bulan.
Darius mengerutkan keningnya, bertanya bingung, "Pindah? Kamu mau pindah ke mana? Nggak tinggal di rumah, malah tinggal di tempat lain?"
Wulan menimpali dari sela-sela pembicaraan keduanya, "Darius, Pamela nggak akan tinggal bareng pria, 'kan? Tinggal bersama sebelum menikah itu nggak bagus. Kalau dia kehilangan kesucian dan reputasinya, nggak akan ada yang mau menikah dengannya. Reputasi keluarga akan tercoreng!"
Jovita menimpal dengan sinis, "Heh, semalam saja nggak pulang dan sekarang pakai baju pria. Kesucian apa yang bisa dia miliki!"
Darius menatap Pamela dengan tatapan yang makin suram dan penuh kekecewaan.
Namun, Pamela menatap Wulan dan Jovita dengan senyum tipis.
"Terima kasih, Tante Wulan dan kakak atas perhatiannya! Aku hanya orang biasa. Nggak peduli apa yang aku lakukan, nggak ada yang akan mengenalku. Bahkan hanya sedikit kerabatku yang ingat padaku. Jadi, aku nggak akan bisa mencemari nama baik Keluarga Alister."
"Sebaliknya, kakak adalah seorang bintang besar dan sangat terkenal. Skandal sekecil apa pun bisa menjadi berita hangat. Kakak yang harus menjaga kesucian dan reputasinya. Jangan sampai ada media yang nggak bertanggung jawab, yang menulis kalau kakak jadi simpanan orang kaya atau semacamnya. Mungkin saja nggak akan ada yang mau menikahimu karena hal ini. Kalau sudah begitu, Tante Wulan yang akan cemas dan khawatir."
Jovita mengertakkan gigi karena marah, "Pamela, siapa yang kamu bilang nggak akan bisa menikah?"
Pamela melengos, "Oh, aku lupa. Kakak kemarin sudah menikah! Oh ya, Kak, mana pengantin prianya, Tuan Agam itu? Kenapa nggak kenalin aku sama kakak ipar?"
Mendengar kata-kata itu, suasana seketika membeku.
Kemarahan Darius beralih. Dia menatap tajam ke arah Wulan dan Jovita.
Pembahasan ini membuatnya marah. Karena pernikahan kemarin, harga dirinya hancur di depan teman dan kerabatnya.
Pamela menambahkan, "Ayah, sebelumnya, karena aku masih sekolah, tinggal di rumah memang nggak masalah. Sekarang, aku sudah dewasa dan punya pekerjaanku sendiri. Aku ingin belajar hidup mandiri. Jangan khawatir, aku nggak akan pernah melakukan apa pun yang bisa mempermalukan ayah meskipun aku pindah dari rumah."
Darius menoleh ke arah Pamela. Perilaku putri bungsunya jauh lebih baik dibandingkan dengan Wulan dan Jovita yang sudah mempermalukannya.
Dia pun melambaikan tangannya dan mengatakan, "Terserah kamu. Kamu boleh keluar dan tinggal di sana kalau mau, toh rumah ini juga sangat berantakan!"
"Terima kasih, Ayah."
Pamela menatap Wulan dan Jovita samar-samar, yang saat ini langsung kehabisan kata-kata. Setelah itu, dia berbalik dan melangkah ke lantai atas.
Pamela sedang berganti pakaian, tiba-tiba Jovita menerobos masuk.
Baru akan marah-marah, tiba-tiba Jovita melihat logo yang tercetak di bagian jas pria yang dilepas Pamela!
Apa!
Setelan itu ternyata merek mewah, yang merupakan model khusus VIP dari merek ternama kelas tinggi!
Bagaimana mungkin Pamela bisa mendapatkan pakaian pria berkelas seperti itu!