Bab 8
Di luar ruang pesta.
Karla melepaskan tangan Darel dan berkata, "Ada apa?"
"Ada apa denganmu, Karla? Siapa yang mengizinkanmu datang?" tanya Darel.
"Aku mendapat undangan, kenapa aku nggak boleh datang?" ujar Karla.
"Apa kamu pernah berpikir tentang apa yang akan aku hadapi setelah ini?" tanya Darel. Dia terlihat sangat marah, tetapi karena banyak orang yang lalu lalang di sekitarnya, jadi dia hanya bisa mengecilkan suaranya saat berbicara.
"Kenapa aku yang harus mempertimbangkan perasaanmu selalu?" ujar Karla sambil tersenyum datar.
Darel benar-benar sangat cemas saat ini, karena kabarnya bahwa pemilik Grup Cevora juga akan hadir hari ini. Dia tidak bisa biarkan reputasinya tercemar, karena itu akan mempersulit dirinya untuk bernegosiasi pada pesanan besar dengan Grup Cevora di masa depan!
Jadi kini Darel berkata tanpa berpikir, "Karena kamu berutang padaku."
Hati Karla bergetar sejenak.
Dari kecil hingga dewasa, alasan dia bisa terus menjalin hubungan dengan Darel hingga hari ini adalah karena Darel tidak pernah menyalahkannya atas kematian ayahnya.
Karla mengira dia memahaminya, jadi terkadang Karla bersedia untuk tetap sabar demi dia.
Namun, perkataan Darel tadi hampir menghancurkan semua khayalannya.
"Apa katamu?" ujar Karla seketika tidak bereaksi.
Darel juga baru menyadari bahwa dia telah mengatakan kalimat yang paling Karla pedulikan. Dia menahan bahu Karla dan berkata, "Karla, anggap saja kamu sedang membantuku. Bisakah kamu pulang saja? Nanti aku akan minta maaf padamu. Aku hanya ingin menjaga reputasiku, mungkin ini bisa membantuku menjalin lebih banyak kerja sama dengan Grup Cevora. Bagaimana menurutmu?"
Melihat Karla yang hanya terdiam tanpa mengucapkan sepatah kata pun, Darel menjadi panik.
"Karla, bisakah kamu pulang dulu?" Darel hampir berteriak.
Lihatlah, tidak berhasil membujuk, kini dia sudah marah.
Karla menarik napas dalam-dalam, lalu mendorong kedua tangannya dan tatapan mata yang dingin.
"Kenapa Bu Karla harus pergi? Grup Cevora masih ingin membahas tentang lanjutan turnamen dengan Bu Karla."
Terdengar suara wanita berbicara. Kini mereka berdua melihat ke arah suara tersebut.
Darel segera merapikan penampilannya dan dengan senyuman formal dia berkata, "Bu Devina."
Orang tersebut adalah adik kandung dari CEO Grup Cevora, yang bernama Devina. Dengan penampilan anggun memesona yang tidak dapat dibandingkan dengan orang biasa.
Namun, ketika Karla berdiri di samping Devina, auranya sama sekali tidak kalah.
"Bu Karla, silakan masuk," ujar Devina mengundangnya.
Darel mengepalkan tangannya dan memberikan peringatan kepada Karla melalui tatapan matanya, "Karla, bukankah masih ada urusan di rumah? Aku juga bisa membicarakan masalah turnamen dengan Bu Devina."
Devina menggelengkan kepalanya dan berkata, "Masalah turnamen selalu ditangani langsung oleh Bu Karla dalam berkoordinasi dengan Grup Cevora. Jadi dalam hal ini, aku lebih percaya pada Bu Karla."
Menyadari sikap Devina terhadap dirinya, hati Darel terasa berat.
Pasti mereka salah paham bahwa dia adalah orang yang tidak tahu berterima kasih, jadi sikap mereka berubah!
Semua ini karena munculnya Karla!
Darel sudah menyalahkan Karla dalam hatinya untuk kejadian ini!
Karla langsung mengikuti Devina masuk ke ruang pesta tanpa menoleh.
Melihat ketidakpeduliannya, Darel merasa Karla semakin tidak bisa dikendalikan.
Tampaknya dia tidak akan berubah kalau tidak memberinya sedikit pelajaran.
...
Di dalam ruang pesta.
Semua orang berkumpul dengan ramai.
Dia adalah adik dari CEO Grup Cevora, siapa yang tidak ingin mendekatinya?
Devina sangat pandai bergaul. Setelah berbicara beberapa kata dengan mereka, dia membawa Karla untuk duduk di samping.
Sebenarnya dia juga disuruh oleh kakaknya.
Entah kenapa kakaknya tertarik pada Karla dan memintanya agar lebih memperhatikannya.
Hanya karena kakaknya masih di luar negeri, tidak bisa kembali dalam waktu dekat.
Pesta pernikahan beberapa hari yang lalu benar-benar menjadi bahan tertawaan di seluruh kota.
Devina hanya merasa Darel adalah orang yang tidak tahu malu.
"Bu Karla, aku harap kamu bisa terlibat langsung dalam karya sulam untuk Turnamen Seni Sulam September kali ini. Usahakan untuk meraih sebuah penghargaan," ujar Devina.
Grup Cevora sudah mendapatkan berita bahwa Grup Piara telah menerima informasi tentang kualifikasi untuk Turnamen Internasional tahun depan.
Jadi, Grup Piara akan mengeluarkan karya untuk Turnamen Seni Sulam September kali ini dengan atas nama Grup Cevora. Namun, pendapatan selanjutnya akan menjadi milik Grup Piara.
Jika menang, keduanya akan ikut serta dalam Turnamen Internasional tahun depan.
"Tentu saja, tapi mungkin perlu sedikit waktu lagi," ujar Karla. Dia masih sedang memperbaiki karya sulam itu.
Sambil berbicara, terdengar jelas suara Darel yang sedang memperkenalkan, "Ini istriku, Lenni."
Prang!
Gelas anggur di tangan Karla langsung terjatuh di atas karpet dan minuman tersebut tumpah di kakinya.
Devina melirik dan memberi isyarat kepada pelayan untuk merapikannya.
"Bu Karla, ada beberapa hal aku benar-benar merasa nggak adil untukmu," ujar Devina.
Devina sudah kenal cukup lama dengan Grup Piara dan sebagian besar dia bernegosiasi langsung dengan Karla.
Devina sangat menyukai dan menghormati Karla.
Namun, berakhir seperti ini sungguh mengecewakan.
Karla perlahan tersenyum, hatinya yang dingin seolah kehilangan rasa. Merah di matanya ditahan sekuat tenaga, tetapi tetap tidak tertahan.
Untung saja hanya ada Devina di depannya.
Devina memberikan selembar tisu kepadanya tanpa mengatakan apa pun.
Berbicara terlalu banyak hanya akan membuat Karla merasa malu.
Kini Devina melihat ke arah Darel dan berpikir harus mengadu pada kakaknya.
Karakter Darel memang sangat buruk.
Karla segera menenangkan emosinya.
Dia menoleh dan melihat Devina memberikannya sebuah kartu nama.
"Semoga suatu hari nanti kita akan jadi rekan kerja. Sebelum itu, kalau ada yang perlu dibantu, katakan saja padaku. Kamu sudah punya nomorku, ini kontak pribadi kakakku," ujar Devina.
"Grup Cevora - Daniel Collin"
Menurut kabar, tidak ada seorang pun di dunia sulam ini yang memiliki kontak pribadi CEO Grup Cevora.
Karla bahkan punya kontak kerja dan kontak pribadi dari bos itu.
Yang diberikan Pak Jakson waktu itu adalah kartu nama kerjanya Pak Daniel.
Karla ragu sejenak, akhirnya dia menerima kartu nama itu dengan berat hati sambil berkata, "Baik."
Setelah itu, Karla berbincang dengan Devina mengenai beberapa rincian spesifik turnamen. Kemudian dia meninggalkan pesta lebih awal dan kembali ke perusahaan.
Dia juga harus bekerja lembur untuk memperbaiki sulaman.
Pukul sepuluh malam.
Pintu kantor tiba-tiba dibuka oleh seseorang.
"Karla, apa kamu benar-benar ingin bertentangan denganku?" kata Darel.
Darel menendang bingkai sulamnya dan hampir mematahkan jarum di tangannya.
Karla mengangkat kepala dan berkata, "Darel, tahukah kamu apa yang sedang kamu lakukan?"
"Aku sedang memperingatkanmu!" jawab Darel.
"Kamu benar-benar memanfaatkan perusahaanku dan ingin menginjak-injak aku, 'kan? Baiklah!" kata Darel dengan tatapan marah.
"Mulai besok, kamu nggak lagi menjadi CEO di cabang perusahaan. Pergilah ke departemen sulam," ujar Darel.
Tidak hanya mencabut haknya, tetapi juga langsung melemparkannya ke departemen sulam?
Karla berdiri dan berkata, "Aku memegang 25% saham perusahaan. Kamu mencopot jabatanku?"
Darel tertegun dan kepalan tangannya bergetar.
Grup Piara didirikan dengan pengumpulan dana, jadi memiliki banyak pemegang saham.
Selain mereka berdua, masih ada tiga orang lainnya.
Ketiga orang itu adalah mantan pengrajin yang pernah menjadi tokoh besar di dunia sulam. Mereka juga menghasilkan banyak karya terkenal di dalam negeri.
Ketiga orang itu masing-masing memiliki saham sebesar 16%, 18% dan 10%.
31% yang tersisa adalah milik Darel.
Mengalihkan jabatannya perlu persetujuan dari ketiga pemegang saham tersebut.
Karena pada saat dia menjadi CEO dari cabang perusahaan Grup Piara juga melalui kesepakatan bersama dari ketiga pemegang saham itu.
"Kamu ... bagus sekali! Aku nggak bisa memindahkanmu ke departemen sulam, kalau begitu kamu jadi wakil CEO saja. Karla, aku sangat nggak suka pada wanita yang nggak patuh, kalau kamu terus seperti ini, aku rasa kita bisa mempertimbangkan kembali hubungan kita," kata Darel dengan marah.
Semakin Karla memberontak, semakin Darel ingin menghabiskan energinya.
Karla harus tunduk dan mengakui kekuasaannya!
Setelah itu, dia menatap Karla dalam-dalam, lalu pergi dengan membanting pintu.
Setelah pintu tertutup, Karla langsung bersandar pada dinding kaca.
Jelas-jelas Darel yang terus memaksanya, tetapi ketika dia sedikit melawan, Darel bahkan ingin merebut haknya di Grup Piara?