Bab 19 Merawat Dirinya Secara Pribadi
”Terbangun?” Pria itu menutup laptopnya dan melihat ke arahnya.
“Mm…” Arianne ingin berdiri namun bahkan pergerakan kecil pun membuatnya kesakitan di bahu kirinya. Lantas dia teringat apa yang terjadi.
Mark Tremont mendekat untuk melihat lukanya. “Jangan bergerak.”
Arianne patuh sementara desakan kebutuhan dari bagian perut bawahnya membuatnya sangat canggung. Dia ingin pergi ke kamar kecil namun hanya ada Mark Tremont disini dan kemampuan mobilitasnya terganggu… Setiap gerakan kecil akan membuat lukanya terasa sakit.
Seakan merasakan ketidaknyamannya, Mark Tremont bertanya, “Kau mau pergi ke kamar kecil?”
“Ya…” Arianne Wynn tersipu.
Mark Tremont tidak berkata apa-apa saat dengan penuh perhatian membantunya bangkit, sikap lemah lembutnya tidak seperti seperti biasanya. Bahkan kemudian, Arianne masih berkeringat dingin dari rasa sakitnya. Perban di sekitarnya lukanya berwarna merah tua.
Arianne telah pergi ke kamar kecil dengan dibopong Mark Tremont. Ketika tangan Mark meraih celana Arianne, dia segera berkata, “Aku akan melakukannya sendiri!”
Menghentikan aksinya, Mark Tremont menatapnya, membuat Arianne cemas.
“Bisakah kau… sedikit menjauh?”
‘Menjauh’ bagi Mark Tremont hanyalah memalingkan wajah.
Menyadari bahwa dia tidak akan pergi, Arianne merasakan sedikit perjuangan batin sebelum dia menggerakan dirinya dengan tangan kanannya yang masih bebas. Meskipun begitu, setiap pergerakan, tidak peduli betapa kecilnya, memperburuk kondisi lukanya, terlebih ketika dia membungkuk. Bahkan gerakan paling sederhana tampak hampir tidak mungkin. Darah yang meresap dari lukanya telah mengubah warna baju pasiennya menjadi merah.
Ketia Mark Tremont tidak mendengar suara apapun dari balik tubuhnya, ia berbalik dan berkerut melihat warna gaun merah Arianne. Dia menarik turun celana Arianne dengan cepat lalu berbalik lagi.
Duduk di toilet dengan malu, Arianne tidak dapat leluasa untuk buang air kecil meskipun sangat mendesak. Jika ada lubang di lantai, dia akan merangkak masuk kedalamnya karena malu tak terkira...
Akhirnya, rasa malu menjadi tidak terasa bagi Arianne setelah dua puluh menit yang panjang.
Kembali ke atas tempat tidur, dia membenamkan dirinya dibalik selimut sementara Mark Tremont memanggil dokter untuk memeriksa lukanya seakan tidak terjadi apa-apa.
Dua pengawal datang mengirimkan makan sekitar pukul tujuh malam. Mark Tremont membawa semangkuk bubur ke tepi tempat tidur sebelum mendudukan Arianne. Saat posisi Arianne telah siap, dia menyendokkan bubur itu untuk menyuapinya.
Tidak berani menolaknya, Arianne makan perlahan. Rempah-rempah di dalam bubur mengalahkan rasa aslinya namun tidak membuatnya menjadi buruk. Dia dapat mengenali bubur ini dibuat oleh Mary.
Arianne terlihat tidak tenang, tidak terbiasa dengan sikap peduli Mark Tremont.
“A… Aku bisa melakukannya sendiri?”
Mark Tremont menatapnya dingin. Arianne menunduk tanpa sepatah katapun, bulu matanya yang panjang membuat menampakan bayangan di wajahnya.
Untuk setiap hari Arianne Wynn tinggal di dalam rumah sakit, Mark Tremont juga berada disana di setiap saat dan merawatnya tanpa tanpa meninggalkan ruangan itu. Dia masih terlihat galak dan kaku namun entah kenapa, dia merasa sesuatu telah berubah...
Ketika Arianne kembali ke kediaman keluarga Tremont, dia dapat bernafas lega. Setidaknya, dia tidak perlu disuapi lagi oleh Mark atau dibawa ke toilet dalam pengawasannya...
Arianne dilarang pergi keluar, untuk membuatnya dapat beristirahat. Di tidak dapat pergi ke sekolah, dia bahkan perlu mengajukan ujian susulan karena dia akan melewatkan ujian tengah semesternya.
Mark Tremont pulang ke rumah lebih awal sebelum tahun baru. Para pengawalnya memegang sebuah payung untuknya agar tidak terkena salju. Ketika dia memasuki pintu, dia berbau sedikit seperti hembusan angin dingin dan embun beku, sebelum akhirnya meleleh terkena pemanas di rumah.
Arianne baru saja menuruni tangga saat mata mereka bertemu, dan segera saling saling membuang muka.
Makanan mereka telah tersaji di meja makan saat Mark Tremont turun dari lantai atas setelah mandi. Sejuta pikiran terlintas di kepala Arianne saat dia duduk di meja. Mereka tidak saling berselisih akhir-akhir ini dan secara tidak langsung mempertahankan keharmonisan juga, dengan hati-hati bertindak. Mengingat perpisahan yang tidak menyenangkan sebelum acara kampus, Arianne bersyukur kecelakaan ini terjadi. Jika tidak, takdirnya mungkin akan berakhir lebih buruk.
Sajian di atas meja makan dilengkapi dengan rempah-rempah yang berlimpah. Hal ini telah berlangsung cukup lama dan Arianne mulai merasa jengah, tetapi tidak dapat dipungkiri bahwa dia terlihat jauh lebih baik. Kulit tubuhnya juga terlihat halus, sekarang ketika dia tidak diterpa angin kencang atau panas mentari. Bahkan pipinya terlihat lebih berwarna, yang membuatnya tampak lebih segar dan cerah.
Tanpa Arianne sadari, Mark Tremont kerap mencuri pandang ke arahnya saat ia sedang fokus makan. Melihat jelas bahwa dia telah tumbuh menjadi lebih feminim dari tampilan sebelumnya yang terlihat lemah, sebuah senyum yang sulit terlihat tersungging di ujung bibirnya.
Dia menjadi yang pertama menghabiskan makanannya, berdiri lalu berlalu ke lantai atas.
“Masuk ke kamarku jika kau telah selesai.”