Webfic
Buka aplikasi Webfix untuk membaca lebih banyak konten yang luar biasa

Bab 16 Kamu Tidak Sukarela Menikahi Calvin

Matahari terbenam, bulan pun terbit, dan senja menyelimuti. Makan malam keluarga ini terlihat harmonis, tetapi setiap orang menyimpan pikiran masing-masing. Menurut keinginan Hesa, dia ingin mengadakan pesta ulang tahun yang besar untuk Stevan. Namun, Stevan tidak suka keramaian, sehingga diputuskan ulang tahunnya cukup dirayakan dengan makan malam keluarga. Renata mengusap rambut pendek Stevan dan tersenyum. "Stevan, kado ulang tahun dari Kakak sudah ditaruh di kamarmu sama Paman Rudy." Mata Stevan berbinar mendengar hal itu, dia mengangguk senang. Akan tetapi, dia segera menunduk dan menyuap nasi ke mulutnya dengan patuh setelah menyadari tatapan Lila dan Revina. Perasaan Hesa sudah lebih baik. Dia meminta Rudy menuangkan anggur untuknya. "Sayang, jangan minum banyak-banyak," ujar Lila mengingatkan dengan cemas. "Tekanan darahmu tinggi, kata Dokter jangan konsumsi minuman beralkohol." Mendengar hal itu, suapan Renata terhenti meski hanya sebentar. "Aku lagi senang hari ini." Hesa mengangkat gelas anggurnya dan menyentuhkannya ke gelas Calvin. "Jarang sekali Calvin punya waktu luang dan bisa datang ke sini." Calvin tersenyum ringan, kemudian meneguk anggurnya dengan gerakan anggun nan berkelas. Renata tiba-tiba melihat sepotong ikan hadir di piringnya. Dia melihat ke samping dan menatap mata Calvin yang setengah tersenyum. Renata tersenyum balik. Pria itu cukup pintar berpura-pura menjadi suami yang baik. Revina di seberang dapat melihat tatapan antara dua orang itu. Hatinya terasa masam seraya mengangkat kakinya untuk menendang Lila di bawah meja. Lila mengerti dan mulai berbicara sambil mengambilkan makanan untuk Stevan. "Kami sebagai orang tua lega lihat kalian sangat mesra. Memang sudah berjodoh. Awalnya, Revina yang tunangan dengan Calvin. Eh, ternyata Revina kurang beruntung, malah Renata yang punya nasib baik." Lila tertawa setelah mengatakan ini dan mengambilkan sayuran ke piring Hesa. Sambil tersenyum, dia pun melanjutkan, "Sayang, apa menurutmu ini kecelakaan takdir?" Revina buru-buru menatap Calvin untuk melihat reaksinya. Calvin menoleh dan menatap Renata dengan senyum kecil. Raut wajahnya tenang tanpa perubahan. Renata membalas senyumannya, kemudian lanjut makan tanpa berkata apa-apa. Suasana menjadi hening. Hesa melotot pada Lila. "Sedang makan masih nggak bisa tutup mulutmu juga. Sudah berapa tahun sekarang, kenapa masih diungkit-ungkit!" Lila gagal melancarkan rencananya, lalu terdengar sedih saat berkata, "Aku bahagia. Meski Renata nggak pernah suka sama aku, selalu kuperlakukan dia seperti anakku sendiri. Menyaksikan Renata hidup bahagia sekarang, pastinya aku lega." Suaranya benar-benar dihiasi tangis yang tercekat. "Menjadi ibu tiri memang sulit seperti kata orang. Apa pun yang kulakukan selalu diartikan lain." "Ya, Ayah," sahut Revina pilu. "Nggak masalah kalau Renata salah paham tentang ibuku, tapi jangan salah paham soal niat baiknya." Renata mencemooh dalam hati. Kemampuan akting ibu dan anak ini benar-benar tidak bisa ditandingi. Dia lanjut makan seorang diri dan ingin cepat-cepat pergi setelah selesai, takut terkena sembelit kalau berlama-lama. Pahanya tiba-tiba terasa sakit. Dia terlonjak kecil dan menoleh ke arah pelakunya. Calvin memasukkan sepotong pare ke piringnya dengan tenang. Senyuman penuh makna memancar dari matanya. Tangannya yang lain disembunyikan di bawah meja, memegangi paha Renata. Bahkan, dia mencengkeramnya! Mengesalkan! Renata memelototi Calvin, diikuti suara "Plak!" Sendoknya dibanting ke meja makan! Lemparannya sangat kuat sampai piring dan sendok di atas meja melompat. Suara tidak terduga itu mengejutkan semua orang. Sementara itu, Calvin tersenyum tipis dan menatap Renata dalam diam. Alisnya terangkat ringan. "A-ada apa?" Lila tampak gugup dan buru-buru menutup mata Stevan, takut jika Renata melakukan sesuatu yang tidak pantas di depan Hesa. "Tante Lila!" Renata meliriknya, terdengar datar saat berkata, "Perjanjian pertunangan itu sudah tujuh tahun yang lalu. Ingatanmu sangat tajam, ya? Kebetulan, aku juga ingat. Kamu ingin aku bantu kamu mengingatnya kembali?" Revina menenangkan diri. "Renata, apa yang ingin kamu ucap?" Setelah itu, dia kembali menatap Hesa dengan wajah memelas. "Ayah, lihat. Renata membuat keributan lagi." Hesa hanya mendengus dengan wajah masam, tanpa bersuara. "Haha!" Renata meliriknya dan mencibir, "Kenapa mengadu? Kamu merasa bersalah?" Revina duduk tegak dengan kedua tangan saling bertautan dan bergumam, "Kenapa aku harus merasa bersalah? Yang tunangan dengan Kak Calvin sejak awal itu aku. Kamu yang mohon-mohon untuk menikah dengannya. Sekarang, kamu berpura-pura baik setelah mendapat keuntungan." Suaranya tidak terlalu keras, tetapi tidak terlalu pelan. Paling tidak, cukup untuk sampai ke telinga Renata. Dengan senyum menghina, Renata mengangkat sendoknya lagi, lalu mengambil sayuran untuk ditaruh ke piringnya. Lalu, matanya tertuju pada Hesa. "Tujuh tahun lalu, keluarga Castillo beruntung bisa menikah dengan keluarga Lewis yang statusnya lebih tinggi. Ayah lebih suka Revina. Tentu saja, kamu pasti langsung memilih Revina untuk dinikahkan dengan keluarga Lewis. Bukan begitu, Ayah?" Sebelum Hesa sempat membalas, mata Renata beralih menuju Revina. "Tapi, waktu itu, kamu yang nggak mau, 'kan?" "Aku ..." Revina sontak terdiam sesaat. Renata tersenyum dan membantunya mengingat. "Katamu, Tuan Muda keluarga Lewis itu lemah dan sakit-sakitan. Mungkin dia akan langsung mati suatu hari nanti." Calvin meneguk anggur merah miliknya, lalu mengangguk sambil tersenyum tipis. "Oh, ternyata aku lemah dan sakit-sakitan." "Aku nggak pernah bilang begitu!" Wajah Revina sontak merah padam, lalu pucat pasi dengan cepat. Terlihat silih berganti. Dia tidak menyangka Renata akan ingat semua dengan jelas meski bertahun-tahun telah berlalu. Dia buru-buru menatap Calvin dan menyanggah, "Itu cuma gosip orang. Kak Calvin waktu itu jarang terlihat. Aku dengar omong kosong dari orang lain." Renata tidak terburu-buru dan melanjutkan, "Kamu juga bilang kalau Tuan Muda dari keluarga Lewis mengidap sakit misterius. Kamu takut penyakit itu nggak bisa sembuh dan kamu tertular, 'kan?" Calvin mengangkat alisnya, justru tersenyum dalam diam. Revina membela diri. "Itu juga gosip yang disebar orang-orang!" "Oh, katamu juga, Tuan Muda di keluarga Lewis itu buruk rupa." Renata mengangkat pelan alisnya sambil mengembangkan sudut bibirnya. "Kamu bilang nggak akan bisa makan kalau menikah dengannya dan melihat wajah seperti itu setiap hari." Calvin mengalihkan perhatiannya pada Renata, begitu ringan saat berkata, "Aku buruk rupa?" Wajah Renata memancarkan secercah kegembiraan. Akan tetapi, menatap wajah yang begitu tampan di hadapannya ini, dia sengaja berkata, "Nggak seburuk itu." "Itu omong kosong yang aku dengar dari orang lain. Aku nggak pernah bicara begitu!" Revina menggigit bibirnya, terlihat nyaris menangis. Melihat putrinya disakiti, Lila pun membela, "Renata, semuanya cuma rumor liar yang dikatakan orang-orang. Mana mungkin Revina yang bilang begitu?" "Bukannya kamu juga percaya?" Renata tersenyum tipis, tampak manis dan ramah. "Tante Lila, aku ingat kamu menangis, teriak-teriak, bahkan mengancam bunuh diri ke Ayah karena masalah ini. Jadi, ayahku berubah pikiran dan membatalkan pernikahan Revina dengan Calvin." "Tante juga ingat, kamu nggak sukarela menikah dengan Calvin." Lila acuh tak acuh seolah tidak terjadi apa-apa. "Waktu itu kamu bilang, asal dia laki-laki dan kaya, nggak masalah siapa yang kamu nikahi. Katamu, tinggal bercerai kalau nantinya nggak suka. Begitu bukan, Renata?" Tanpa sadar, Renata menggigit sendok yang sedang disuapkan ke mulutnya. Dia tidak menyangka Lila akan melakukan hal ini. Sambil menyeringai, dia berpikir, 'Memang benar aku pernah bilang begitu, sih. Haha.' Calvin menoleh santai dan menatap saksama pada Renata. Mata Calvin tampak sedalam laut yang tidak terlihat dasarnya. Dia melontarkan satu pertanyaan. "Benarkah?"

© Webfic, hak cipta dilindungi Undang-undang

DIANZHONG TECHNOLOGY SINGAPORE PTE. LTD.