Bab 3
Gea meraih kain tipis berwarna hitam yang dihiasi renda. Dengan ragu-ragu, dia bertanya, "Ini bisa dipakai?"
Rasanya, meskipun mengenakannya, tetap saja seperti tidak memakai apa-apa.
Chika menatapnya tajam, "Kamu nggak paham, pria itu justru suka yang seperti ini, yang sedikit samar. Itu bagian dari kesenangan dalam pernikahan."
Sofia tersenyum lembut, "Percaya deh, kita nggak mungkin salah."
"Benaran?"
Gea menatap kain tipis itu. membayangkan sesuatu, perlahan wajahnya memerah menahan malu.
Malam ini, dia akan menjadi istri Sony.
Tiba-tiba, terdengar keributan dari lantai bawah.
"Coba aku lihat," kata Chika.
Lalu, dia berjalan menuju balkon.
Tidak lama, dia kembali dengan ekspresi cemas. "Gea, Sony kabur."
Gea terkejut, wajahnya langsung pucat, bahkan riasannya taidak mampu menyembunyikan kepanikan yang terpancar jelas di wajahnya.
Mimpi itu, menjadi kenyataan?
"Pernikahan dibatalkan."
Dua kata yang keluar dari mulut Sony seperti ledakan yang memecah keheningan, membuat tamu-tamu terkejut dan terdiam dalam kepanikan.
Pengantin pria kabur!
Pengantin pria kabur!
Candra panik dan langsung berlari menghampiri mobil pengantin yang sudah menyala. "Sony, kamu mau apa?" teriaknya, wajahnya tampak cemas.
Mobil pengantin itu sedang terbuka, sehingga apa pun yang ada di dalamnya terlihat jelas.
Sony menatap Candra dengan dingin, dan dengan tegas berkata, "Pernikahan dibatalkan, aku cabut semua janji yang pernah aku katakan ."
"Apa?"
Wajah Candra langsung pucat.
Sony tersenyum tipis, senyum yang dipenuhi ejekan. "Kamu seharusnya sudah bisa menebak ini sejak kamu mengurung Silvia!"
Kepanikan langsung terlihat di mata Candra, kekhawatirannya akhirnya menjadi kenyataan!
Tiga bulan lalu, dia terpojok oleh jebakan Sony, Hanan membawa Silvia ke hadapan Candra dan memohon agar dia membantunya melarikan diri dari Hatari.
Saat itu, dia baru tahu tentang Silvia.
Silvia memang tidak secantik Gea.
Namun, ada sesuatu pada dirinya yang membuat pria ingin melindunginya.
Dia begitu lemah dan polos, tampak sangat memprihatinkan.
Candra khawatir perasaan Sony terhadap Gea akan berubah setelah bertemu Silvia, jadi dia menyembunyikan Silvia dan mendesak agar mereka segera menikah.
Candra berniat mengungkapkan ini setelah pernikahan, namun siapa sangka, Silvia hilang malam ini dan sekarang dia tidak tahu keberadaannya.
Candra berharap pernikahan hari ini berjalan lancar tanpa masalah, lalu dia akan menjelaskan semuanya kepada Sony.
Namun, kekhawatirannya terbukti benar.
"Sony, dengar dulu, aku akan menjelaskan semuanya. Ini adalah hari bahagiamu dan Gea, jangan biarkan emosimu merusak perasaannya."
"Aku bilang, pernikahan dibatalkan."
Sony menatap Candra dengan marah, tanpa sedikitpun rasa iba, "Minggir."
Tiga bulan!
Candra sudah mengurung Silvia selama tiga bulan, dan dia tidak tahu sedikit pun. Dia bahkan berpikir Silvia sudah mati, lalu dengan bodohnya menyetujui pernikahan ini.
Kini dia tersadar, tiga bulan lalu, saat Candra mendesaknya untuk menikah, Silvia sudah berada di tangannya.
Keluarga Sutedja benar-benar menganggapnya bodoh!
Dengan semua luka di tubuh Silvia, Sony semakin membenci Candra.
Jika malam tadi bawahannya tidak menemukan Silvia tepat waktu, dia mungkin sudah diperlakukan dengan sangat buruk.
Bagaimana mungkin dia bisa menahan kemarahannya?
Candra sangat panik dan marah dia pun berteriak, "Sony, tenanglah, semua teman dan keluarga sudah datang, Gea masih menunggumu di dalam. Apa kamu tega membuatnya menjadi bahan ejekan?"
"Itu juga gara-gara kalian sendiri."
"Candra, mulai sekarang, aku dan keluarga Sutedja nggak ada hubungan apa-apa lagi."
Gea yang mendengar kalimat itu terhenti, bingung menatap calon suaminya di dalam mobil.
Sony melihatnya, jarak mereka hanya beberapa meter. Dengan jelas, dia melihat betapa pucatnya wajah Gea.
Gea, kini mengenakan gaun pengantin yang memesona. Gaun putih bersih itu menonjolkan kecantikan dan kemewahannya.
Dia kembali memukau Sony.
Sony berpikir, jika Gea tidak bertemu dengannya, dia pasti akan menjadi pengantin yang paling cantik dan bahagia di dunia.
Namun, mata yang begitu cerah dan berkilau itu, kini tampak pudar karena dirinya.
Sony merasa sedikit bersalah Dia telah menyakiti Gea.
Namun, dibandingkan dengan Silvia, Gea jauh lebih beruntung.
Sony menundukkan pandangannya, lalu dengan dingin berkata pada Candra, "Aku katakan sekali lagi, minggir."
Candra, melihat ekspresi Sony yang dingin, hatinya terasa hancur.
Dia tidak akan membiarkan siapa pun menyakiti putri kesayangannya, apalagi Sony.
Candra sangat tahu betapa dalam cinta Gea kepada Sony.
Dengan amarah yang membara, dia berteriak dengan tegas, "Sony, kalau kamu tetap pergi, kamu harus melangkahi mayatku!"
Mobil pengantin Sony melaju kencang, menatap Candra dengan ekspresi dingin.
"Jangan ..."
Gea berteriak dengan wajah panik.
Namun, ketika semua orang mengira Candra akan terhantam, mobil itu tiba-tiba berbelok tajam, melintas begitu dekat di sampingnya.
Candra terhuyung, tetapi langsung berlari mengejar mobil itu, "Kembali, bajingan, kembali ke sini!"
Sony benar-benar pergi meninggalkan Gea.
Gea ingin berteriak kepada Candra untuk berhenti, karena dia tahu, hati Sony sudah tidak lagi untuknya.
Bagaimanapun. cinta tidak bisa dipaksakan.
Namun, Gea hanya bisa diam, menatap mereka yang semakin menjauh.
Di persimpangan jalan, mobil Sony tiba-tiba berbelok, dan sebuah sedan melaju kencang ke arahnya, mengejutkan Candra yang berada di belakang mobil. Tanpa waktu untuk menghindar, tubuhnya terlempar ke udara.
"Ayah ... Astaga ..."
"Astaga ... Candra ..."
"Bu Pamela! Ya Tuhan, banyak sekali darahnya, cepat, panggil ambulans!"
Tahukah kamu warna langit itu seperti apa?
Saat itu, bagi Gea, langit tampak berwarna abu-abu.
Di luar ruang operasi,
Gea duduk di luar ruang operasi, mengenakan gaun pengantin mewah yang terbuka di bagian dada. Tubuhnya gemetar, tidak bergerak, seperti boneka tanpa jiwa, kehilangan semangat hidupnya.
Gaun pengantin yang semula putih bersih tanpa cacat kini ternoda oleh darah yang menggenang, sementara kulitnya yang telah memucat semakin tampak seperti kertas, kontras dengan darah yang mengotori gaunnya.
Darah yang mencoreng gaun dan tubuhnya seperti bunga mawar merah cerah, menciptakan keindahan yang rapuh dan memesona.
Ayahnya dibawa ke ruang gawat darurat, sementara ibunya dibawa untuk persalinan.
Kerabat keluarga Sutedja merasa marah dan tidak terima.
Namun, saat mereka melihat Gea yang duduk diam dengan wajah tanpa ekspresi, mereka merasa sangat iba.
Sony benar-benar kejam.
Gea tertegun, menatap tangannya yang penuh darah, pikirannya dipenuhi gambaran kecelakaan Candra yang terus berputar tanpa bisa dilupakan.
Sony jelas melihat ayahnya tertabrak.
Namun, mobilnya hanya berhenti sebentar, lalu terus berjalan pergi.
Dia memilih untuk pergi begitu saja dan meninggalkan mereka tanpa rasa iba.
Apa yang sebenarnya terjadi?
Kenapa Sony berubah seperti ini? Seharusnya hari ini menjadi hari yang paling membahagiakan bagi mereka berdua!
Mereka tidak bertengkar sebelumnya. Kenapa dia tiba-tiba bersikap seperti ini?
Gea teringat mimpi itu.
Apakah karena Silvia?
Silvia kembali?
Apa yang disembunyikan ayah dan Sony darinya?
Pamela selamat meskipun kehilangan banyak darah.
Candra pun selamat meskipun dalam kondisi koma.
Dokter mencoba menghibur mereka, mengatakan bahwa Candra akan membaik setelah siuman, tetapi dia tidak bisa memberitahukan kapan tepatnya dia akan siuman.
Setelah keadaan stabil, Gea mengantarkan kerabat pulang dan memberi petunjuk pada asistennya untuk menyelesaikan segala urusan.
Saat itu, dia tampak tenang dan terkendali.
Asistennya kembali dengan pakaian bersih untuk Gea.
Gea mengangkat bayi kecil itu, Gea yang biasanya tidak mudah menangis, akhirnya meneteskan air mata.
Setelah beberapa lama, dia meletakkan adiknya dan berkata, "Bi Siska, aku keluar sebentar, tolong jaga mereka baik-baik."
Pamela yang tengah terlelap tiba-tiba terbangun dan menatap Gea dengan amarah, "Kamu masih mau mencari dia, walaupun dia sudah berbuat jahat padamu?"
Gea memaksakan senyum tipis, "Tenang saja, Bu. Aku cuma ingin mencari jawaban. Aku akan segera kembali."
Gea berpaling dan meninggalkan rumah sakit.
Begitu dia keluar dari rumah sakit, seorang pria tinggi dan tampan, berjalan ke arahnya dengan wajah cemas, "Gea."
Dia teman baik Sony, Bobby.
Gea menatapnya dengan ekspresi datar, suara seraknya terdengar, "Kenapa kamu belum pulang?"
Bobby menjawab, "Aku nggak tenang meninggalkanmu. Kamu mau ke rumah Sony?"
Gea mengangguk.
Bobby berkata, "Aku akan nganterin kamu"
Gea tidak menolak dan naik ke mobil Bobby.
Dalam perjalanan, dia mencoba menghubungi Sony.
Dia menundukkan kepalanya, dia mencoba menelepon Sony.
Namun, panggilan selalu ditolak.
"Kenapa dia nggak angkat?" tanya Gea pada Bobby.
"Bobby, kamu tahu kenapa dia kabur?"
Gea menatap Bobby.
Bobby tahu tentang Silvia, tetapi ekspresi Gea yang tenang membuatnya merasa tidak nyaman. "Aku nggak tahu, ini adalah sesuatu yang harus kamu tanyakan langsung padanya."
Gea bisa melihat wajahnya dengan jelas di mata Bobby, wajahnya pucat dan tampak tidak bernyawa.
Dia menoleh ke arah jendala dan terdiam.
Sementara itu, di rumah keluarga Mardika.
Sony sedang makan malam bersama Silvia dan Dylan, dua saudara kandung itu.
Silvia baru saja bangun siang tadi, dia tampak lelah, kulitnya memucat.
karena bertahun-tahun tidak terpapar sinar matahari.
"Tuan Sony, Nona Gea datang."
Seorang asisten menghampiri Sony.
Sony pura-pura tidak mendengarnya dan mengambilkan beberapa hidangan yang dulu sangat disukai Silvia saat kecil.
Makanan itu tampak begitu familiar bagi Silvia, yang tersenyum cerah.
Sony menatapnya dengan penuh kasih sayang.
Beberapa saat kemudian, seorang asisten mendekat dan berkata, "Tuan Sony, Nona Gea masih menunggu di luar."
Sony teringat perbuatan Candra, dan dengan suara dingin menjawab, "Aku nggak mau menemuinya."
Begitu kata-kata itu keluar, Gea langsung masuk dengan langkah tegas. Di belakangnya, Bobby mengikuti dengan dua pengawal.
Melihat kehadiran mereka, Silvia terkejut dan berusaha berdiri cepat, wajah cantiknya berubah pucat seketika, ketakutan seperti rusa yang terperangkap.
Gea hanya terdiam di sana, terpaku. Silvia benar-benar kembali!
Sony menatap Gea sejenak, lalu bangkit dan memeluk Silvia yang tampak ketakutan, menghiburnya dengan suara lembut, "Nggak usah takut, mereka teman-temanku."
"Jadi mereka teman-teman Kak Sony?"
Tanya Silvia, senyum polos mengembang di wajahnya. Matanya yang jernih penuh dengan kepercayaan.
Semua itu sangat asing di mata Gea.
Setelah bertahun-tahun bersama Sony, baru kali ini Gea merasakan ancaman yang begitu nyata datang dari seorang wanita
Kecantikan Silvia begitu murni, tanpa cacat sedikit pun.
Seperti bunga mawar putih yang paling indah dan suci, yang tidak boleh disentuh oleh siapa pun.
Gea tersenyum pahit, seolah menyadari betapa ironisnya situasi ini. Yang paling menggelikan adalah kenyataan bahwa dia tidak tahu sejak kapan Silvia kembali.
Apakah ini berarti dia gagal sebagai tunangan Sony?
"Maaf, Tuan Sony, kami gagal menahan mereka."
Dua pengawal menunduk penuh penyesalan.
Sony menatap Bobby sekilas sebelum pandangannya kembali beralih ke Gea. Setelah beberapa detik, dia berkata, "Ikutlah denganku."
Suara Sony tetap lembut dan tenang, seolah tidak ada yang terjadi.
Namun, Gea tetap tidak bergerak. Dengan tegas, dia menunjuk ke arah Silvia, "Kamu kabur karena dia?"
Mungkin merasa bahwa tindakan Gea telah mengganggu Silvia, suara Sony berubah lebih dingin, "Kita bicara di atas."
"Nggak, di sini aja."
Gea berkata dengan tegas.
Sony menatap Gea dengan tenang. terdiam sejenak.
"Silvia, kita keluar dulu."
Dylan menggandeng Silvia dan mengarahkannya keluar dari ruangan.
Disusul oleh ART dan pengawal yang ikut meninggalkan ruangan itu. Sekarang, hanya tersisa Gea dan Sony.
"Apa kamu kabur karena dia?"
Setelah mereka pergi, Gea kembali bertanya.
"Kamu benar-benar nggak tahu?"
Sony menatap Gea tajam, seolah menilai apakah dia benar-benar tidak tahu. "Ayahmu mengurungnya di rumah lama keluarga Sutedja selama tiga bulan, tubuhnya penuh luka, semua itu karena perbuatan kalian, dan kamu nggak tahu siapa dia?"
Ayah mengurung Silvia?
Semua ini sangat mirip dengan mimpi yang dia alami, hanya saja Sony tidak menyuruh orang untuk melecehkannya.
"Aku nggak tahu apa yang kamu bicarakan, aku nggak pernah bertemu dengannya."
Gea berkata dengan wajah datar, "Kalau begitu, jelaskan kenapa ayahku mengurungnya?"
Gea tahu, jika Sony tidak punya hubungan dengan Silvia, tentu ayahnya tidak akan mengurungnya tanpa alasan.
Dulu, Sony pernah mengatakan padanya bahwa dia hanya menganggap Silvia sebagai seorang adik.
Namun, hari ini, demi Silvia, Sony rela meninggalkan pernikahan mereka dan mengabaikan hubungan yang telah terjalin selama enam tahun.
Sony menatap Gea terbelalak. "Kamu benar-benar nggak tahu?"
Gea tersenyum miris, suaranya serak dan kering, "Sony, tampaknya meskipun kita sudah mengenal satu sama lain begitu lama, kita sebenarnya nggak pernah benar-benar memahami satu sama lain."
Dia selalu merasa memahami Sony dengan baik, selalu percaya bahwa hubungan mereka tidak tergoyahkan. Namun, hari ini, dia baru sadar betapa salahnya dia.