Bab 2
"Apakah sudah ketahuan siapa yang melakukannya?"
Wajah tampan dan elegan Sony kini tampak gelap, tajam, dan dingin, seperti suasana sebelum badai besar.
Di usia 24 tahun, Sony berhasil menjadi CEO hanya dalam enam tahun, merebut kembali apa yang semestinya menjadi miliknya, dan mengukir namanya menjadi bos termuda dan tersukses di Hatari.
Saat melihat luka-luka di tubuh Silvia, hati Sony dipenuhi iba dan amarah. Siapa yang berani menyakitinya? Mereka mau cari mati, ya?
Anak buahnya menundukkan kepala, tidak berani menatap Sony. "Dylan sedang menyelidikinya, Tuan. Sebentar lagi, hasilnya akan keluar," lapornya.
Jika Gea hadir saat ini, dia pasti tahu betul bahwa mimpi buruknya semalam adalah kenyataan.
Karena Dylan masih menyelidikinya, Sony tidak bertanya lebih lanjut.
Dengan lembut, Sony menggenggam tangan Silvia, berusaha agar tidak menyakitinya. Pandangannya jatuh pada wajahnya yang lebam dan merah, perasaan sedih bercampur lega karena akhirnya, dia bisa menemukan kembali sosok yang hilang.
Gea pernah memberitahunya bahwa Silvia telah meninggal, tetapi siapa sangka, Silvia masih hidup dan kini terbaring tepat di hadapannya.
"Silvia!"
Sony memanggil dengan lembut.
Nada lembut itu, sudah sembilan tahun tidak pernah dirasakan oleh Gea.
Dalam kecelakaan mobil bertahun-tahun lalu, Sony kehilangan kedua orang tua dan salah satu kakinya. Dia berada di masa-masa yang kelam dan putus asa. Saat itu, Silvia-lah yang senantiasa menemaninya.
Dia pernah berpikir untuk mati, namun Silvia-lah yang menariknya kembali dari jurang gelap itu, memberikan cahaya dan kehangatan dalam kegelapan yang mengurungnya.
Namun kebahagiaan itu tidak bertahan lama. Enam bulan kemudian, paman Sony, Hanan, menangkap dan menjadikan Silvia tawanan untuk mengancam dirinya dan Dylan.
Sejak itu, Sony tidak pernah bertemu dengan Silvia lagi.
Selama bertahun-tahun, selain beberapa foto dari Hanan, Sony tidak pernah tahu keadaan Silvia, atau di mana keberadaanya.
Hingga saat pesta ulang tahun Gea, Sony bangkit diam-diam, menggunakan kekuatan keluarga Sutedja untuk membebaskan diri dari kontrol Hanan, mengambil kembali bisnis yang direnggut darinya.
Dalam kemarahannya, Hanan mengirim foto Silvia yang tergeletak berlumuran darah, tusukan pisau di dadanya, mengabarkan bahwa Silvia sudah mati.
Sony dan Dylan menyerang balik hingga Hanan tak lagi berkutik dan akhirnya membawa Hana ke jalan buntu.
Saat Hanan dipenjara, dia mengaku bahwa dia sudah membunuh Silvia.
Sony merasa hatinya mati, sehingga setuju dengan pernikahan yang dipaksa oleh Candra.
Dia merasa mengkhianati Silvia, namun dia tidak ingin menyakiti Gea.
Tapi kini, Sony telah melupakan semuanya tentang Gea. Dengan penuh kasih, dia berkata pada Silvia, "Dalam hidup ini, aku nggak akan pernah meninggalkanmu lagi. Nggak akan kubiarkan siapa pun menyakitimu."
Ini janji seorang pria.
Posisi Silvia di hatinya tidak tergantikan, bahkan oleh Gea yang telah menemaninya selama enam tahun.
Silvia tidur dengan tenang, seperti putri tidur yang anggun.
Sementara di ruang kerja, anak buah Sony beberapa kali ingin berbicara namun ragu.
Hari ini adalah hari pernikahan Sony dan Gea, tetapi hingga kini, Sony belum berganti pakaian, sepertinya dia lupa.
Seorang anak buah akhirnya memberanikan diri, "Tuan Sony, waktunya sudah hampir tiba. Anda harus segera bersiap menjemput pengantin."
Sony tetap tidak bergerak, seolah tidak mendengar.
Anak buah itu langsung menutup mulut, tidak berani berbicara lagi.
Namun setelah beberapa lama, akhirnya dia berdiri dan berkata, "Ganti baju."
Satu jam kemudian, konvoi mobil pengantin tiba di ujung jalan menuju vila keluarga Sutedja. Puluhan mobil mewah berjejer rapi, menambah suasana megah.
Keluarga dan teman-teman dekat sudah berkumpul, memenuhi vila dengan tawa ceria dan suasana yang meriah.
"Lihat, pengantin pria sudah datang," seru salah seorang tamu.
Suara tawa riang teman-teman dan keluarga terdengar dari lantai bawah.
Gea yang sudah dirias cantik, bergegas menuju balkon, meski melanggar peraturan adat. Dia melihat mobil pengantin yang perlahan berhenti di depan pintu gerbang.
Ibunya, Pamela, segera menegur, "Gea, cepat masuk! Itu pantang, loh!"
"Aku cuma ingin lihat sebentar."
Gea mengedipkan mata dengan nakal pada ibunya.
Pamela berkata, "Nggak boleh!"
Melihat wajah serius Pamela, Gea akhirnya dengan enggan berjalan kembali ke tempatnya.
"Kamu ini!"
Pamela menepuk pelan dahi Gea, "Diam di sini saja, aku dan ayahmu akan turun duluan."
Pamela lalu berpesan kepada beberapa sahabat Gea, "Nanti kalau Sony datang, kunci pintunya rapat-rapat. Jangan biarkan dia masuk sebelum waktunya, mengerti?"
Gea selalu tidak bisa fokus saat berhadapan dengan Sony.
"Tenang, Bu, kali ini aku akan nurut," jawab Gea.
Saat pertama kali bertemu Sony, pemuda berjas putih itu langsung mencuri hatinya. Dia telah menantikan hari ini begitu lama, jadi tak masalah jika harus menunggu sedikit lebih lama.
Mendengar suara kembang api dari luar, Gea memandang dirinya di cermin, dengan senyum bahagia di wajahnya, "Sony, akhirnya aku akan menjadi istrimu."
Dia telah menunggu hari ini begitu lama!
Di luar gerbang, Sony melangkah keluar dari mobil.
Dia berdiri di depan mobil dengan aura pesona yang memikat, begitu sempurna hingga para tamu melupakan kekurangannya.
Di bawah sorak-sorai, dia berjalan menuju vila, namun tiba-tiba telepon berdering.
Panggilan itu dari Dylan, tampaknya dia menemukan suatu informasi.
Sony mengangkat telepon, "Dylan, ada apa?"
Suara Dylan terdengar dari ponsel dengan nada yang lebih suram dari biasanya, "Aku sudah menemukan pelaku yang menyakiti Silvia."
"Siapa?"
Di hadapan Sony, Candra dan istrinya sedang tersenyum menuju ke arahnya.
Candra dan istrinya memandang pria tampan itu dengan senyum puas,
Dylan menjawab, "Pelakunya Candra. Silvia disekap di rumah keluarga Sutedja, dan Candra yang memaksa Hanan pergi."
Kata-kata Dylan membuat mata Sony memicingkan matanya. Semua kelembutan yang ada dalam dirinya menghilang.
Suara Sony menjadi dingin tanpa emosi, "Kamu yakin?"
Dylan dengan tegas menjawab, "Aku yakin."
Melihat Candra dan istrinya menyambut dengan senyum puas, Sony tersenyum sinis. "Kalau begitu, aku nggak perlu merasa bersalah atas apa yang akan kulakukan."
Sebenarnya, dia ingin menjelaskan semuanya kepada Gea, namun kini dia tidak ingin lagi berkata apa pun. Gea sudah lama tahu tentang Silvia, tetapi dia memilih untuk berpura-pura tidak tahu dan tetap menikah dengannya.
"Gea, aku benar-benar meremehkanmu!"
Di lantai atas, Gea sedang berfoto bersama sahabat-sahabatnya, setiap foto dipenuhi dengan auara kebahagiaan.
Chika memberikan sebuah kotak kepada Gea, "Gea, ini hadiah pernikahan dari kami. Tadi tante sempat melarang aku memberikannya, tapi sekarang buka saja, sepertinya kamu akan suka."
"Apa sih, kok misterius banget?"
Gea menerima kotak itu, lalu membuka isinya di bawah tatapan penuh harap sahabat-sahabatnya. "Ini ... apaan sih?"
Di dalam kotak tersebut terdapat sebuah set piyama seksi.
Chika tertawa nakal, "Ini hadiah untuk malam pertamamu!"