Webfic
Buka aplikasi Webfix untuk membaca lebih banyak konten yang luar biasa

Bab 10

Dulu, dengan polosnya, Gea mengira sikap Sony berasal dari egonya sebagai laki-laki. Dia berpikir Sony merasa rendah diri karena dia tinggal di rumah calon istrinya. Demi menjaga perasaan Sony, Gea berusaha keras meyakinkan orang tuanya agar menyetujui pernikahan mereka tanpa memaksa Sony untuk tinggal di rumah mereka. Tapi sekarang, mengingatnya kembali, Gea menyadari betapa bodohnya dirinya. Di suatu sudut, Lukas, Wildan, dan Sandi sedang berbincang, sama sekali tidak menyadari kehadiran Gea dan Bobby. Hingga keduanya berjalan mendekat. "Ka ... Kakak ipar." Lukas yang menyadari kehadiran Gea, tampak sedikit gugup. Wildan dan Sandi pun menatap Gea dengan sedikit canggung dan menyapanya serempak, "Kakak ipar." Saat yang sama, Sony keluar bersama Silvia. Begitu mencium aroma rokok, Silvia yang mungil menutup wajahnya sambil batuk-batuk. Sony merangkulnya dengan penuh perhatian, mengarahkan pandangan kesal ke Lukas dan dua lainnya, "Kalau mau ngerokok jangan di sini!" Namun, ketika melihat Gea berdiri anggun dan tenang, kata-kata Sony terhenti. Mengapa Gea ada di sini? Gea tetap terdiam. Dia melirik Silvia sekilas, lalu dengan tatapan dingin menoleh ke arah tiga pria yang sedang merokok, "Kakak ipar kalian itu dia, jangan salah manggil lagi!" ujarnya dingin. Betapa ironisnya! Baru seminggu lalu, mereka hampir menikah. Namun kini, Sony telah merangkul wanita lain. Mantan kekasih yang dulu begitu dekat, kini berubah menjadi sosok yang asing. Dunia memang tidak pasti! Gea memalingkan pandangannya dan melangkah masuk ke lift. Ketiga pria itu refleks melihat Sony yang terdiam tanpa ekspresi. Setelah meninggalkan Royal Garden, dia pergi ke rumah keluarga Cahyadi. Bobby membelikannya obat penawar mabuk yang membuat Gea merasa lebih segar. Di kediaman Cahyadi, seorang asisten memeriksa mereka dan mengambil tas serta ponsel milik mereka.. Setelah itu, Gea akhirnya bertemu Wano. Wano adalah pria paruh baya yang sedikit gemuk. Dia selalu tersenyum dengan wajah ramah. Awalnya, Gea mengira dia adalah sosok yang baik hati dan penuh kehangatan. Namun kini, semua citra baik yang dulu dimiliki pria itu telah hancur di mata Gea. Wano menatapnya dengan senyuman, ujung bibirnya tetap melengkung, "Gea, udah datang ya, duduk dulu. Bikin teh buat Gea, cepat." teriak pria itu kepada asistennya. "Nggak usah, adikku di mana?" Gea langsung ke inti pembicaraan. Wano tersenyum, "Anak muda emang suka buru-buru, ya? Ibumu udah bilang, kan? Jadi, udah bawa barang yang paman minta?" Gea berbicara dengan tenang, "Aku dan ibuku masing-masing punya 10% saham. Kalau kamu membelinya, kamu akan menjadi pemegang saham terbesar perusahaan. Kue sebesar itu, bisakah kamu menelannya?" Grup Sutedja adalah perusahaan besar dan 20% sahamnya sudah bernilai miliaran rupiah. Menghadapi tatapan tajam Gea, Wano tersenyum lebar. "Gea, kita ini keluarga, nggak pantes kalo kita bicarain uang." Dia berhenti sejenak, senyumnya mulai pudar. "Jadi uang itu lebih penting daripada nyawa ayah dan adikmu, ya?" Ancaman yang begitu terang-terangan, membuat Gea hanya tersenyum dingin. Gea tersenyum dingin, "Kamu bilang nggak pantes membicarakan uang? Lalu, kamu kira aku akan memberikan harta keluargaku begitu aja?" "Gea, kalau kamu kasih aku 20% saham ayahmu, kamu masih punya 20% lagi. Kamu masih bisa hidup nyaman dan mewah." Wano berlagak seperti berbicara dengan niat baik, "Ayahmu masih koma, hubungan kamu sama Sony udah berantakan, kamu juga nggak ngerti soal perusahaan. Jadi, buat apa pegang saham sebanyak itu? Jangan serakah deh, Gea!" "Wano, kamu keterlaluan!" Ucap Gea marah. Bagaimana dia bisa berkata seperti itu dengan wajah tanpa dosa?' batinnya. Wano tertawa mengejek, mengabaikan amarah Gea. "Paman mau kenalin kamu dengan laki-laki tampan. Mumpung kamu di sini, kamu temui dia, ya?" Lalu, seorang pria berusia tiga puluhan masuk, mengenakan setelan rapi, rambutnya tertata rapi. Dia terlihat elegan dan berwibawa. "Fajar?" Gea langsung mengenal pria itu. Fajar adalah manajer keuangan perusahaan dan seseorang yang sangat dipercayai oleh ayahnya. Tanpa disangka, dia ternyata bersekongkol dengan Wano. "Iya, aku nggak nyangka Nona Besar ingat aku." Fajar menatap Gea dengan tatapan penuh hasrat yang jelas terlihat. Wano berkata,"Gea, Fajar udah lama suka sama kamu. Dia rajin, ambisius, bahkan ayahmu juga suka sama dia." "Ayahmu kan masih koma, jadi paman yang akan wakilin kamu dan siapin pernikahan kamu dan Fajar." "Wano, kenapa kamu bisa ngomong gitu?" Gea mengepalkan tangannya erat, berusaha menahan amarah yang mendidih di dadanya. Dengan suara yang dingin dan penuh ketegasan, dia berkata, "Kamu pikir kalau adikku diculik, aku bakal nurut sama kamu? Kamu terlalu meremehkan aku. Kita lihat aja nanti!" Setelah itu, Gea langsung berbalik dan pergi dengan amarah yang terpendam. Dalam hati, Gea sempat mempertimbangkan untuk mengalah demi keselamatan ayah dan adiknya, selama Wano masih bertindak dalam batas wajar. Namun, sekarang dia sadar bahwa Wano terlalu tamak. Tidak hanya 20% saham yang dia inginkan, tetapi juga mengincar seluruh harta keluarga Sutedja. Jika dia menyerah, Wano akan menghancurkan keluarganya. Gea meneguhkan hati, dia tidak akan membiarkan keluarganya jatuh ke tangan Wano. Namun, tiba-tiba terdengar suara tangisan anak kecil, langkah Gea pun terhenti. Itu suara Sherly, adiknya. Gea sangat mengenal suara tangisan itu. Dengan cepat, Gea berbalik. Apa yang mereka lakukan pada Sherly? Wano menyimpan ponselnya dan menepuk tangan. Seorang pria masuk membawa kotak cantik yang dihias dengan indah. "Gea, kesabaran paman ada batasnya. Lihat dulu hadiah ini, lalu pikirin jawabanmu baik-baik." Setelah itu, Wano melirik pria tersebut. Pria itu membawa kotak tersebut dan memberikannya kepada Gea. Melihat kotak itu, hati Gea merasa tidak nyaman. Ketika kotak itu dibuka, dia langsung terkejut. Itu adalah telapak tangan bayi. Setelah melihat dengan saksama, benda itu ternyata kue berbentuk telapak tangan bayi yang justru membuat Gea semakin mual. Wano menghilangkan senyum palsunya, lalu menatap Gea tajam. "Malam ini kamu nginep di sini dan temenin Fajar. Beberapa hari lagi, paman bakal atur pesta pernikahan buat kalian. Kalau kamu nurut, keluarga kamu aman. Tapi kalau nggak, kamu tahu kan akibatnya?" ujarnya, sambil menunjuk kotak di tangan Gea. Menginap malam ini? Menemani Fajar?? Hah!

© Webfic, hak cipta dilindungi Undang-undang

DIANZHONG TECHNOLOGY SINGAPORE PTE. LTD.