Bab 20 Memamerkan Bakat
[Apa hanya aku yang sadar? Mak Lampir adalah satu-satunya di antara delapan orang yang berhasil berjalan sejauh ini dengan mudah dan napasnya nggak terengah-engah.]
[Sepertinya begitu.]
[Pantas saja dia langsung menyerah.]
Berikutnya, semua orang sibuk menajamkan salah satu ujung dahan yang mereka temukan dan membuatnya lebih halus sehingga lebih mudah dimasukkan ke dalam gabus.
Semua orang membiarkan Leo mencobanya terlebih dahulu.
Leo menusukkan dahan dengan hati-hati, tapi dahannya tidak bisa masuk lebih dalam. Dia mencoba lebih kuat, tapi alhasil dahan itu patah!
Berikutnya Hans, tapi dia juga gagal.
Zayn gagal.
Elliot gagal.
"Pak, misimu ini sangat susah. Kamu nggak ingin kami lulus, 'kan?" keluh Zayn.
Sutradara hanya tersenyum.
"Berikan botolnya kepadaku. Aku akan mencoba." Diana mengulurkan tangannya ke arah Elliot.
Elliot tercengang untuk sesaat. Dia tidak yakin apakah Diana telah memikirkan cara lain? Namun, dia masih menyerahkan botol anggur merah tersebut dan menunggu dengan penasaran.
[Yang benar saja? Mak Lampir ingin membukanya?]
[Dia nggak mempunyai apa-apa. Dia nggak mungkin membukanya dengan gigi, 'kan?]
[Wah!]
Semua penonton menunggu dengan penasaran.
Diana mengambil anggur merah tersebut. Dia memegang botol dengan satu tangan, lalu menepuk bagian bawah botol dengan tangan lain. Kemudian, terdengar suara "plop". Gabus pun terbang ....
Diana menangkap gabus tersebut, lalu melihat sutradara.
Sutradara bingung.
Semua orang tercengang.
Apa!
Semudah itu?
Kalau begitu, ngapain mereka tadi?
Pada saat ini, Hazel mengerutkan alisnya dan berkata, "Diana, kenapa tadi kamu nggak bilang kamu bisa membukanya? Kamu buat semua orang sibuk."
Meskipun nadanya terdengar lembut, Diana dapat mendengar dengan mudah kalau Hazel sedang menyerangnya.
Sekelompok pria sibuk tadi, tapi akhirnya botol tersebut dapat dibuka oleh seorang gadis dengan mudah. Pasti ada yang merasa tersinggung. Kata-kata Hazel seperti sedang mengatakan Diana sengaja membuat semua orang malu. Semua orang tentu saja merasa kesal padanya.
Sejak acara ini dimulai, Diana meninggalkan kesan tak baik kepada semua orang. Bagaimana dengan selanjutnya?
Diana tidak melihat Hazel, melainkan menatap keempat tamu pria itu dan berkata, "Maaf, aku nggak lelah. Aku memang nggak berencana merebut tempat dengan kalian. Selain itu, ini pertama kalinya aku membuka anggur merah dengan cara ini. Sebelumnya aku nggak tahu apa itu akan berhasil atau nggak."
"Apa? Apa kamu nggak pernah minum anggur merah sebelumnya?" Suara Hazel sangat kecil dan dia seperti sedang berbicara dengan dirinya sendiri. Namun, semua orang dapat mendengarnya dengan jelas.
Ekspresi Diana menjadi sinis, lalu dia berkata dengan dingin, "Aku nggak punya orang tua sejak kecil. Nenekku yang berusia 80 tahun yang mengurus satu keluarga. Aku saja nggak pasti dapat minum air putih, jadi bagaimana aku bisa minum anggur merah?!"
Diana tidak melebih-lebihkan. Nenek Rosnah mengandalkan memungut sampah untuk mencari nafkah. Dia tidak mampu membayar tagihan air dan listrik setiap saat. Jadi, Diana tidak pasti dapat minum air putih, 'kan?
Suasana menjadi hening.
Tatapan mata Zayn saat melihat Diana tampak sedikit rumit. Dia merasa Diana terlalu berlebihan dan jelas kalau dia ingin menyerang Hazel. Namun, dia juga merasa kehidupan Diana sangat susah dulu dan mungkin seharusnya mereka lebih baik padanya.
[Apa? Mak Lampir benar-benar begitu miskin dulu?]
[Kalau dia nggak memiliki orang tua dan hanya bisa mengandalkan neneknya, kemungkinannya besar.]
[Sepertinya dia memiliki adik laki-laki. Satu orang tua menjaga dua anak memang susah.]
[Sejujurnya, banyak pasangan muda yang kesulitan membesarkan anak.]
[Kenapa aku merasa Mak Lampir memiliki prasangka besar terhadap Hazel? Nadanya kasar sekali.]
[Ya. Hazel nggak mengatakan apa-apa, 'kan? Dia hanya bertanya, tapi Mak Lampir malah mengeluh kemiskinannya.]
[Tadi dia juga tampak sangat galak saat mengambil kalungnya.]
[Mak Lampir agak lebai.]
Hazel sedikit panik.
Dia takut orang lain menyadari kalau dia sedang menyerang Diana.
Hazel melihat semua orang, lalu melihat Diana. Dia tampak kasihan ketika dia meminta maaf. "Maafkan aku, Diana. Aku nggak tahu."
"Heh." Diana tertawa sinis.