Bersihkan Tubuh Saya Seperti Saat Kau Mengotorinya
"Rawat dia sampai sadar, tapi jangan sampai kabur. Sediakan makanan secukupnya." Setelah bertitah, Erland pergi menuju ke perusahaannya.
Dua jam kembali berlalu begitu saja bagaikan semilir angin, Chloe terbangun dengan mata kunang-kunang. "Ada apa ini?" rutuknya bahkan disaat-saat terlemah.
"Nona, tenanglah, dokter menyarankan anda banyak istrirahat," ucap si pelayan dengan perasaan sedikit terancam karena gossipnya gadis ini gila, itu yang disebutkan rekannya.
"Mana Erland?" Masih selalu tentang Erland yang mengisi semua ruang di jiwa dan raga Chloe.
"Tuan sedang pergi," jawab si pelayan. Wanita ini mengambil semangkok bubur, "silahkan makan bubur ini nona."
Chloe menantap bubur yang mengepulkan asap tipis, isi perutnya bergejolak. "Ada racunnya?" Selidiknya.
"Tidak nona, Tuan Erland tidak pernah meracuni manusia."
Alis Chloe sedikit berkedut. "Lalu apa yang dilakukannya pada manusia?"
"Hanya bertitah." Datar si pelayan.
Chloe berdecak kecil bersama cibiran, "Itu karena kau seorang pelayan!" ucapannya belum bisa diperhalus, apapun yang ada dalam pikiran akan diungkap walau menghina sekalipun.
Sekarang bibir si pelayan sedikit berkedut benci dan mengganggap gossip tentang gadis di hadapan benar adanya. "Nona, makan saja bubur ini. Saya yakin Tuan Erland tidak menginginkan anda mati kelaparan," celetuknya untuk membalas hinaan Chloe barusan.
Tanpa jeda, Chloe memandangi seluk beluk ekspresi si pelayan. "Rupanya seisi rumah ini hanya dihuni oleh orang-orang bejat!" Posisi duduk diambilnya dengan susah payah, "simpan saja buburnya dan keluar dari sini!" usirnya sedikit berteriak menggunakan sisa suara lima oktapnya.
Sepeninggalan pelayan, perut Chloe semakin bergemuruh hingga memaksanya harus memangsa bubur di dalam mangkok. "Ini tidak membantu, porsi makanku lebih dari ini!" rutuknya, kemudian memandangi beberapa pil di atas nakas, "separah ini keadaanku akibat perbuatan Erland? Ck, lucu sekali!"
Tidak ada yang Chloe lakukan, engsel-engsel di lututnya seakan terlepas hingga tidak memberi izin untuk melangkah. "Saya tidak boleh mati sekarang karena Erland harus bertanggung jawab." Chloe bergeming sesaat, "tidak, lebih baik mati di sini, sekarang dan saya akan mengajak Erland!" Kekesalan semakin memuncak saja hingga menghancurkan akal sehat.
***
"Bagaimana keadaanmu, membaik?" tanya Erland. Pria ini baru saja pulang dan yang dilakukannya adalah berdiri angkuh di depan Chloe dengan kedua telapak tangan masuk ke dalam saku celana bahan.
"Tidak ada yang membaik, kau pikir semudah itu lari dari masalah?" Pun dengan Chloe, dia memasang wajah angkuh dan menantang walau tubuhnya masih terkulai lemas dan tenganya hanya mampu digunakan sebatas duduk.
Erland berjalan ke sisi kiri Chloe, memerhatikan obat-obatan di atas nakas yang tampaknya masih utuh, kemudian menatap penampilan pemulung milik Chloe. "Jadi, kau masih belum membersihkan diri, bagaimana bisa gadis sepertimu menjadi istriku?" Santainya dengan ejekan.
"Bersihkan tubuh saya seperti saat kau mengotorinya!" tantang Chloe dengan wajah terangkat. Gadis ini masih duduk di atas tempat tidur, tapi keadaan ini tidak menyurutkan keberanian.
"Baik!" Erland menerima tantangan Chloe, pria ini menggendong si gadis ke arah kamar mandi, lalu melucuti semua pakaian.
Chloe hanya bergeming selagi menatap Erland dengan mata bulat, sekarang gadis ini tampak bagai boneka, tidak ada perlawanan lagi.
Erland menyeringai genit kala tidak ada sehelai benangpun menemani tubuh Chloe. "Jadi, sekarang kau menyerahkan tubuhmu begitu saja?"
"Ini tidak gratis, kau harus menikahiku!" Bagi Chloe sekarang tidak masalah bersikap bak placur, asalkan mendapat pertanggung jawaban. Lagipula apa yang harus dipertahankan? Bahkan daerah intinya sudah dibobol.
Erland menunjukan senyuman tidak terbaca, kemudian mengarahkan Chloe ke bawah shower. "Malam itu kau tidak pulang, tapi handphonemu tidak pernah berdering. Rupanya tidak ada yang peduli padamu, bahkan andai kau mati. Benar?"
Ingatan kematian orangtuanya segera merasuki pikiran Chloe. "Saya yatim piatu." Suara itu amat sendu.
Erland mengerjap, bahkan orang gila sekalipun tidak akan berdusta dengan mengatakan kematian palsu orangtuanya, hingga pria ini menarik kesimpulan jika Chloe berkata jujur. "Malang sekali nasibmu." Bukan iba, hanya mengatakan pendapatnya.
"Tapi saya memiliki seorang kakak, saya yakin dia akan mencariku!" ungkap Chloe dengan nada menakuti.
"Beruntung sekali kau memiliki kakak, tapi biarku tebak sepertinya kakakmu juga tidak peduli," ejek Erland.
Chloe mendengus kecil. "Kakak saya sedang melanjutkan pendidikannya di luar negeri. Asal kau tahu dia mengambil jurusan hukum, kakak akan menghukummu seberat-beratnya!" ancam Chloe dengan mata menyala.
Kakak yang dimaksud Chloe adalah wanita feminim dan lemah lembut sangat berbeda dengannya yang justru sedikit kasar dan grasah-grusuh, tapi walau lembut wanita itu juga bisa tegas saat menemukan kekerasan dalam bentuk apapun karena dia pembenci kekerasan, itu sebabnya jurusan hukum menjadi pilihan paling tepat. Namun, sudah tiga tahun mereka tidak bertemu bahkan saat orangtua mereka meninggal, kakaknya tidak pulang karena Chloe tidak ingin mengganggu konsentrasi belajarnya, hingga memilih merahasiakan ini.
"Jangan membicarakan hukum di depanku!" tegur Erland cukup garang.
Sekarang tubuh Chloe sudah bersih, Erland menyodorkan handuk putih. "Sekarang pakai gaun yang sudah saya sediakan," titahnya dengan suara normal.
Sebuah gaun indah sudah menggantung di dalam lemari. "Kenapa?" Kali ini Chloe sudah terlihat layaknya gadis normal.
"Pakai saja." Pun dengan Erland yang lebih tenang. Pria itu menonton Chloe, duduk santai di sofa memerhatikan semua kain yang menutup tubuh indahnya, mulai dari pakaian dalam sampai gaun yang dia sediakan.
Semua sudah lengkap membalut tubuh Chloe. "Sekarang apa?" tanya Chloe masih dengan wajah polos, belum mendapatkan warna make up sedikitpun.
Erland menyatukan kedua telapak tangannya hingga menciptakan suara tepukan dan dua orang pelayan datang menenteng alat make up lengkap. "Kami akan segera mendadani Nona Chloe." Laporan salah seorang pelayan.
"Dandani sampai terlihat sempurna," titah Erland.
Perintah adalah perintah, dua pelayan itu segera melakukannya, mendandani Chloe dengan hati-hati kala si gadis belum mengetahui maksud Erland. Tidak sampai tiga puluh menit, wajah Chloe sudah berubah sempurna, seperti titah Erland.
Erland menatap pangling, tapi tidak kagum. "Sekarang juga kau akan menghadap orangtuaku."
"A-apa? Memang orangtuamu di sini?" Ini terlalu mendadak untuk Chloe.
"Ikut saja." Datar Erland seiring memimpin langkah.
Gaun yang digunakan Chloe cukup membuat rusuh karena terlalu panjang melebihi mata kaki walau sudah memakai heels.
Setibanya di dalam mobil, Chloe baru saja memiliki kesempatan untuk protes, "Hei, ini sudah terlalu malam. Tidak sopan bertemu orangtuamu malam-malam begini!"
"Mereka orangtuaku, bukan orangtumu kan? Mereka akan selalu menerima putranya kapanpun, tengah malam sekalipun!" Santai Erland seiring menghidupkan mesin mobil.
Chloe bergeming karena sedang diserang sendu. Erland membahas orangtuanya, sedangkan dirinya tidak memiliki topik apapun tentang orangtuanya untuk dibahas.
Erland sadar telah salah ucap dan sukses menyakiti hati gadis di sampignnya, tapi tidak ada penyesalan sama sekali. Perasaannya datar, mati saat Sheilla memberikan kekecawaan sebesar gunung.
Sepanjang perjalanan hanya diisi hening karena Chloe sibuk menyalahkan nasibnya. Ditinggalkan orangtua di rumah sederhana dengan beberapa lembar uang yang harus dihemat. Seumpama Chloe hanya mendapat sebutir nasi setiap hari dan sekarang tubuhnya bersama seorang pria asing.
Apa arti diriku di dunia ini, apa benar dunia tidak membutuhkanku atau takdir baik membenciku?
Bersambung ...