Webfic
Buka aplikasi Webfix untuk membaca lebih banyak konten yang luar biasa

Bab 9 Pulanglah Bersamaku Malam Ini

Penampilan sederhana Danzel dengan rompi kasual hitam dan kaus cokelat di dalamnya tetap membuatnya tampil mencolok di tengah kerumunan. Merasa sedang diperhatikan, Danzel menoleh. Ariana cepat-cepat mengambil daftar menu di meja untuk menutupi wajahnya. Jika bukan karena kejadian malam itu, dia pasti akan menyapa pria itu dengan santai. Namun, sekarang, rasanya sangat canggung. "Kamu lihat apa?" tanya Daniel yang menemani Danzel malam itu sambil ikut menoleh. Dia hanya melihat para pengunjung restoran yang sedang memesan dan pelayan yang berlalu lalang. Tidak ada yang aneh. Danzel menarik pandangannya yang sempat tertahan sejenak. "Pemandangan," jawabnya singkat. "Restoran ini kamu yang desain, 'kan? Seharusnya kamu sudah nggak heran sama pemandangannya," kata Daniel sambil melihat sekeliling. "Desainnya bagus, tapi terlalu formal. Playboy kayak aku nggak bisa merasa bebas makan di sini." Ya, Daniel Rufley adalah buaya kelas kakap. Ke mana pun Daniel pergi, selalu ada banyak perempuan cantik yang mengelilinginya. "Itu untuk kebaikanmu juga," sahut Danzel dengan acuh tak acuh. Daniel mendengus. "Huh, terima kasih kalau begitu." Sambil mengobrol, keduanya diantarkan pelayan ke lantai dua. Ariana mengintip dari balik daftar menu dan mengembuskan napas lega. Siapa yang menyangka dia akan bertemu dengan Danzel di sini? Untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan, dia harus menghabiskan makanannya malam ini cepat-cepat. "Ariana?" Tiba-tiba, terdengar suara Leonard dari atasnya. Ariana mendongak dan melihat pria itu sedang memandanginya dengan heran. "Sudah lama? Tadi aku kena macet," ujar Leonard. Leonard pergi sejak sore, katanya ada urusan di kantor cabang. "Nggak. Aku juga baru datang," jawab Ariana dengan dingin, tanpa menunjukkan emosi. Setelah menyuruh pelayan untuk menghidangkan makanan, Leonard mengeluarkan sebuah kotak kecil yang terbalut beludru hitam. "Ini hadiah buat kamu. Selamat ulang tahun, ya." Ariana menatap kotak itu. Tanpa perlu membukanya, dia bisa menebak bahwa isi kotak itu adalah anting-anting. Leonard sudah sering memberinya perhiasan. Biasanya, urutannya adalah, kalung, anting-anting, lalu cincin. Pada ulang tahunnya yang terakhir, Leonard memberikan kalung berlian. Itu berarti sekarang giliran Ariana menerima hadiah anting-anting. "Ini dari pelelangan di Negara Preyra. Aku rasa ini cocok buatmu, jadi aku membelinya." Ketika melihat Ariana tidak bereaksi, Leonard membuka sendiri kotak itu. Benar saja. Isinya sepasang anting berlian berbentuk tetesan air yang dipotong dengan indah. Harganya jelas mahal. "Aku bantu pakaikan, ya," ujar Leonard, menawarkan. "Ayo makan saja dulu. Aku sudah lapar," balas Ariana. Saat ini, makanan sudah tersaji lengkap. Ariana mengambil sendok dan mulai makan tanpa memperhatikan hal lain. Seburuk apa pun suasana hatinya, jangan sampai lupa makan! Leonard terdiam sejenak. Sambil tersenyum, dia menyodorkan berbagai menu yang sudah dipesannya dan menyarankan agar Ariana tambah. "Kamu pernah ingin bergabung dengan Departemen Desain Arsitektur, 'kan?" tanya Leonard sambil menggigit makanannya. "Belum lama ini ada posisi kosong di sana." Ariana berhenti menyendok makanannya dan menoleh. Dia selalu merasa menyesal karena meninggalkan bidang yang disukainya. Dahulu, dia memang pernah mengatakan kepada Leonard bahwa dia ingin pindah ke Departemen Desain Arsitektur dan siap jika harus melamar kembali. Melihat ekspresi terkejut Ariana, Leonard berkata, "Aku belum lupa, tapi memang sampai sekarang belum ada posisi yang kosong. Kalau mau, besok atau lusa aku bisa memindahkanmu ke sana." "Oh, iya. Kemarin aku makan malam sama temanku. Kebetulan dia punya kenalan ahli saraf yang bagus. Aku sudah atur jadwal untuk memeriksakan ibumu dua hari lagi. Aku tahu, kamu ingin Ibu bisa ikut datang ke pernikahan kita." Ariana tidak memedulikan kalimat terakhir Leonard. Saat mendengar bahwa ada harapan untuk ibunya bisa sadar dari koma, dia tidak bisa menahan kegembiraannya. Ketika Ariana berusia empat tahun, ibunya mengalami kecelakaan mobil dan koma selama dua puluh tahun. Semua dokter yang telah memeriksanya tidak mampu berbuat apa-apa. Untuk merawat Ariana dengan baik, Henry terpaksa bercerai dan menikahi Larissa. "Apa ahli saraf itu bisa menyembuhkan ibuku?" Ariana menatap Leonard lekat-lekat. "Aku sudah mengirimkan riwayat kesehatan ibumu dan mereka bilang, kemungkinan besar ibumu bisa sadar dari komanya." Mata Ariana seketika berkaca-kaca. Sudah terlalu lama dia berharap ibunya bisa siuman. Begitu banyak cara yang dicobanya gagal. Kekecewaan yang menggunung pun membuatnya perlahan berhenti berharap. Leonard mengambil tisu untuk mengusap air mata Ariana. "Ariana, kalau ibumu bisa sembuh dan melihat kita menikah, dia pasti akan senang. Lupakan saja yang sudah terjadi. Pulanglah bersamaku malam ini."

© Webfic, hak cipta dilindungi Undang-undang

DIANZHONG TECHNOLOGY SINGAPORE PTE. LTD.