Bab 5
Beberapa orang tidak tahan lagi, "Charles, Valen keterlaluan. Dia selalu menindas Arelia!"
Mata Arelia tiba-tiba memerah dan berkata dengan nada sedih namun penuh kesabaran, "Charles, aku baik-baik saja. Hanya saja sepertinya Valen telah salah paham."
Tatapan dingin Charles tertuju pada wajahku. Rasanya agak sejuk.
Suasana pun menjadi tegang.
Aku menatapnya tanpa ekspresi, tanganku tanpa sadar terkepal erat dan diam-diam mencibir.
Kenapa? Apakah dia akan membela Arelia?
Mata Charles tiba-tiba beralih ke daftar peringkat. Dia melihatnya selama beberapa detik, lalu menatapku lagi dengan alis terangkat, "Nilai bahasa Indonesiamu cuma segini?"
Ekspresinya serius dan nadanya tidak puas yang terdengar seperti sindiran di telingaku.
Kamu ini melampiaskan amarah untuk Arelia?
Aku geram dan hendak membalas dengan senyuman sinis.
Akan tetapi sedetik kemudian, raut wajah Charles melunak dan bibir tipisnya agak terbuka, "Secara keseluruhan nilaimu lumayan. Teruslah bekerja keras."
"?"
Nada suaranya datar seolah sedang membicarakan cuaca hari ini.
Akan tetapi, aku bingung dan menatapnya seolah melihat hantu.
Charles ... sakit?
Melihat tatapan datarku, suara pemuda itu terdengar dingin seolah menegur, "Bengong? Kerjakan lebih banyak soal kalau senggang dan jangan terlalu fokus pada hal yang nggak penting."
Setelah berkata dengan nada dingin, dia pun melangkah pergi tanpa menghiraukan reaksi orang lain.
"..."
Semua orang menatap punggungnya dengan ekspresi yang sulit dijelaskan.
Dia ini sedang memarahi Valen, 'kan?
Benar ... kan?
Aku bahkan lebih terkejut lagi, tetapi entah mengapa aku merasa lebih baik setelah melihat Arelia.
Bagaimanapun, sekarang dia masih muda dan ingin mempertahankan sikap lemah lembutnya, tetapi ekspresi wajahnya agak berubah dan senyumannya memudar.
Aku mencibir dan menarik Cecilia pergi.
Setelah kembali ke kelas, kursi Charles kosong.
Aku membolak-balik buku soal ujian di atas meja dengan santai. Setelah membalikkan beberapa halaman, aku tiba-tiba merasa tidak asing.
Bukankah ini buku yang diberikan wali kelasku di kehidupanku sebelumnya?
Saat itu aku masih merasa pertanyaan-pertanyaan di dalamnya seolah dirancang khusus untuk melatih kelemahanku.
Bagaimana bisa ada di tas yang Charles berikan kepadaku?
"Valen, tadi Charles memujimu, 'kan?" Cecilia datang untuk menyela lamunanku dengan kegembiraan yang tak bisa dijelaskan.
"..."
Mark yang ada di belakangku berkata dengan terkejut, "Hari ini Charles akan pergi ke luar negeri untuk berpartisipasi dalam kompetisi dan seharusnya saat ini dia sedang dalam perjalanan ke bandara. Kok bisa datang ke sekolah?"
"Apa dia mampir untuk melihat hasilnya?"
"Yang satu di selatan dan yang lainnya di utara, mana ada searah?" Mark mengangkat kacamatanya, "Lagi pula, dia nggak mengikuti ujian, jadi apa gunanya melihat hasilnya?"
Aku menatap buku soal ujian di depanku dan aku merasa ada sesuatu yang mengganjal di hatiku, membuatku kesulitan bernapas.
Dalam kehidupanku sebelumnya, aku akan memamerkannya di depan Charles sesegera mungkin setiap kali aku membuat sedikit kemajuan, tetapi dia tidak pernah memujiku dan selalu mengkritikku.
Akan tetapi, tadi dia muncul di depan daftar peringkat dan mengatakan nilaiku lumayan?
Dalam keheningan, Arelia dan beberapa temannya memasuki pintu, lalu terdengar teriakan, "Arelia, Charles datang ke sekolah cuma untuk melihat nilaimu. Dia perhatian sekali!"
Suasana hati Arelia membaik, dia berbicara dengan suara manis dan malu-malu, "Aku juga nggak menyangka."
"..."
Kasus telah terpecahkan.
Aku benar-benar ingin bunuh diri karena berkhayal.
"Belajar, belajar!"
Aku menenangkan diri dan berkonsentrasi dalam belajar.
Kelak apa yang Charles lakukan dan katakan tidak ada hubungannya denganku. Aku benar-benar lelah menjalani kehidupan dengan perasaan tidak menentu dan emosiku yang selalu terganggu karena dia.
Saat berkonsentrasi belajar, waktu berlalu sangat cepat.
Pada ujian percobaan ketiga, aku menjadi peringkat sepuluh di kelas yang merupakan hal biasa.
Charles juga muncul sekali lagi setelah ujian percobaan ketiga. Setelah melihat daftar peringkat, dia buru-buru pergi dan sejak saat itu tidak pernah datang ke sekolah lagi.
Dia sangat peduli dengan Arelia.
Aku tidak peduli, tetapi aku selalu dipaksa untuk mendengar kabar tentangnya dari Mark.
"Charles menang kompetisi. Dia diundang oleh profesor asing peraih Hadiah Nobel untuk belajar di sebuah kelompok penelitian. Ini adalah kesempatan yang langka!"
"Charles sudah kembali, tapi ayahnya menyuruhnya untuk membantu mengelola perusahaan. Dia sibuk sekali."
"Charles akan pergi ke luar negeri lagi. Dia harus menghadiri rapat internasional dan mendiskusikan kerja sama dengan keluarganya."
"..."
Entah dari mana Mark mengetahui semua informasi itu. Dia tahu betul keberadaan Charles dengan sangat baik dan bersikeras untuk mengatakannya. Kalau bukan karena aku ingin bertanya tentang pelajaran kepadanya, aku pasti sudah lama pindah tempat duduk.
Akan tetapi, apakah Charles memang sesibuk itu di kehidupan sebelumnya?
Aku ingat di tahun terakhir sekolah SMA, dia tetap bersekolah sepanjang waktu dan aku mendesaknya untuk mengajariku setiap hari ....
Satu minggu sebelum ujian masuk universitas, entah mengapa Benny menggila dan bersikeras menyuruhku menghadiri perjamuan bersamanya.
Aku menyibukkan diriku dalam belajar dan berkata dengan kesal, "Nggak mau."
Benny memukul meja, "Valen, jangan lupa kamu masih pakai uangku dan tinggal di rumahku!"
Aku tidak bisa berkata-kata.
Baru tiga bulan sejak ulang tahunku yang ke-18 dan Benny sudah mulai memperhitungkan ini denganku?
Melihat aku tidak peduli, Benny melembutkan nadanya dan berkata, "Valen, anggap saja kamu membantu ayah, oke? Bukankah kamu suka gaun baru dari Galaksi? Ayah akan memberimu model terbaru!"
Aku meletakkan pena dan mengulurkan tangan tanpa ekspresi, "Lima set untuk musim semi, musim panas, musim gugur dan musim dingin."
Harga Galaksi tidak murah, lima set saja setidaknya dimulai dengan sembilan digit.
Aku langsung meminta jumlah besar, tetapi tidak memintanya sembarangan. Aku nyaris melewati batas kesabaran Benny. Aku meminta sesuatu yang mahal tanpa mempersulitnya.
Benar saja, wajahnya berkedut dan dia menyetujuinya sambil menggertakkan gigi, "Oke!"
Malam berikutnya, aku pergi ke hotel bersama Benny.
Benny sibuk bersosialisasi dengan orang lain, sementara aku makan kue di piring tanpa melakukan apa pun.
"Cantik, mau minum bersama?"
Gelas sampanye diulurkan kepadaku. Aku mendongak dan bertatapan dengan sepasang mata jernih. Sekilas aku bisa melihat kalau dia adalah pemain wanita.
Kelihatannya tidak asing, tetapi aku tidak ingat siapa dia.
Aku menghindari bir dan berkata dengan santai, "Maaf, aku masih di bawah umur."
Pria itu tertegun dan tanpa sadar berkata, "Maaf ...."
Dia berhenti sejenak sebelum berkat, "Hukum menetapkan anak di bawah umur nggak boleh minum alkohol?"
Tidak juga.
Aku tersenyum sopan, "Aku alergi terhadap alkohol."
Alasan yang tidak lazim itu justru membuat pria itu tertawa.
Dengan senyuman seperti itu, kekonyolan di wajahnya menghilang dan dia terlihat lebih segar.
Sepasang mata jernih menatapku dengan penuh minat, "Ayo kenalan, namaku James."
James?
Aku agak terkejut dan akhirnya teringat siapa orang ini.
James bertanya padaku sambil tersenyum, "Siapa namamu?"
"Valen, ayo sapa Tuan Muda Charles!" Suara Benny terdengar dari belakang.
Aku tanpa sadar menoleh dan setelah melihat adegan di belakangku, seketika rasanya seperti darahku membeku.
Apa yang ingin Benny lakukan!?