Bab 7
Kaira tetap dengan tegas menggelengkan kepalanya dan berkata pelan, "Aku nggak minum alkohol."
Awalnya, dia berpikir bahwa alasan seperti ini bisa membuatnya pergi, tetapi ternyata lawan bicaranya tetap bersikeras.
"Nggak masalah, kalau nggak bisa minum, bantu tuangkan untuk Kak Mike juga boleh, biar dia yang minum."
"Aku juga nggak bisa ...."
"Bahkan tuangkan minuman pun nggak bisa? Apa kamu sedang permainkan aku?"
Devin mulai kesal.
Omong kosong macam apa ini? Siapa yang percaya pasti ada masalah!
Bukankah orang-orang di Klub Sarna ini semuanya licik dan penuh akal? Kenapa wanita ini bahkan tidak punya sedikit pun kecerdasan sosial?
"Maaf, aku masih ada urusan lain, aku harus pergi dulu."
Kaira membungkuk, lalu bersiap untuk kabur.
Namun, baru saja dia mengangkat kakinya, Devin sudah dengan kasar berseru.
"Jangan pergi, diam di situ!"
Kaira patuh menarik kembali kakinya, menggigit bibirnya dan tidak berani bicara lagi. Dirinya takut kalau berkata lebih banyak, lelaki itu malah akan makin marah.
Kaira benar-benar tidak habis pikir.
Di Klub Sarna ini, ada banyak wanita cantik, banyak juga yang punya kecerdasan sosial tinggi, semuanya sangat pandai menyenangkan orang lain. Biasanya, kalau ada tamu yang mencoba menggoda dirinya, dia hanya perlu berpura-pura tidak peka, lalu tamu-tamu itu akan bosan dan menyuruhnya pergi. Karena itu, pekerjaannya selalu berjalan lancar. Tapi kenapa kali ini tidak berhasil?
Benar-benar aneh.
Karena kemarahan Devin, suasana di dalam ruangan menjadi canggung, tidak ada yang berbicara untuk sesaat.
Kaira merasa situasi ini sangat memalukan.
Saat ini, dia seperti monyet di kebun binatang, semua mata tertuju padanya.
Orang-orang di ruangan ini tidak habis pikir, kesempatan yang biasanya diperebutkan orang lain, kenapa dirinya malah tidak tertarik?
Setelah sekian lama, akhirnya Mike angkat bicara.
"Kamu boleh pergi."
Mata Kaira langsung berbinar.
Boleh pergi?
Kalau begitu, dia pasti harus pergi!
Tanpa mengatakan apa-apa, Kaira langsung melesat keluar.
Mike mengernyitkan alis.
Pergi begitu saja?
Benar-benar tidak ada rasa ragu sedikit pun.
Sama persis seperti wanita malam itu.
Hanya saja, entah kenapa, wanita itu tiba-tiba menjadi tamu yang tak diundang, membuatnya kehilangan minat.
Devin jelas tidak senang.
"Kak Mike, dia sudah nggak hormat padaku seperti ini, tapi kamu malah bela dia!"
"Kamu terlalu berisik."
"Itu semua cuma alasan. Sebenarnya, kamu memang suka yang seperti ini!"
"Omong kosong."
Nada bicara Mike tetap datar, sulit ditebak.
Kaira hampir sampai di pintu ruangan, tangannya sudah memegang gagang pintu dan siap keluar. Namun, tanpa disangka, dia malah bertemu dengan kepala pelayan di pintu.
"Kak Melly ...."
Kepala pelayan langsung menekan bahunya dengan kedua tangan, memaksanya berbalik, lalu mendorongnya kembali ke dalam ruangan.
Kaira merasa heran.
Kepala pelayan berbisik di telinganya.
"Orang-orang di ruangan ini adalah tamu paling terhormat di Klub Sarna kita. Kalau kamu membuat mereka nggak senang, kamu langsung nggak usah kerja lagi!"
"Tapi ... aku hanya antar minuman ...."
"Bisa tuangkan minuman nggak?"
Kaira baru mau bersikeras, tetapi kepala pelayan sudah menambahkan, "Kalau nggak bisa, pergi saja."
Terasa keheningan sesaat.
Langsung bisa, deh.
"Lakukan pekerjaanmu dengan baik, usahakan mereka minum lebih banyak, nanti ada bonus untukmu."
Setelah berkata begitu, kepala pelayan sudah mendorong Kaira ke samping Mike.
"Dia hanya pegawai baru, masih belum terlalu paham aturan, jangan diambil hati. Barusan dia hanya bercanda dengan kalian. Mana mungkin benar-benar nggak bisa tuangkan minuman, 'kan, Kaira?"
Kaira tersenyum canggung.
"Ya."
"Bagus, layani dengan baik." Kepala pelayan menepuk-nepuk bahu Kaira, lalu berpaling kepada tamu-tamu lainnya di ruangan. "Belakangan ini, kami juga punya beberapa paket baru, mau coba? Semuanya sangat menarik."
"Misalnya, 'Kelinci Emas Membawa Keberuntungan' seharga 776 juta dan 'Meriam Besar Menyala' seharga 1,16 miliar, semuanya sangat istimewa, lengkap dengan pertunjukan menarik."
Melihat akhirnya ada wanita di samping Mike, Devin langsung merasa puas. Dia merasa seolah baru saja membantu sahabatnya menyelesaikan urusan besar dalam hidupnya. Begitu senang sehingga dirinya ingin menghamburkan sedikit uang.
Dia langsung melambaikan tangan.
"Ambil semuanya!"
"Baik! Akan segera kami atur!"
Wajah kepala pelayan berseri-seri.
Pemasukan bulan ini bergantung pada momen ini!
Devin melirik Kaira sambil mengangkat alis.
"Karena kamu sudah di sini, apa boleh kita lihat wajahmu? Lepaskan masker itu sebentar."
Sebenarnya, dia sangat penasaran, seperti apa wajah wanita yang bisa membuat Mike tertarik.
Kaira refleks menutupi maskernya.
Kalau maskernya dilepas dan Mike menyadari dia adalah orang yang membuatnya kesal beberapa hari lalu, bukankah dia akan makin marah? Itu artinya, pekerjaannya benar-benar dalam bahaya.
"Itu aturan toko kami, nggak boleh dilepas ...."
"Apa susahnya? Di sini, kami yang tentukan aturan."
"Aku nggak terbiasa."
"Plak!"
Devin marah sampai membanting meja.
Seumur hidupnya, ini pertama kalinya seseorang menentangnya berkali-kali. Apa wanita itu mengira dia begitu sabar?
"Aku tanya, kamu ini nggak tahu siapa yang berkuasa di sini?"
Kaira menyusutkan diri di sofa, tanpa bersuara.
Karena tidak bisa membantah, Kaira bersikap masa bodoh.
Devin tiba-tiba berdiri.
"Kamu bahkan berani abaikan aku? Hari ini, aku pasti akan buka maskermu!"
Melihat dia berjalan ke arahnya, Kaira hanya bisa meringkuk lebih dalam, mati-matian mencari cara untuk menghindar.
Tiba-tiba, sebuah tangan menghalangi di depannya.
Dia mengangkat kepalanya dan melihat bahwa itu adalah Mike.
Mike menatap Devin sekilas.
"Bisa diam sebentar?"
"Aku yang nggak bisa diam? Jelas-jelas wanita ini yang nggak hormati aku! Dia pikir dia siapa?"
Mike hanya melirik dengan santai, memberi isyarat mata agar Devin duduk kembali.
Devin mendengus kesal, tetapi akhirnya kembali ke tempat duduknya dengan berwajah masam. Dia tiba-tiba melontarkan satu kalimat.
"Nanti kalau ternyata dia jelek, kamu yang bakal menyesal!"
Mike tidak menanggapinya dan tetap minum.
Kaira melihat gelasnya hampir kosong, langsung mengambil botol dan menuangkan lagi.
Dia sengaja memilih minuman yang paling mahal.
Demi bonusnya!
Tak lama kemudian, paket-paket yang dipesan Devin satu per satu mulai berdatangan, membuat ruangan jadi lebih ramai. Demi memancing orang agar minum lebih banyak, Klub Sarna menyiapkan berbagai macam atraksi. Kadang ada suara gong dan kembang api kecil di sebelah botol minuman, kadang ada sekelompok wanita cantik berbaju ketat menari di dalam ruangan, benar-benar meriah.
Melihat dua orang itu masih tetap tenang, Devin jadi ingin membuat onar, menaikkan intensitasnya.
Kalau tidak, suasana akan membosankan sekali!
"Kak Mike, mau cerita sedikit tentang pengalamanmu Rabu malam lalu? Kami semua penasaran, bagaimana bisa akhirnya kamu luluh?"
Di ruangan ini, hanya Devin yang berani bertanya seperti itu.
Tangan Kaira yang sedang memegang botol minuman mendadak kaku.
Rabu malam lalu?
Bukankah itu saat mereka ....
Kaira tidak menyangka mereka akan membahas ini. Dia buru-buru menoleh ke arah Mike, hanya ingin tahu bagaimana reaksinya.