Bab 1
Di kamar presidensial khusus Hotel Akasia di Kota Jafar, suara pria yang begitu seksi dan menggoda tiba-tiba terdengar di dekat telinganya.
Gisel Hinton tersentak. Kesadarannya segera kembali, pikirannya mulai pulih. Ingatan tentang malam sebelumnya perlahan menyeruak kembali.
Dalam sekejap, jantungnya hampir berhenti berdetak karena terkejut.
Pada saat ini, ruangan itu sangat gelap. Dia tidak bisa melihat wajah pria itu dengan jelas. Dia juga tidak tahu apakah pria ini adalah seseorang yang sengaja mereka atur untuknya.
Jika benar begitu, dia pasti bagian dari rencana mereka.
Kemudian, yang menantinya selanjutnya pasti adalah medan pertarungan berdarah.
Dia harus mencari cara untuk melarikan diri.
Gisel perlahan merogoh tasnya, mengambil sepasang borgol, lalu meletakkannya di sisi tempat tidur.
Ketika mengetahui bahwa pria itu tidak menyadari tindakannya, dia tiba-tiba menggunakan seluruh kekuatannya untuk mendorong pria itu ke sisi lain tempat tidur.
Ini adalah satu-satunya kesempatan yang dia miliki. Dia tidak boleh melakukan kesalahan sedikit pun.
"Manis ...." Pria itu tiba-tiba terkekeh pelan.
Gisel menarik tangan pria itu.
Dia membimbing tangan pria itu ke arah kepala tempat tidur. Kemudian, dia dengan cepat mengambil borgol yang sebelumnya diletakkan di sisi tempat tidur, memasangkannya di pergelangan tangan kiri pria itu. Ujung borgol lainnya langsung Gisel kunci ke tiang tempat tidur.
Dia berhasil memborgol pria itu ke tempat tidur.
Sesaat kemudian, Gisel melompat dari tubuh pria itu dengan cepat, lalu turun dari tempat tidur.
Semua gerakannya dilakukan dalam satu tarikan napas, begitu cepat hingga membuat orang lain tidak bisa bereaksi.
Pria itu tertegun sesaat. Sorot matanya yang tadinya samar mendadak berubah menjadi dingin dan tajam. Di dalam kegelapan, sudut bibirnya terangkat perlahan, memancarkan pesona mematikan yang disertai aura dingin hingga menusuk tulang.
Berani-beraninya dia menjebaknya dalam situasi seperti ini!
Bagus! Sungguh luar biasa!
Tentu saja, wanita ini adalah orang pertama dalam sejarah yang bisa memborgolnya.
Meskipun tadi dia memang sedikit lengah, kecepatan, kelincahan, serta respons Gisel benar-benar membuatnya terkejut.
Menarik sekali!
Pria itu menggerakkan pergelangan tangannya yang terborgol, lalu perlahan duduk dengan punggung bersandar santai di kepala tempat tidur. Penampilannya tetap elegan dan tenang.
Dia tidak mengatakan apa-apa, hanya sepasang matanya yang tajam mengunci pandangannya pada Gisel. Dalam gelap, tatapannya seperti mata serigala yang mengunci mangsanya.
Sekali terkunci, tidak akan ada peluang untuk bisa lolos!
Ruangan ini adalah ruangan pribadi milik Jason Dallas, dirancang dengan tingkat kerahasiaan yang sangat tinggi. Kaca khusus serta tirai tebal memastikan cahaya dari luar sama sekali tidak dapat masuk.
Tak peduli siang atau malam di luar, ruangan itu pasti akan selalu gelap sepenuhnya. Wajah seseorang sulit terlihat di dalam sini, hanya bayangan samar yang bisa dikenali.
Jason, dengan penglihatan yang telah dilatih secara khusus, jauh lebih unggul daripada orang biasa. Meskipun dia juga tidak bisa melihat dengan jelas, dia masih bisa mengenali lebih baik dibandingkan kebanyakan orang.
Sementara Gisel sibuk mencari sesuatu, Jason melepaskan pelacak dari jam tangan di pergelangan kirinya.
Dengan gerakan jari yang ringan, pelacak itu meluncur dengan jarak pendek yang hampir dalam garis lurus, dengan sempurna jatuh ke dalam tas Gisel yang belum sempat dia ambil.
Gerakannya bersih, cepat, tanpa suara serta tanpa jejak.
Gisel sama sekali tidak menyadarinya.
"Apa kamu pikir kamu bisa melarikan diri?" Di saat-saat terakhir, dia memutuskan untuk memberikan peringatan kecil, agar wanita itu tidak menjerumuskan dirinya lebih dalam ke jurang kehancuran.
Gisel telah dilatih sejak usia tiga tahun untuk menjadi pewaris keluarga. Dengan kepintaran luar biasa, dia telah menjalani lima belas tahun pelatihan intensif dalam berbagai aspek.
Kini, dia terampil dalam bidang seni dan bela diri, pandai menganalisis dan membuat jebakan .... Ahem, maksudnya bijaksana dan bisa beradaptasi dengan baik. Dia bisa menjadi wanita yang imut dan manis, lembut dan penuh pesona, sekaligus tegas dan fleksibel. (Catatan: ini penting, perlu digarisbawahi.)
Menurut kakeknya, dia adalah yang terbaik di dunia, tak tertandingi.
Dalam delapan belas tahun hidupnya, kata menyerah tidak pernah ada dalam kamusnya.
Mau mengancamnya?
Sungguh lucu!
Dia sudah berhasil memborgol pria itu ke tempat tidur, jadi apa gunanya semua ancaman itu?
Heh, dia tidak bisa bergerak sekarang. Sepertinya hanya bisa mengandalkan ancaman kosong.
Gisel langsung tertawa. "Bisa."
Dia, putri Keluarga Hinton, memang selalu seberani ini.
Jason tampak tertegun sejenak. Nada bicara yang penuh provokasi dan kesombongan ini .... Apakah dia serius?
Ketika nanti dia berhasil menangkap wanita itu, dia berharap Gisel tetap bisa sesombong sekarang.
Tanpa menyadari bahaya yang sesungguhnya, Gisel berjalan ke pintu. Dengan punggung menghadap ke arah Jason, dia melambaikan tangan. "Borgol itu kamu buka perlahan saja, nggak perlu terburu-buru. Semoga beruntung! Sampai jumpa, nggak, kita nggak akan pernah bertemu lagi."
Pada saat itu, semua yang terlihat darinya adalah kebanggaan dan kepercayaan diri yang memuncak, bahkan sedikit arogansi yang cukup membuat siapa pun kesal.
Ya, benar. Itu memang arogansi.
Meski dalam kegelapan, Jason tetap bisa menangkap rasa puas dan sombong yang terpancar dari Gisel dengan jelas.
Dia menggerakkan pergelangan tangan yang terborgol, lalu tertawa kecil.
Apakah wanita itu yakin dia tidak bisa berbuat apa-apa sekarang?
Bagus sekali!
Apakah wanita itu juga yakin dia tidak akan pernah tertangkap olehnya di masa depan?
Terlalu naif!
Jika dia benar-benar membiarkan wanita itu melarikan diri, namanya bukanlah Jason Dallas.
Pandangan Jason melirik tas yang ada di tangan Gisel.
Dia tidak terburu-buru sama sekali. Pelacaknya ada di dalam tas itu. Mereka pasti akan segera bertemu lagi.
Tenang saja, itu akan segera terjadi.
Gisel keluar dengan penuh percaya diri. Namun, setelah keluar dari kamar, dia tidak berani membuang waktu sedikit pun. Dia langsung menuju lift nomor 5 yang terdekat.
Dia sadar pria itu bukan orang sembarangan. Jadi dia harus pergi secepat mungkin.
Namun, Gisel tetap saja meremehkan kemampuan Jason.
Di dalam kamar, Jason masih setengah duduk, tubuhnya bersandar santai di kepala tempat tidur. Pergelangan tangannya masih terborgol ke tempat tidur, sementara selimut tipis hanya menutupi pinggangnya. Tempat tidur itu tampak sangat berantakan.
Meski begitu, Jason tetap tenang dan elegan seperti biasanya, tidak kehilangan sedikit pun pesonanya.
Pelacak sudah diaktifkan, dia bisa dengan tepat menentukan lokasi Gisel melalui perangkat itu. Dia melirik titik merah yang bergerak di layar jam tangannya.
Dia melihat bahwa Gisel sudah masuk ke lift nomor 5 yang sedang berjalan turun. Sudut bibirnya perlahan melengkung. Di balik tatapannya yang dingin, tersirat senyuman tipis yang entah kenapa terasa mengintimidasi.
Gisel mungkin berpikir bahwa dengan memborgol Jason, dia bisa membatasi gerakannya. Namun, itu jelas sama sekali tidak efektif.
Dengan jam tangan khusus di pergelangan tangannya, Jason langsung menelepon. "Hentikan orang yang ada di lift nomor 5 untukku."
Satu panggilan, satu perintah, dilakukan hanya dengan memakan waktu kurang dari dua detik.
Untuk menangkap seseorang secepat mungkin, Jason tidak pernah membuang waktu.
Dia memang tidak berniat membiarkan wanita itu melarikan diri terlalu lama.
Namun, untuk saat ini, masalah borgol di tangannya masih perlu diselesaikan. Bagaimanapun juga, dia lebih berharap bisa menangkap Gisel dengan tangannya sendiri.
Dia ingin melihat langsung ekspresi seperti apa yang akan muncul di wajah rubah kecil yang sombong itu ketika dia berhasil menangkapnya.
Jason segera menelepon lagi, "Liam, datang ke kamarku."
Percakapan ini sederhana, tetapi dengan satu panggilan ini, Liam yang bersiaga 24 jam dalam situasi apa pun, pasti akan muncul dalam waktu kurang dari satu menit.
Jason kembali melihat titik merah di jam tangannya yang terus bergerak. Dia mengeluarkan tawa kecil. Setelah semua keributan ini, wanita itu bahkan belum keluar dari lift nomor 5.
Dia tidak keberatan mengakhiri pelarian wanita itu di lift tersebut.
Di luar, Harry sedang berjaga di dekat lift nomor 5, menunggu untuk menangkap mangsa yang masuk perangkap. Dia juga akan bergerak secepat mungkin.
Wanita itu tidak akan bisa lolos.
Berpikir bisa melarikan diri? Terlalu naif.
Setelah tidur dengannya, lalu memborgolnya di tempat tidur, dia berpikir untuk kabur?
Tenang saja. Nanti dia akan membalas semuanya, satu per satu, dengan sangat rinci!