Bab 10
Jane benar-benar mabuk, seluruh tubuhnya bergetar saat mendengar suara pria itu.
Jane membuka matanya dengan linglung, lalu menyadari jika dia merasakan tatapan penuh dengan kasih sayang di balik tatapan pria itu.
Jane segera menggelengkan kepalanya yang membuatnya semakin terasa pusing.
Pria itu segera membawanya pergi.
Setelah memasuki lift, emosi di dalam hati Jane baru meledak pada saat ini.
"Apa salahku? Kenapa kamu meninggalkanku! Kenapa kamu mengabaikanku? Apakah cintaku begitu memalukan?"
Air mata Jane terus mengalir turun yang membasahi jas pria itu.
Pria itu mengerutkan keningnya, "Dia menindasmu?"
Jane masih tenggelam dalam kesedihannya. Hidungnya terasa masam dan emosinya campur aduk, "Kevin, kamu bilang kamulah yang membesarkanku. Tapi kamu nggak memercayaiku dan menghinaku demi wanita lain."
"Aku bersumpah kalau aku nggak akan menyukaimu lagi, ini adalah terakhir kalinya!"
Pria itu menatap Jane setelah mendengar ini, tatapannya sedikit berubah, "Benarkah?"
Jane yang sedang menangis sama sekali tidak memperhatikan reaksi pria itu.
Jane meraih jas pria itu untuk menyeka air matanya. Tapi air mata Jane terus mengalir seperti tali manik-manik yang putus dan sama sekali tidak bisa dihentikan.
Tindakan Jane berhenti sejenak setelah merasakan bahan jas yang sedang dia pegang.
Sepertinya dia sudah merusak jas yang dibuat secara khusus.
Dia bahkan menganggap orang ini sebagai tempat pelampiasannya.
Dada pria itu sedikit naik turun, dia menggendong Jane ke sebuah kamar setelah keluar dari lift.
Kepala Jane tiba-tiba terasa pusing saat diletakkan di atas tempat tidur.
Cahaya kamar ini sedikit redup karena lampunya tidak dinyalakan.
Jane mengeluarkan ponsel dari dalam tasnya dan menekan tiga angka dengan susah payah.
Setelah pria itu keluar dari kamar mandi, dia memegang handuk hangat di tangannya.
Jane sudah tertidur pada saat ini, hanya saja tangannya masih memegang ponselnya yang terdapat angka 112 dengan erat.
Ponsel pria itu berdering pada saat ini, nada bicara orang di sisi lain panggilan terdengar sangat cemas.
"Baik, aku akan segera datang."
Pria itu menatap Jane untuk waktu yang lama sebelum meninggalkannya dengan enggan.
Keesokan harinya.
Jane mengira kepalanya akan terasa sangat sakit begitu bangun tidur, tapi ternyata tidak.
Saat ini Jane sudah mengenakan piama yang membuatnya merasa nyaman dan segar. Selain itu juga terdapat gelas termos di samping tempat tidur, Jane kebetulan sedang haus dan meminumnya. Air di dalam gelas yang masih hangat langsung menyegarkan tenggorokannya.
Jane memikirkan kejadian kemarin malam begitu bangun tidur.
Sepertinya dia diselamatkan oleh seorang pria tampan kemarin dan juga menganggapnya sebagai tempat pelampiasan?
Jane merasa familier dengan orang itu, tapi Jane sama sekali tidak bisa mengingatnya.
Selain itu, hanya terdapat dia seorang di tengah kamar yang luas ini.
Jane menurunkan tatapannya untuk menyembunyikan emosi di matanya. Saat Jane hendak menuruni tempat tidur, ponsel yang terletak di lemari samping tempat tidur berdering pada saat ini yang membuat tubuh Jane langsung menegang.
Saat melihat nama "paman" di layar ponselnya, tenggorokan Jane terasa sangat kering, bahkan menelan ludah saja terasa sangat sakit.
Jane tidak bisa mengendalikan perasaan masam di dalam hatinya, dia terdiam selama beberapa detik sebelum menjawab panggilan.
Jane langsung mendengar ocehan pihak lain, "Kenapa hari ini kamu nggak datang kerja? Jane, kamu semakin lama semakin suka bertindak dengan sesuka hati."
Jane terdiam dan teringat dengan dirinya yang didorong ke dalam jebakan oleh Kevin demi Lily. Jelas-jelas Kevin melihatnya dianiaya oleh seseorang, tapi Kevin tetap memilih untuk mengabaikan Jane dan meninggalkannya.
Jane tidak menginginkan perhatian dari Kevin lagi setelah begitu seringnya ditinggalkan.
Tidak buruk juga mereka mempertahankan jarak seperti ini, setidaknya Jane mengetahui jika dia tidak akan pernah bisa berdiri di sisi Kevin lagi untuk selamanya.
Dia harus perlahan-lahan belajar menerima hal ini.
Jane mengendalikan suasana hatinya dan berkata dengan tenang, "Aku akan pergi ke perusahaan sekarang."
Kevin tanpa ragu-ragu memutuskan panggilan mereka.
Jane langsung bekerja begitu tiba di perusahaan.
Masih tersisa waktu seminggu lagi sebelum dia pergi ke Negara Siras, Jane ingin melakukan serah terima pekerjaan untuk terakhir kalinya daripada membuat orang yang menggantikannya kebingungan.
Hampir semua orang di departemen hubungan masyarakat dididik oleh Jane, jadi saat Jane memberi tugas pada mereka, mereka tanpa sadar merasa gugup, "Bu Jane, sebelumnya Anda nggak membiarkan kami mengerjakan tugas ini. Kenapa Anda memberikannya pada kami sekarang?"
Jane menatap mereka dengan tenang, "Sudah berapa lama kalian bekerja di sini?"
"Setengah tahun."
"Delapan bulan."
"Tiga bulan ...."
Semua orang menjawab satu per satu.
Jane mengangguk, "Kalau begitu kalian harus punya kemampuan untuk menyelesaikan masalah ini secara pribadi. Kalian baru bisa maju setelah menyelesaikan semuanya dengan mandiri, apakah kalian mengerti?"
Mereka mengerutkan kening mereka saat melihat raut wajah Jane, "Bu Jane, raut wajah Anda terlihat sangat kuyu. Mata Anda juga terlihat bengkak seperti sehabis menangis."
Ucapan ini menghancurkan ketenangan dan hati Jane, Jane segera menundukkan kepalanya lalu melarikan diri ke kamar mandi untuk menyembunyikan rasa malunya.
Setelah tiba di kamar mandi, Jane melihat dirinya yang terpantul di cermin.
Benar juga, wajah Jane tetap terlihat kuyu meskipun dia sudah merias wajahnya.
Siapa pun yang melihat Jane pasti mengira dia sehabis diselingkuhi oleh pacarnya dan diusir dengan kejam.
Jane menarik kembali tatapannya, kedua jarinya yang ramping dan putih memegang wastafel.
Setelah Jane menenangkan dirinya, dia mendengar suara Lily di luar.
"Aku kasih tahu hal ini padamu karena kita sangat dekat, tapi kamu harus membantuku rahasiakan hal ini. Sebenarnya aku dan Kevin sudah kenal untuk waktu yang lama, dia juga terus menungguku selama ini. Kali ini aku kembali karena ingin bersama dengannya sepanjang hidupku."
Rekan kerja Lily langsung berkata, "Nona Lily, ternyata memang benar kalau kamu adalah cinta pertama Pak Kevin! Astaga! Pak Kevin benar-benar sangat romantis, dia bahkan tetap menunggumu selama bertahun-tahun meskipun kamu nggak tentu kembali."
Lily tersenyum manis yang membuat orang-orang semakin menyukainya.
"Jadi kamu harus rahasiakan hal ini. Kevin mau melindungiku, karena karierku sedang menanjak pada saat ini. Mengumumkan hubungan kami ke publik akan memengaruhi karierku."
"Tenang saja, Nona Lily. Aku mengerti!"
Raut wajah Jane memucat dan tanpa sadar ingin menghindar, tapi semuanya sudah terlambat.
Karena Lily sudah berada di hadapannya.
Lily meminta rekan kerjanya untuk pergi terlebih dahulu setelah melihat Jane.
Lily menatap Jane dengan tatapan berbinar, "Jane, kebetulan sekali. Kemarin malam aku mabuk dan mau minta Kevin untuk mengantarmu pulang, tapi Kevin bilang kamu adalah orang yang bertanggung jawab dan toleransi alkoholmu juga tinggi, jadi nggak akan terjadi apa pun padamu."
Lily berkata sambil tersenyum, tapi ucapannya seperti sebuah pisau yang sedang menguliti seseorang.
Kedua tangan Jane mengepal pada saat ini. Raut wajahnya masih terlihat tenang, tapi dia menatap Lily dengan tatapan dingin.
"Jane, Kevin bilang dulu dia terlalu memanjakanmu yang malah mencelakaimu. Tapi aku merasa kamu sangat baik, kamu bisa menemuiku kalau dia menindasmu. Aku akan melindungimu."
"Nggak usah khawatir. Dia nggak memedulikanmu, tapi aku memedulikanmu."
Jane tanpa sadar meremas roknya.
"Nggak perlu, aku akan segera pergi ke luar negeri."