Webfic
Open the Webfic App to read more wonderful content

Bab 3 Dasar Munafik

Chris tidak mendorongku menjauh. Keberanianku bertambah. Aku refleks melingkarkan tanganku di leher Chris dan menekannya mendekat tanpa tahu malu. Saat bibir kami saling bersentuhan, aku akhirnya mengerti kenapa pasangan itu suka sekali berciuman dan berpelukan. Ternyata! Berkontak dekat dengan lawan jenis itu akan membuat detak jantung bertambah cepat dan irama pernapasan menjadi menderu. Bahkan rasanya seperti disengat listrik dari ujung kepala hingga ujung kaki dan membuat sekujur tubuh seolah mati rasa. Jika ciuman saja sudah terasa seindah ini, apalagi jika lebih jauh .... Aduh, tidak usah kubayangkan! Gerald bergegas melangkah maju dan memarahi dengan wajah yang terlihat pucat, "Kamu ini benar-benar nggak tahu malu, Amelia! Berani-beraninya kamu mempermalukan pamanku di hadapan umum begini demi balas dendam padaku! Kamu pikir pamanku itu tipe orang yang bisa kamu permalukan seperti ini? Aku benar-benar nggak menyangka sekarang kamu jadi se-nggak tahu malu ini. Lihat saja nanti aku akan ...." Dia pasti mau bilang akan memberiku pelajaran. Sayangnya, ucapannya itu tidak terselesaikan dan suaranya mendadak menjadi lebih kecil. Aku refleks memiringkan kepalaku. Saat itulah aku secara kebetulan melihat bagaimana Chris memperingatkan Gerald dengan sorot tatapannya. Hahaha! Rasakan itu, Gerald! Mau sesombong dan searogan apa pun Gerald, tetap saja dia tidak ada apa-apanya di hadapan Chris. Semua orang di Kota Opena tahu bahwa lebih baik cari masalah dengan Gerald dibandingkan dengan Chris yang diibaratkan perwujudan nyata dari raja neraka di muka bumi ini. Raja neraka itu justru mendukungku. Jadi, apa lagi yang harus kutakuti? Aku pun memutar bola mataku. Lalu, aku menyahut sambil tersenyum kepada Gerald, "Ya, ya, ya. Mencium pria yang kucintai itu namanya nggak tahu malu, tapi kamu sah-sah saja mencium wanita yang kamu cintai. Dasar munafik." "Kamu ...." Gerald menatapku sambil mengepalkan tangannya, tetapi dia tidak berani melakukan apa pun padaku. Pada akhirnya, dia berjalan pergi sambil menggertakkan gigi. "Aku nggak akan melakukan apa pun hari ini demi pamanku. Ayo kita pergi, Valen. Kencan kita jadi hancur ...." Gerald pun menarik Valen dan berjalan pergi sambil menggerutu. Aku sama sekali tidak ambil pusing. Di kehidupan yang sebelumnya, aku bukan hanya mengalami gangguan jiwa, tetapi juga anoreksia kronis. Itu semua karena Gerald tidak pernah menyentuhku dan lebih memilih meniduri wanita lain di luar sana. Tinggiku sekitar 165 cm, tetapi berat tubuhku tidak sampai 70 kg. Siapa pun yang melihat sosokku pasti akan jatuh kasihan, tetapi Gerald tetap tidak peduli. Dia memang tidak memeloroti harta keluargaku ataupun menipu saudaraku, tetapi dia berulang kali menyiksaku secara mental yang efeknya sama parahnya dengan penderitaan fisik. Selama 15 tahun pernikahan kami, aku berusaha keras memperjuangkannya, tetapi akhirnya berusaha melupakannya dan membebaskan diriku. Namun, setiap kali aku mulai berhasil, Gerald selalu saja kembali. Dia memang adalah sosok seorang suami teladan di hadapan orang lain, tetapi di belakang pandangan semua orang, dia sudah menyatakan akan membuat hidupku begitu menderita. Bahkan saat aku sudah dirawat di rumah sakit jiwa. Gerald selalu mempekerjakan dokter terbaik untuk mengobati luka batinku dan setelah itu akan kembali menyakitiku lagi. Siklus seperti itu membuatku terus bolak-balik antara sembuh dan kembali terluka. Itu sebabnya di kehidupanku yang kedua ini, aku bertekad akan mengabaikan Gerald. Aku akan menjalani hidup yang bahagia sesuai dengan keinginanku. Beberapa saat kemudian, kami mulai makan. Namun, Chris tidak menggerakkan sendoknya. Aku pun mengerjap-ngerjapkan mataku sambil bertanya, "Kok Kak Chris nggak makan?" Menurut kabar yang beredar, katanya Chris suka makan rebus-rebusan seperti ini. Kami pun saling bertatapan dalam diam. Chris menatapku dengan sangat dingin, lalu berujar memperingatkan dengan nada suara yang lebih dingin lagi, "Apa yang terjadi barusan hanya insiden satu kali seumur hidup. Jangan sampai kamu ulangi atau aku nggak akan segan-segan." Ternyata Chris sedang marah. Dia merasa kesal karena aku memanfaatkannya untuk mempermalukan Gerald. "Iya, iya," jawabku sambil meletakkan sendokku. Setelah itu, aku langsung membuat campuran saus kesukaan Chris dan menyodorkannya ke depan pria itu. Sedangkan untuk daging sapi. Chris cukup menyukainya. "Sudah ya, Kak Chris, jangan marah lagi. Nih, cobain dulu sesuai selera Kak Chris atau nggak," ujarku merasa agak sombong. Dengan mengandalkan beberapa koneksi, aku jadi tahu apa saja yang Chris sukai selama tiga hari dia dinas. Misalnya saja bagaimana dia lebih suka warna merah. Demi dirinya, aku rela tampil cantik dengan pakaian apa saja yang berwarna merah. Dia suka wanita berambut panjang, jadi aku memutuskan untuk mulai memanjangkan rambutku. Aku menunjukkan rasa sukaku kepadanya secara terang-terangan. Chris balas melirikku. Demi sopan santun, dia pun mengambil daging sapi yang kuletakkan di atas piringnya dengan anggun dan ramah, lalu memasukkannya ke dalam mulutnya. Hehehe. Itu berarti Chris sudah memaafkanku. Sudah kuduga, dia itu lebih lembut dari yang terlihat di luar.

© Webfic, All rights reserved

DIANZHONG TECHNOLOGY SINGAPORE PTE. LTD.