Webfic
Open the Webfic App to read more wonderful content

Bab 9

Yuda secara kebetulan melihat kejadian tersebut. Dari sudut pandangnya, Jinan dan Xena tampak begitu dekat. Dia mengernyitkan dahi, selera makannya seketika menghilang. Xena menarik kembali lengannya. Genggaman tangan Jinan terlepas dari tangan mungil Xena. Setelah masuk ke dalam restoran, tak ada meja kosong tersisa di lantai satu. Jadi, mereka memilih meja dekat jendela di lantai dua. "Apa Anda punya alergi makanan?" tanya Xena. Jinan menjawab, "Nggak ada." "Mau rasa segar, pedas, atau manis ..." "Segar." Jinan menjawab pertanyaan wanita itu dengan singkat dan acuh tak acuh. Xena, "..." Pacar atau istrinya sanggup menghadapi sikapnya yang begitu dingin? Hidup bersama orang sepertinya pasti sangat membosankan. Xena memesan beberapa hidangan yang pernah dia makan, masakan dengan rasa relatif segar. Daging asam restoran ini juga cukup enak, tetapi rasanya agak manis. Xena memesan satu porsi. Selain itu, dia juga memesan sup daging. Saat menunggu hidangan disajikan, mereka berdua diam membisu. Situasi yang benar-benar canggung. Xena berusaha memcari topik pembicaraan. "Apa Anda kenal baik dengan Pak Wibowo?" Jinan menjawab, "Ya." Xena terkejut. Dia sama sekali tak pernah mendengar tentang Jinan dari Pak Wibowo. "Pasti Anda sudah menikah, ya?" Xena seketika merasa menyesal karena sudah melontarkan pertanyaan seperti itu. masalah ini sepertinya cukup pribadi. Awalnya dia ingin mengurangi rasa canggung, tetapi malah membuat suasana tambah canggung. Dia meremas-remas rambutnya. "Kenapa kamu berpikir aku sudah menikah?" Bukannya marah, pria itu malah balik bertanya. Xena menatapnya dengan hati-hati. "Saya rasa ... usia Anda sudah matang." Jinan mengedipkan mata. "Apa aku terlihat tua?" "Bu ... bukan." Xena segera memberi penjelasan. "Pak Jinan masih terlihat muda, kok. Hanya saja, pria yang berada di usia Anda sekarang rata-rata sudah menikah. Jadi saya secara naluri berpikir seperti itu, sama sekali tak bermaksud bilang Anda tua." Bukannya marah, Jinan malah menjawab pertanyaan Xena dengan serius. "Aku belum menikah." Dia terdiam sejenak. "Ada dosen yang ingin menjodohkanku dengan muridnya, tapi murid itu malah menikah dengan orang lain. Setelah itu, aku masih belum menemukan orang yang cocok." Mata Xena terbelalak. Astaga! Dia baru pertama kali ini mendengar pria itu berkata panjang lebar. Dia hanya terfokus dengan perkataan Jinan yang panjang. Tanpa memahami makna yang pria itu katakan. Pramusaji datang mengantarkan hidangan, memutus perbincangan santai mereka. "Saya sudah pernah makan masakan ini sebelumnya, coba cicipilah," ujar lembut Xena. Jinan menatapnya. Tersenyum tipis sembari berkata, "Ya." Selesai makan, mereka berdua kembali ke kantor firma hukum. Yuda mengikuti mobil mereka dari belakang. Jinan yang peka, segera menyadarinya. Setibanya di kantor firma hukum, Jinan berkata, "Jangan pulang dulu setelah selesai kerja." "Oh, baik." Xena mengira ada pekerjaan yang ingin disampaikan padanya, jadi dia tak banyak bertanya. Setelah selesai kerja, dia tak pulang dan menunggu Jinan. Pada jam 10 malam, Jinan akhirnya keluar dari kantor. "Maaf, membuatmu lama menunggu." "Nggak, kok. Saya juga sedang sibuk." Dia menunjuk tumpukan dokumen di atas meja. "Apa kamu sudah selesai membacanya?" tanya Jinan. Xena mengangguk. "Ya, semuanya sudah saya baca. Besok, saya akan menuliskan laporan tentang masalah yang saya temukan dan memberikannya pada Anda." "Nggak perlu repot-repot, kamu katakan saja langsung padaku." Jinan beranjak pergi. "Ayo." Xena, "..." Dia segera mengikuti dari belakang. "Kamu tinggal di mana?" Xena menjawab dengan jujur, "Hotel Keraton." Jinan menoleh ke arahnya. Ekspresinya seolah-olah penuh tanda tanya. Xena menjelaskan, "Saat ini, saya masih belum menemukan kontrakan yang cocok. Saya tinggal di hotel hanya untuk sementara." Perceraiannya dengan Sandy terjadi begitu cepat dan mendadak. Jadi, Xena tak sempat mencari tempat tinggal terlebih dahulu, dia pun terpaksa menginap di hotel untuk sementara waktu. Jinan mengangguk. Setelah masuk ke dalam mobil, Jinan langsung menyalakan mesin. "Jelaskan laporanmu." Xena, "..." Dia berpikir sejenak untuk merangkai kata-kata, lalu meringkas semua dokumen yang sudah dibaca selama dua hari. Total dari 10 kasus lebih, dia hanya bisa menemukan tiga yang bermasalah. Dia juga menyampaikan satu per satu masalah yang ditemukannya sendiri. Jinan bertanya, "Kalau itu kamu, apa yang akan kamu lakukan?" Dia berpikir sejenak, lalu menyampaikan solusinya. Jinan mengangguk. "Cukup bagus." Xena tak tahu itu pujian atau bukan. Namun, senyum di wajahnya tetap tak bisa ditahan. Pada siang hari, arus lalu lintas sudah cukup lancar, tak ada macet. Mereka segera tiba di hotel. Saat Xena bersiap turun dari mobil, Jinan memanggilnya, "Tinggal sendirian di sini itu nggak aman, banyak orang yang mengawasi." Xena terkejut. Dalam hatinya berpikir, orang secuek Jinan masih bisa mengkhawatirkan orang lain? Hari ini, dia memperbarui sudut pandangnya tentang Jinan. "Terima kasih, saya juga sedang mencari kontrakan." "Ya, alasanku menahanmu di kantor dan mengantarkanmu pulang larut malam, karena sepertinya kita diikuti oleh seseorang saat kembali setelah makan siang di restoran, kurasa targetnya itu kamu." Tak ada orang yang berani mengincar Jinan. Xena juga merasa agak bingung. Setelah dipikir-pikir lagi, dia juga tak pernah menyinggung siapa pun. Namun, Jinan yang berpengalaman dan cerdas takkan asal bicara. Tetap waspada adalah pilihan terbaik. "Saya akan lebih berhati-hati," ucap Xena. "Terima kasih sudah mengantar saya pulang." Xena berdiri di depan pintu mobil sembari mengangguk kepada Jinan. "Hati-hati di jalan." Jinan meliriknya sekilas, lalu tancap gas dan pergi. Xena mengantar mobil itu pergi, lalu berbalik dan masuk ke dalam hotel. Ngung! Ponselnya berdering.

© Webfic, All rights reserved

DIANZHONG TECHNOLOGY SINGAPORE PTE. LTD.