Bab 10
Dia mengambil ponselnya untuk menjawab.
"Halo ..."
"Ini aku."
"Yuda?" Xena merasa agak terkejut karena pria itu menghubunginya. "Ada apa?"
Yuda berdiri di seberang jalan sembari menatap sosok Xena. "Besok 'kan ulang tahunku, apa kamu bisa datang?"
Pada momen ini, kalau Xena menoleh ke belakang, dia akan melihat Yuda yang berdiri di belakangnya.
Xena terdiam sesaat, misalkan datang, pasti dia akan bertemu dengan Sandy.
Namun, dia sudah bersahabat baik dengan Yuda.
Dia, Sandy, dan Yuda adalah teman semasa sekolah.
Omong-omong dia sudah mengenal Yuda lebih lama dibanding Sandy.
"Oke."
Dia mengiyakan ajakan Yuda.
"Kalau gitu, tempat biasanya, ya," sahut Yuda.
"Iya."
Selesai kerja, Xena pergi membeli hadiah dan membungkusnya dengan indah.
Kemudian naik taksi ke Taman Cangkang, tempat di mana mereka berkumpul setiap ada yang ulang tahun.
Setibanya di depan pintu bilik, saat ingin membuka pintu, dia mendengar gelak tawa perempuan dari dalam serta suara Yifan.
"Kak Sandy, bukannya kamu dan Yuna pertama kali tidur bersama tahun lalu, ketika hari perayaan pernikahanmu yang ketiga? Saat kakak ipar mabuk berat, kamu dan Yuna pergi ke parkiran bawah tanah ..."
"Haha, aku juga ingat. Saat Yuna kembali, dia sampai kesulitan berjalan. Untungnya, kakak ipar nggak menyadarinya karena mabuk berat. Omong-omong, apa Yuna masih perawan?" tanya Yulian dengan antusias.
Xena tiba-tiba mengepalkan tangan.
Dia sudah tahu Sandy berselingkuh.
Namun, mendengarnya langsung tetap membuat perutnya mual.
Tubuhnya terasa sangat tak nyaman.
Dia tak menyangka, Sandy berani melakukan hal bejat seperti itu di depannya.
Xena tak mendengar suara Sandy, dia tak membantahnya, seharusnya itu sama saja dengan mengaku, 'kan?
Perasaan cinta selama tujuh tahun ini, sekarang seperti tak ada artinya lagi.
Pengorbanan dan rasa cinta selama tujuh tahun ini masih tak sebanding dengan memberi makan seekor anjing.
Memberi makan anjing selama tujuh tahun, ia masih tahu siapa pemiliknya dan mengibaskan ekor kepadanya.
Namun, dia?
Rasa sakit di hatinya sekarang bukan berasal dari rasa iba terhadap Sandy, melainkan kebodohan dan kesedihan pada dirinya sendiri.
Xena menarik napas dalam-dalam, lalu membuka pintu.
Saat membuka pintu, dia memasang senyum tipis di wajah.
Seolah tak pernah mendengar apa pun.
Semua orang langsung terdiam.
Empat orang pria duduk di satu meja bundar.
Di belakang ada beberapa wanita berpakaian terbuka sedang menari-nari.
"Kamu sudah datang." Yuda segera berdiri.
Yulian juga membantu menarik kursi di sebelah Sandy. "Kak, duduk sini."
Xena tersenyum. "Nggak."
Dia berjalan ke sebelah Yuda, lalu duduk. "Aku dan Sandy sudah cerai. Lain kali, panggil dengan namaku, ya."
Suasana tiba-tiba mencekam.
Sandy menatap Xena dengan wajah muram.
Semua orang tak berani berbicara.
Takut kena getahnya.
"Semuanya, lanjut main saja. Apa karena ada aku di sini, kalian jadi nggak nyaman?" Pandangan Xena tertuju ke arah beberapa wanita itu.
"Nggak, kok. Kami hanya main-main saja." Yulian mengusir para wanita itu keluar.
Xena tahu bahwa Yulian dan Yifan suka berpesta pora.
Dia mengenal mereka berdua setelah menikah dengan Sandy.
Keduanya adalah teman masa kecil Sandy dan hubungan mereka sangat baik.
Karena alasan ini, dia memilih duduk di sebelah Yuda.
Saat ini, dia sudah bercerai dengan Sandy. Oleh karena itu, hubungannya dengan mereka juga berakhir.
Kalau hari ini adalah ulang tahun Yulian atau Yifan, dia pasti takkan datang.
"Ini hadiah."
Xena seolah mengabaikan tatapan marah Sandy dan memberikan hadiah kepada Yuda sembari tersenyum.
Yuda sempat melirik Sandy ketika menerima hadiah itu. "Makasih, Xena."
"Sama-sama." Xena terus tersenyum dengan anggun.
"Makanlah." Yuda menyajikan semangkuk sup untuk Xena. "Kamu sudah kurusan sekarang."
"Makasih ..."
"Yuda, kenapa kamu begitu perhatian sama wanitaku? Kamu suka sama dia?" Akhirnya, Sandy tak tahan karena terus diabaikan oleh Xena.
Emosinya makin menggebu-gebu ketika melihat kedekatan Yuda dan Xena!
Dia menjadi marah besar.
Gelas yang digenggamnya hampir pecah!
Dia menatap tajam Yuda. "Kenapa diam saja? Bahkan kamu ingin merebut wanita sahabatmu sendiri?"
Yuda menatap mata Sandy tanpa mengatakan apa pun.
Hanya menatap saja.
"Xena, kemarilah!" kata Sandy dengan nada perintah yang tegas.
Xena tahu takkan bisa makan hidangan di meja ini.
Dia pun berdiri. "Aku nggak ingin merusak suasana."
"Selamat ulang tahun, ya." Dia tersenyum kepada Yuda. "Kalau gitu, aku pamit dulu."
Yuda mengangguk. "Sepertinya, ada urusan yang harus kuselesaikan, jadi nggak bisa mengantarmu pulang. Hati-hati di jalan."
"Ya." jawab Xena sembari mengambil tas di kursi. Dia menatap Sandy dengan sinis. "Nggak usah sok merintah saat bicara denganku, kita ini sudah cerai."
Dia melihat ke arah semua orang. "Kebetulan, semua orang hadir di sini. Aku ingin memberi tahu kalian bahwa aku dan Sandy sudah bercerai, harta kami sudah dibagi, akta cerai juga sudah diurus. Kami berdua sekarang sudah menjalani hidup masing-masing."
Setelah mengatakan itu, dia berjalan pergi. Sandy segera bangkit dengan marah sampai kursinya terjatuh.
Dia menghalangi langkah Xena.
Amarahnya seperti kobaran api membuat orang yang berada di sebelahnya merasakan hawa panas menyengat.
Suasana di dalam bilik kian mencekam.
"Xena, sudahi emosimu. Apa emosimu masih belum mereda setelah menghinaku di depan sahabat-sahabatku?" Dia menggenggam lengannya. "Cukup, duduk dan makanlah."
Xena melepaskan genggaman Sandy dengan sekuat tenaga. "Sandy, pernikahan itu bukanlah permainan. Saat memilih menikah denganmu, aku sudah memikirkannya matang-matang. Begitu pula ketika bercerai. Aku sama sekali nggak main-main atau merajuk padamu, aku ini serius."
Pada momen ini, ekspresi yang sudah lama Sandy tahan, hancur seketika.
Yuda menghampiri dan mencengkram lengan Sandy, lalu berkata kepada Xena, "Pergilah duluan."
Xena memutar badan dan berjalan keluar.
"Xena!" Mata Sandy terbakar api amarah. "Kalau kamu keluar dari pintu itu, hubungan kita akan benar-benar berakhir."