Bab 7
Secercah harapan melintas di mata Aldi, tapi setelah melihat nama yang berkedip di layar ponselnya, ekspresinya segera berubah menjadi kekecewaan.
Panggilan telepon itu dari Merina. Begitu diangkat, suara gembira Merina terdengar, "Kak Aldi, ulang tahun kakekku akan segera tiba. Orang tuaku menyerahkan tugas mengirimkan undangan kepadaku. Apakah Kak Aldi punya waktu nanti? Aku sedang lewat depan kantor Barata, aku akan mengirimkan undangan dan kita bisa makan siang bersama?"
Aldi menjawab dengan tenang, "Oke."
"Baiklah kalau begitu."
Setelah menutup telepon, kemarahan Aldi tidak hanya tidak mereda sama sekali. Dia malah menjadi makin tertekan hingga tidak sanggup membaca dokumen di tangannya.
Dia tidak menyangka Serina begitu bertekad kali ini, bertekad untuk tidak menghubunginya!
Tok tok tok.
Terdengar suara ketukan pintu di luar kantor, dan Andrian masuk dengan sebuah dokumen di tangannya dan berkata dengan ekspresi serius, "Pak Aldi, saya baru saja mendapat kabar bahwa tanah di sebelah timur kota sepertinya akan dilelang lebih awal!"
Ekspresi Aldi menjadi muram, dia segera berkata, "Pergi dan beri tahu penanggung jawab dan penanggung jawab proyek ini bahwa rapat akan diadakan dalam lima menit!
Ketika Merina tiba, Aldi masih rapat dan orang yang menerimanya adalah Andrian.
"Nona Merina, Pak Aldi masih rapat, dia meminta saya untuk mengantar Anda ke kantor untuk menunggunya," kata Andrian.
Merina tersenyum lembut lalu berkata, "Terima kasih."
Setelah mengantar Merina ke kantor Aldi, Andrian berkata untuk meneleponnya kapan saja jika terjadi sesuatu lalu dia pun pergi.
Setelah pintu ditutup, Merina berjalan ke meja Aldi. Saat dia hendak meletakkan undangan berlapis emas di atas meja, dia melihat sebuah kotak berwarna merah di sebelah meja dari sudut matanya. Dia tidak bisa menahan diri untuk berhenti sejenak.
Kotak ini terlihat seperti berisi perhiasan. Berpikir bahwa hari ulang tahunnya akan segera tiba, mungkinkah ini adalah hadiah ulang tahun yang disiapkan Aldi untuknya?
Setelah ragu-ragu sejenak, Merina mengambil kotak merah itu.
Lagipula, ini adalah barang yang dibelikan untukku, jadi tidak masalah kalau aku mengintipnya, bukan?' ujar Merina dalam hati.
Merina pun akhirnya membuka kotak itu dan yang dia lihat adalah kalung yang dimenangkan Aldi di lelang di Kota Pandora.
Pada waktu itu, Merina berpikir untuk siapa Aldi membeli kalung itu karena dia tidak mengatakan padanya. Sekarang, Merina baru tahu bahwa ternyata kalung ini adalah kejutan untuk dirinya.
Suasana hati Merina tiba-tiba menjadi sangat baik, dia tersenyum lalu menutup kotak itu dan mengembalikannya ke tempatnya.
Satu jam kemudian Aldi kembali dari rapat tersebut.
Saat melihat Merina, mata Aldi menyaratkan permintaan maaf sambil berkata, "Aku baru saja ada rapat dadakan."
Merina berdiri sambil tersenyum lalu berkata dengan ekspresi lembut, "Iya, aku mengerti. Aku baru saja memesan makanan dan akan segera tiba."
"Baiklah."
"Omong-omong, aku sudah meletakkan undangannya di atas meja. Ulang tahun kakekku diadakan sabtu depan. Apakah kamu ada waktu luang untuk hadir?" tanya Merina.
Aldi mengerutkan kening sambil berkata, "Aku akan pergi untuk perjalanan bisnis dalam dua hari. Aku mungkin belum bisa pulang pada hari Sabtu tapi aku akan mengusahakannya."
"Oh ... apakah Serina menghubungimu baru-baru ini? Saat aku menelepon nomornya, nomor itu terus menunjukkan bahwa dia sedang sibuk. Tahukah kamu di mana dia sekarang?" tanya Merina.
Saat menyebut nama Serina, Aldi mengerutkan kening dan suaranya terdengar agak dingin saat berkata, "Mau apa kamu cari Serina?"
Merina mengerucutkan bibirnya dan berkata dengan wajah khawatir, "Kamu juga tahu bahwa hubungan Serina dengan keluarganya tak terlalu baik, dia tak diakui sampai dia berusia enam belas tahun. Lalu, dia selalu merasa bahwa ibu dan ayah memihak padaku, sepertinya mereka bertengkar beberapa waktu yang lalu. Kebetulan hari sabtu depan adalah hari ulang tahun kakek, jadi aku ingin memintanya untuk pulang, memanfaatkan hari ulang tahun kakek untuk memperbaiki hubungannya dengan keluargaku. "
Setelah beberapa detik terdiam, Aldi pun berkata, "Aku akan membicarakan hal ini dengan Serina."
Melihat Aldi yang terlihat enggan membicarakan Serina itu lagi, Merina pun tidak mengungkitnya lagi dan membicarakan hal lain.
....
Serina baru saja menyelesaikan rencana kerja saat dia menerima panggilan dari Alex Drajat.
"Sabtu depan adalah hari ulang tahun kakekmu, tolong pulanglah!" kata Alex.
Serina mengatupkan bibirnya lalu berkata dengan suara dingin, "Aku baru saja mendapatkan pekerjaan. Aku mungkin sangat sibuk dan tak sempat."
Begitu dia selesai berbicara, suara marah Alex terdengar berkata, "Apa yang lebih penting daripada ulang tahun kakekmu! Aku tak peduli, kamu harus berada di sana sabtu depan, yang penting adalah kamu harus datang bersama Aldi!"
Keluarga Drajat saat ini berbeda dari sebelumnya. Sebulan yang lalu, Damian Drajat memberi perintah kepada Alex agar memastikan Aldi datang ke pesta ulang tahunnya. Hal ini dimaksud untuk memberikan tekanan kepada Aldi, agar mereka tidak berani melakukan sesuatu terhadap Keluarga Drajat.
Serina berpikir sejenak lalu menyadari bahwa dia dan Aldi akan bercerai. Dia benar-benar perlu memberi tahu keluarganya untuk menghindari masalah di masa depan.
"Oke, aku mengerti. Aku akan mengusahakan agar aku sempat datang," jawab Serina.
Serina tidak berkata apa-apa lagi lalu langsung menutup telepon.
Melisa Francis merasa kurang puas dengan tindakan Alex lalu berkata dengan wajah cemberut, "Kamu sudah menyuruh Merina untuk memberi undangan kepada Aldi, kenapa harus menyuruh Serina untuk mengajak Aldi!"
Terhadap Serina, putrinya yang tumbuh besar tanpa kehadiran Melisa sejak kecil, kalaupun Merina sangat mirip dengannya, Melisa memang tidak begitu menyukainya.
Tidak lama setelah dia melahirkan Merina dan Serina, seorang ahli ramal yang selama ini dipercaya oleh Keluarga Drajat tiba-tiba datang ke rumahnya lalu berkata bahwa jika Serina tetap tinggal di Keluarga Drajat, Keluarga Drajat akan hancur.
Setelah menimbang sekian lama, Keluarga Drajat akhirnya memutuskan untuk menelantarkan Serina di depan pintu panti asuhan.
Siapa sangka, pada usia enam belas tahun, Merina tiba-tiba jatuh sakit dan semua orang dalam Keluarga Drajat tidak cocok menjadi donor. Mereka pun terpaksa harus mengajak Serina kembali.
Karena mereka kembar, gen Serina dan Merina sangat mirip. Akhirnya, setelah berhasil dalam tes kecocokan donor, Serina menyumbangkan sumsum tulang belakang untuk Merina. Mereka pun memutuskan untuk membiarkan Serina tinggal di rumah Keluarga Drajat.
Namun, setiap kali melihat Serina, semua anggota Keluarga Drajat masih teringat perkataan ahli ramal itu dan mereka merasa Serina adalah duri dalam daging. Sikap mereka terhadap Serina pun tetap dingin.
Terutama bagi Melisa. Mengetahui bahwa Serina dibesarkan oleh keluarga pedesaan di daerah terpencil membuatnya merasa bahwa Serina adalah orang kampung. Saat berdiri bersama Merina yang sangat disayanginya selama belasan tahun, rasanya tidak nyaman untuk dilihat.
Kemudian, Serina selalu membantah semua perkataan Melisa. Setiap kali Melisa mencoba berbicara dengannya, selalu saja berakhir dengan pertengkaran. Hal ini membuat hubungan mereka semakin memburuk.
Sekarang, setiap kali Melisa mendengar nama Serina, dia merasa jijik.
Alex melirik Melisa dengan tatapan dingin sambil berkata, "Jangan lupa, Serina adalah istri Aldi sekarang."
Dengan nada meremehkan Melisa berkata, "Kalau bukan karena Merina pergi ke luar negeri, mana mungkin Serina punya kesempatan menikahi Aldi! Lagipula, sekarang Merina sudah kembali dan Aldi juga tak suka Serina. Menurutku, lebih baik membiarkan mereka bercerai agar Aldi menikahi Merina, itu akan lebih baik untuk semua orang!"
Mendengar ini, Alex mengerutkan kening dan mulai memikirkan tentang hal ini.
Setiap kali Alex menelepon dan mengisyaratkan Serina untuk tidur dengan Aldi atau meminta Aldi untuk membantu Keluarga Drajat, Serina menolak dan mengabaikan Alex.
Serina dan Aldi sudah menikah selama tiga tahun tapi masih belum mempunyai anak. Jika mereka benar-benar bercerai dan Aldi menikah dengan Merina, itu akan menguntungkan bagi Keluarga Drajat.
Namun, Alex lebih berhati-hati. Dia tidak akan bergerak gegabah sebelum memahami pikiran Aldi dengan baik.
"Mari kita bicara lagi tentang ini nanti. Aku peringati kamu, jangan sembarangan bicara di depan Serina tanpa persetujuanku. Kalau kamu membuat masalah besar, aku tak akan melepaskanmu begitu saja!" kata Alex.
Ekspresi Melisa berubah, lalu dia berkata dengan marah, "Aku tahu, cepat atau lambat kita akan mati, aku terlalu malas untuk menjadi orang jahat!"
Setelah hening beberapa saat, Alex berbisik, "Kadang-kadang kamu seharusnya bersikap lebih baik kepada Serina. Lagi pula, kita yang berutang padanya."
Kilatan ekspresi jijik terlintas di mata Melisa. Kemudian, nada dingin dia berkata, "Kamu saja yang perlakukan Serina dengan baik, jangan libatkan aku! Aku hanya mengakui Merina sebagai putriku! Dan jangan lupa, ahli ramal itu juga akhirnya ...."
"Melisa!" teriak Alex menyela perkataan Melisa.
Dengan ekspresi marah matanya Alex berkata, "Kalau aku mendengarmu membicarakan hal ini lagi, jangan salahkan aku kalau aku marah!"
Wajah Melisa memucat karena mendengar teriakan Alex. Wajahnya tetap pucat sampai Alex pergi dengan marah.
Melisa merasa sedikit takut di hatinya sekaligus jijik kepada Serina. Jika bukan karena Serina, bagaimana mungkin ada begitu banyak hal yang terjadi sekarang!
Malam hari setelah selesai bekerja, saat Serina hendak pulang, Sandara tiba-tiba bergegas datang kepada Serina.
"Serina, apa rencanamu malam ini?"