Webfic
Open the Webfic App to read more wonderful content

Bab 3

Sementara itu, di Pusat Kota. Ruang VIP Karaoke. Jamal duduk diam di sudut, memegang gelas yang diisi air putih, tampak begitu kontras dengan bising di sekelilingnya. Dia melirik ke tengah ruangan, mendapati Chiko yang kepalanya dibalut perban. Tangan kirinya merangkul wanita cantik bertubuh indah, sementara tangan kanannya memegang mikrofon sambil bernyanyi nada tinggi. Pria itu tenggelam di tengah suasana ini. Melihat Chiko yang menghayati suasana, Jamal tidak tahan hingga menggosok-gosok telinganya. Nyanyian Chiko tidak kenal nada yang tepat, tetapi dia suka sekali mengambil nada tinggi. Kalau bukan karena luka yang dia derita hari ini, Jamal pasti tidak akan membiarkan Chiko menyiksa telinganya seperti ini. "Pak Jamal, kenapa minum air putih di acara seperti ini? Minum segelas anggur ini, dong. Tolong hargai ..." Seorang wanita bertubuh seksi terlihat berjalan mendekati Jamal dengan suara yang sangat manis. Dia minum air putih dengan tenang, bahkan sorot matanya tidak pernah berpaling. Wanita itu merasa begitu canggung, tetapi tak berniat menyerah. "Pak Jamal ..." "Silakan temani Chiko, jangan ganggu saya." Wanita itu merasa tersinggung. Wajahnya langsung masam, tetapi dia pun patuh untuk kembali ke tempat semula karena takut memancing amarah Jamal. Setelah mendapat gangguan seperti itu, Jamal ingin cepat-cepat meninggalkan tempat ini. Tepat saat itu, ponsel di atas meja kebetulan berdering. Jamal meletakkan gelas airnya, mengambil ponselnya, lalu keluar dari ruangan itu tanpa menoleh lagi. Menatap layar di tempat sepi, ada panggilan masuk dari Hania. Nama yang asing ini membuatnya terdiam beberapa saat. Setelah tersadar, ternyata itu adalah istrinya. Lantas, dia menggeser layar ke tombol sambung sekarang. "Nona Hania, ada yang bisa kubantu?" Hania berhati-hati saat bertanya, "Pak Jamal, apakah aku sedang mengganggu kamu?" "Nggak, kok." Bahkan, Jamal harus berterima kasih padanya karena sudah tepat waktu untuk menyelamatkan telinganya. "Aku sedang terjebak masalah sekarang, bolehkah aku menginap di tempatmu untuk semalam?" Pertanyaan ini Hania lontarkan penuh keberanian. Meskipun mereka sudah menikah, keduanya baru bertemu sekali dan masih bersikap layaknya orang asing. Aneh rasanya sebelum meminta izin menginap di rumahnya malam-malam begini. Jamal jelas tak menyangka bahwa istri yang baru menerima Buku Nikah pagi ini akan meminta menginap pada malam yang sama. Jangan-jangan ... ini pun rencana dia? "Nggak apa-apa kalau kamu nggak nyaman. Aku akan ..." "Nggak masalah." Pikirannya sangat peka, bahkan mulutnya begitu jujur. "Biar kukirimkan alamat rumahku kepadamu." "Baik, terima kasih!" Setelah menutup telepon, Jamal mulai mengetik pesan, ragu-ragu untuk memilih alamat rumah mana yang harus diberikan padanya. Tiba-tiba, Chiko datang dari arah belakang. "Sstt ... malam ini, keperjakaanmu dalam bahaya ..." Jamal mengernyit sebelum menyimpan ponselnya. "Kamu bicara apa, sih?" "Aku nggak omong kosong! Baru terima Buku Nikah tadi pagi, eh ... malamnya sudah mau tinggal sama kamu. Ini rencana licik, benar-benar jelas rencananya!" Chiko tampak antusias ketika menjelaskan analisisnya, "Aku kasih tahu, ya. Aku sering lihat gadis begini. Dia sengaja menciptakan kesempatan untuk berduaan denganmu. Setelah kamu terpikat, dia akan mendekatimu lebih sering sampai kamu tergoda dan jatuh dalam pesonanya ..." Jamal menatapnya bagai melihat orang bodoh. "Nggak semua wanita serendah itu, ya!" gertak Jamal. Chiko pun tidak terima. "Aku bergaul dengan banyak wanita setiap hari. Jadi, aku lebih paham soal wanita. Zaman sekarang, banyak wanita matre yang sangat licik. Buat pria sepertimu yang belum pernah dekat dengan wanita, mereka punya strategi yang pasti berhasil!" "Bisa jadi, wanita ini sudah tahu kamu orang kaya dan sengaja berencana menikah dengan kamu demi hartamu. Jangan salahkan aku kalau semua dugaanku benar, ya. Sebelum kamu benar-benar kenal dia, lebih baik kamu waspada dan jangan mengungkapkan identitasmu dulu." Melihat Jamal tidak peduli, dia kembali berkata, "Bagaimana kalau kita bertaruh? Jika apa yang aku bilang benar ... kamu harus pinjamkan mobil barumu padaku satu bulan, bagaimana?" Jamal malas menanggapi, sehingga dia hanya melempar kalimat singkat, "Sana, kamu main sendiri saja. Aku pergi dulu!" Chiko tidak menyerah, dia berteriak keras, "Jadi, kita sudah setuju begitu, ya! Jangan ingkar janji!" Jamal keluar dari ruang VIP karaoke, mendapati sopir yang sudah menunggu di pintu segera menyambutnya penuh hormat seraya bertanya, "Pak Jamal, apa kita akan pulang ke vila atau pergi ke tempat tinggal lain untuk malam ini?" "Kembali ke vila," balas Jamal singkat. "Baik." Sopir berjalan di depan, membukakan pintu mobil Maybach, lalu menahan pintu dengan punggung tangannya Setelah duduk di kursi mobil, Jamal mendadak terpikirkan sesuatu sebelum berkata, "Lupakan vila, kita pergi ke Harmoni Indah saja." ... Sementara itu, di Kompleks Harmoni Indah. Hania membuka pesan yang dikirim Jamal, mencari rumahnya. Akhirnya, dia sampai di lokasi yang dimaksud. "Halo, saya istrinya pemilik unit 601 di Blok 6, boleh minta tolong buka pintunya untuk saya?" Penjaga keamanan pun mengintip dari balik jendela. Melihat wajah yang asing, pakaiannya sederhana, celana denim yang sudah luntur, bahkan membawa koper murah, matanya penuh kecurigaan. "Saya pernah lihat pemilik unit 601, kenapa saya belum pernah melihat Anda, ya?" "Kami baru menikah hari ini," jawab Hania dengan jujur. Ini adalah kebenaran, tetapi penjaga keamanan tidak memercayai ucapan Hania. "Penampilan Anda nggak seperti penghuni kompleks ini. Cepat pergi! Sudah pukul berapa ini, tempat sampah di dalam sudah diberesin! Kalau kamu ingin cari-cari barang rongsok, langsung pergi ke tempat sampah terdekat saja!" Lantas, penjaga keamanan itu menutup jendela dengan kasar. Hania menunduk seraya melihat pakaiannya, tak kuasa menahan senyum getirnya. Setidaknya, kaus polos berpadu celana denim dengan total harga kurang dari 100 ribu rupiah sudah memberi kesan dia yang bersih dan rapi, bahkan tidak terlihat seperti pemulung, 'kan? Dia bergerak mendekati pos keamanan sambil mengangkat koper, mengetuk jendela karena ingin menjelaskan lagi. Sialnya, ritsleting koper Hania tiba-tiba terbuka hingga pakaiannya berserakan di lantai. Penjaga keamanan kembali mengangkat kepalanya, menyaksikan situasi ini penuh rasa muak. "Jangan buang sampah di depan kompleks kami!" Hania merasa begitu malu dan tidak tahu harus berbuat apa. Jadi, dia segera membungkuk untuk memungut pakaiannya. Ketika sibuk dengan pakaiannya yang terserak, hadir sepasang tangan yang indah dalam sorot mata Hania. Kedua tangan yang tiba-tiba terulur itu memunguti pakaiannya dengan tenang, membersihkan debu, dan melipatnya rapi sebelum diserahkan padanya. Dia tertegun, merasa terkejut hingga mengangkat kepalanya. "Pak Jamal?"

© Webfic, All rights reserved

DIANZHONG TECHNOLOGY SINGAPORE PTE. LTD.