Bab 8
Mendengar perkataan konyol itu, Lydia memasang ekspresi tidak berdaya.
Calvin juga berandal ketika dulu, tetapi tidak seperti ini, bahkan berani membantahnya.
Akan tetapi, hubungan Calvin dan Berlina tidaklah melampaui batas yang sepantasnya. Lydia tidak bisa berbuat apa-apa terhadap Calvin.
Memangnya kenapa jika Berlina berpotensi masuk ke Universitas Kintani dan Universitas Benin?
Dia tidak mungkin menyuruh Calvin berhenti bersekolah dan belajar di rumah hanya karena kabar angin semacam itu, 'kan?
Tidak bisa begitu.
"Cukup, kamu makin berani, ya. Bahkan berani bercanda di depan Ibu."
Lydia memutar matanya dengan jengkel.
"Begini saja, Ibu akan urus Bu Herni dari kelas 12A. Dalam ujian percobaan ketiga lusa besok, kamu harus sungguh-sungguh .... Kalau nilaimu menurun banyak, nggak peduli kamu dan Berlina pacaran atau nggak, Ibu akan panggil ibumu ke sekolah."
Calvin terkekeh-kekeh. "Karena Bu Lydia sudah bilang begini, aku akan keluarkan kemampuanku yang sesungguhnya dalam ujian lusa besok. Aku nggak pura-pura lagi. Sebenarnya, aku juga berpotensi bisa masuk Universitas Kintani dan Universitas Benin."
"Cih ...." Lydia memutar mata lagi. "Memangnya Ibu nggak tahu bagaimana kemampuanmu? Ibu sudah puas kalau kamu bisa masuk universitas unggulan."
Lalu, Lydia melambaikan tangan dan menyuruh Calvin kembali ke sesi belajar mandiri malam.
...
"Calvin, kenapa Biksuni Miejue suruh kamu ke kantor?"
Feryanto langsung bertanya setelah Calvin kembali ke tempatnya.
Kisah Pedang Langit dan Golok Pembunuh Naga telah difilmkan dengan banyak versi. Film tersebut sangat populer.
Lydia selalu bersikap tegas di depan murid dan jarang tersenyum. Oleh karena itu, dia mendapat julukan Biksuni Miejue.
Calvin menjawab dengan ekspresi serius, "Bu Lydia bilang alien dari Trisurya akan segera menyerang Bumi. Dia suruh aku siap-siap ikuti Proyek Penghadap Tembok."
Calvin jelas tidak ingin memberikan jawaban. Feryanto juga tidak menanyakannya lagi.
"Calvin, bagaimana persiapanmu untuk ujian besok?"
Feryanto lebih peduli akan ujian percobaan ketiga besok. Terutama dia punya taruhan dengan Calvin ... siapa yang dapat nilai lebih tinggi akan menjadi ayah angkat.
Calvin mengernyit. "Kak Feri, kamu ini bodoh, ya. Alien dari Trisurya akan segera menyerang Bumi, kamu malah peduli dengan ujian? Kamu nggak peduli dengan nasib seluruh umat manusia?"
"Minggir sana, omong kosong terus."
Feryanto memutar mata. Lalu, dia fokus mengerjakan soal.
Sebagai pemuda yang bodoh dan lugu, kemenangan sangat penting bagi Feryanto. Tentu saja dia enggan memanggil Calvin ayah angkat.
...
Keesokan hari.
Ujian percobaan terakhir sebelum Ujian Nasional resmi dimulai.
Pagi-pagi sekali, Calvin pergi ke kedai sarapan keluarga Feryanto untuk makan roti. Lalu, dia berangkat ke sekolah bersama Feryanto.
Begitu masuk ke kelas, Calvin sudah merasakan suasana yang berbeda dengan biasanya.
Semua orang gugup. Ada juga yang sudah tidak sabar.
Murid mana yang tidak ingin membuktikan kemampuan diri melalui ujian?
Ini adalah ujian percobaan terakhir sebelum Ujian Nasional, serta ujian terpadu seluruh kota. Pihak sekolah menaruh perhatian besar. Tempat ujian dibagi berdasarkan kategori nilai.
Tempat pertama adalah untuk murid unggul yang dapat masuk ke universitas kelas satu dengan mudah, serta mereka yang berpotensi masuk ke Universitas Kintani dan Universitas Benin seperti Berlina.
Tempat kedua adalah gabungan murid yang berpotensi masuk ke universitas kelas satu dan menengah. Nilai Calvin dan Feryanto bahkan lebih rendah dari itu. Feryanto berada di tempat ujian ketiga, sedangkan Calvin berada di tempat ujian keempat yang berdekatan dengan tempat ketiga.
Dalam perjalanan menuju tempat ujian, Calvin yang membawa kotak pensil menepuk pundak Feryanto yang makin gugup.
"Kak Feri, jangan gerakkan pantatmu terus. Kerjakan soal ujian dengan baik dan usahakan dapat nilai tinggi. Nanti bisa lebih percaya diri saat Ujian Nasional."
"Calvin, kamu akhirnya bisa bicara secara manusiawi."
"Aku takut kamu akan patah semangat karena nilaimu terlalu rendah dariku.
"Cih .... Memangnya aku nggak tahu kamu? Nilaimu selalu lebih rendah dariku."
Calvin tersenyum dan diam saja.
Biarlah Feryanto sombong untuk terakhir kali.
Setelah nilai ujian percobaan kali ini keluar, Feryanto akan tertinggal jauh di belakangnya.
Teman-teman sekelas pergi ke tempat ujian bersama-sama. Di tengah jalan, entah bagaimana, Calvin berjalan berdampingan dengan Wanika.
Wanika melirik Calvin, lalu mendengus dan memalingkan kepala.
Nilai Wanika lebih tinggi dibanding Feryanto dan Calvin sehingga dikelompokkan ke tempat ujian kedua. Di kehidupan sebelumnya, hasil Ujian Nasional Wanika juga lumayan dan pada akhirnya masuk ke Sekolah Ekonomi Barat Daya, salah satu dari 100 universitas terbaik.
Melihat adegan itu, Ray buru-buru maju ke sebelah Wanika.
Ray juga berpotensi masuk ke 100 universitas terbaik, sama-sama dikelompokkan ke tempat ujian kedua bersama Wanika.
Sampai di persimpangan, Ray melemparkan tatapan dingin dan provokatif kepada Calvin.
Rasa superior murid SMA sungguh bodoh dan lugu, hanya didasarkan pada nilai.
Calvin mengabaikannya.
Begitu memasuki tempat ujian, Calvin segera menenangkan diri dan bersiap menghadapi ujian pertama sejak dia hidup kembali.
Bel berbunyi. Guru pemantau mulai membagikan soal ujian.
Mata pelajaran pertama yang diujiankan adalah bahasa Indonesia. Calvin membuka tutup pen dan mulai mengerjakan soal.
Mata pelajaran bahasa Indonesia membutuhkan kemampuan dasar yang kuat. Mustahil ada peningkatan yang cepat.
Tingkat kemampuan Calvin dalam bahasa Indonesia tidak terlalu tinggi. Nilainya hanya berkisar pada nilai 100.
Soal yang bisa dikerjakan bisa dikerjakan semua, sedangkan yang tidak memang tidak bisa. Mungkin hanya akan mendapat nilai seratus kosong berapa.
Akan tetapi, Calvin yakin bisa mendapat nilai 120 dalam Ujian Nasional Bahasa Indonesia.
Dia mengingat soal karangan Ujian Nasional.
Setelah ujian bahasa Indonesia berakhir, tidak ada murid yang mencocokkan jawaban satu sama lain.
Hal itu sama sekali tidak diperlukan. Murid bodoh di ruang ujian terakhir pun dapat mengisi semua lembar jawaban dengan asal menjawab.
Fokus utama para peserta ujian adalah ujian matematika di sore hari.
"Peringatan" Lydia tetap berkhasiat. Calvin tidak berani lagi makan bersama Berlina di siang hari.
Calvin mengajak Feryanto ke rumah makan di luar sekolah.
Di dalam rumah makan, Feryanto menyenggol tangan Calvin yang sedang membaca menu.
Calvin juga merasakan ada sebuah tatapan dingin yang tertuju padanya.
Calvin menolehkan kepala, ternyata orang itu adalah Wanika. Wanika yang berwajah dingin duduk di kanan belakang Calvin bersama Wenda dan Ray.
Melihat Calvin menolehkan kepala, Wanika langsung memalingkan kepala dan mendengus.
Calvin diam-diam tertawa geli.
Sekalipun sudah hidup dua kali, Calvin tetap tidak memahami penalaran Wanika.
Kamulah yang mempermainkanku dan menjadikan harga diriku sebagai modal untuk membuktikan pesonamu. Kenapa kamu malah sedih karena aku cueki?
Calvin tidak paham, juga tidak ingin repot-repot memahaminya.
Setelah hidup kembali, Calvin sudah membulatkan tekad untuk tidak berhubungan dengan Wanika lagi.
Membaca ulang suatu buku mungkin akan mendapatkan pemahaman yang berbeda, tetapi akhir ceritanya tetap sama.
Mungkin karena Calvin, Wanika berhenti makan setelah hanya makan sebentar. Dia menjatuhkannya sendok dengan nyaring.
Ray si penyayang memelototi Calvin, lalu segera memberi perhatian pada Wanika.
Akan tetapi, Wanika mencueki Ray. Wanika memasang wajah dingin dan diam saja.
Begitulah sifat Wanika. Makin kita baik padanya, makin Wanika cuek.
Calvin telah mengejarnya selama tiga tahun, tetapi tiba-tiba berhenti mengejarnya. Hal itu justru menusuk hati Wanika dan membuatnya sedih. Matanya bahkan mulai memerah.
Pada akhirnya, Wenda tidak tahan lagi. Dia pindah ke meja Calvin dan Feryanto, lalu berbisik, "Calvin, sebenarnya kamu dan Ika kenapa?"
Calvin mengangkat bahu. "Wenda, kamu juga ada di ruang karaoke hari itu. Aku sudah katakan dengan jelas, 'kan? Anggap saja aku nggak pernah kenal dia."
"Hanya karena Ika permainkan kamu? Memangnya kamu nggak pernah pikir kenapa Ika pilih kamu, tapi bukan yang lain?"
Tentu saja Wenda memihak kepada sahabatnya. Dia membela Wanika dan menasihati Calvin.
"Artinya, Ika peduli denganmu. Setelah lulus SMA dan masuk kuliah, kamu belum tentu nggak punya kesempatan."
Calvin tersenyum lebar sampai menampakkan gigi.
"Wah, maksudmu, dia membuktikan pesonanya dengan cara menginjak harga diriku, tapi aku harus bersyukur?"
Wenda terdiam seketika.
"Aku ... bukan begitu maksudku ...."
Calvin melambaikan tangan. "Sudahlah, memang itu maksudmu."