Webfic
Open the Webfic App to read more wonderful content

Bab 8

Zane langsung menarik paksa Siena keluar dari kerumunan orang yang ada di Bar Moonshine. Dian yang menanti di lobi mengira ada sesuatu yang tidak beres terjadi pada Siena. Jadi, dia pun segera menghampirinya ke Kamar 307. "Lepaskan temanku!" seru Dian dengan tegas. "Hmm?" Zane menatapnya tajam ke arahnya. Namun, Dian tampak terkejut saat melihat Zane dan langsung mengutuk dalam hatinya, "Sialan! Ternyata Raja Neraka!" Dia pun buru-buru membungkuk dan berkata dengan sopan, "Maafkan saya, Pak Zane. Saya sudah salah orang." Siena menatap sahabatnya yang sudah menciut ke sudut ruangan dengan penuh ketidakpercayaan. "Dian, kenapa kamu nggak mau membelaku? Apa arti persahabatan kita selama ini?" Siena didorong dengan kasar ke kursi belakang mobil Zane. Dia pun duduk tegak dan menatap pria di depannya dengan tatapan menantang dan keras kepala. "Pak Zane, apa Anda nggak bisa menghargai orang lain? Saya nggak merasa sudah melakukan kesalahan apa pun. Apa maksud Anda dengan sikap seperti ini?" "Menghargai orang lain?" Zane tersenyum menyeringai seraya berkata, "Ironis sekali kata-kata itu keluar dari mulutmu." Zane menatapnya dengan penuh kebencian, lalu kembali berkata, "Kamu suka bermain-main dengan pria, 'kan? Oke, setelah Om Ashton menceraikanmu, aku akan mencarikan banyak pria untuk menemanimu. Bagaimana menurutmu?" Siena menatapnya tanpa mengucapkan sepatah kata pun. Kemudian, pria itu tiba-tiba mendekatinya dan mengancamnya dengan nada keras "Tapi, ingat satu hal! Saat ini kamu adalah istri Om Ashton yang harusnya membawakan keberuntungan baginya. Jadi, jangan berani bermain-main dengan pria lain atau aku akan membunuhmu!" Setelah berkata seperti itu, dia keluar dari kursi belakang dan pindah ke depan. "Alan, setelah ini ganti semua bantal di kursi belakang!" perintah Zane dengan tegas. "Baik, Pak Zane," jawab Alan dengan patuh. Zane jelas ingin menunjukkan bahwa dia sangat membenci Siena. Namun, Siena tidak peduli. Dia pun tiba-tiba berpikir, jika saja Zane tahu bahwa dirinyalah yang tidur bersamanya pada malam itu, apakah dia tetap akan membunuhnya? Sepanjang perjalanan, Siena tidak berani berkata-kata. Ketika mobil berhenti di depan sebuah rumah mewah, dia pun bertanya dengan bingung, "Di mana ini? Kenapa kamu membawaku ke sini?" Zane membuang puntung rokoknya dan berkata pada Alan, "Bawa dia ke atas, tapi lewat pintu belakang saja! Jangan sampai kedatangannya mengganggu Nenekku." Seketika itu juga, Siena pun dibawa ke sebuah kamar di lantai tiga. Kamar itu diterangi dengan cahaya redup dan suasananya cukup mencekam. Di atas tempat tidur, ada seseorang yang terbaring dengan banyak selang menempel di tubuhnya. "Cepat berlutut!" Tiba-tiba, lutut Siena ditendang dan dia pun langsung jatuh berlutut dengan canggung. Zane berjalan mendekatinya dengan langkah pelan dan menatapnya dari atas ke bawah dengan pandangan meremehkan. "Ini Om Ashton. Karena ulah ayahmu, kondisinya jadi koma seperti ini! Sekarang, ayahmu sudah mati, jadi kamulah yang harus menebus kesalahannya!" Siena mendongak ke arah Zane, lalu berkata dengan tegas, "Aku akan buktikan padamu kalau Ayahku nggak bersalah!" Tatapan Zane berubah dingin, lalu dia pun berkata dengan tegas, "Aku benci orang yang nggak bisa menerima kenyataan yang ada!" "Berlututlah di sini sampai Om Ashton sadar!" Zane segera meninggalkan ruangan dan membanting pintu dengan keras. Saat ini, ruangan itu kembali hening. Siena pun segera bangkit. Dia yakin ayahnya tidak bersalah, jadi dia menolak untuk berlutut. Dia berjalan ke samping ranjang dan mengamati pria yang terbaring tak berdaya di atasnya. Omnya Zane ternyata masih sangat muda dan sepertinya seumuran dengan Zane. Dari segi penampilan, pria ini sebenarnya sangat tampan. Namun, karena kondisinya yang koma dalam waktu lama, wajahnya jadi terlihat pucat dan kurus kering. Sebelumnya, Siena sempat belajar ortopedi dan memiliki bakat yang luar biasa dalam bidang kedokteran. Setelah menyelesaikan studinya, dia bercita-cita berkarier di bidang kesehatan. Namun, karena masalah yang dihadapi ayahnya, dia terpaksa mengubah haluan ke bidang arsitektur. Siena menghela napas panjang, kemudian duduk di tepi ranjang untuk memijat tangan dan kaki pria itu sambil memeriksa kondisi otot-ototnya. Dia menatap pria itu, lalu bergumam pelan, "Cepatlah bangun. Kalau kamu bangun, aku bisa bebas." Keesokan harinya. Seluruh keluarga Lucian berkumpul di meja makan untuk menikmati sarapan. Nenek Safira melirik Zane yang sedang membaca koran, kemudian dia berkata kepada kepala pelayannya, "Sekarang Nona Siena sudah jadi bagian dari keluarga kita, suruh seseorang untuk menjemputnya dan minta pelayan lain untuk membelikan keperluan sehari-harinya." "Baik, Bu Safira," jawab sang kepala pelayan. "Nggak perlu!" sergah Zane dengan tegas. Saat kepala pelayan itu hendak melaksanakan perintah Bu Safira, Zane tiba-tiba berkata dengan suara lirih, "Semalam aku sudah membawanya ke sini." Mata Nenek Safira bersinar penuh harapan dan dia berpikir bahwa cucunya akhirnya sadar. "Di mana dia? Panggil dia untuk sarapan bersama kita," perintahnya dengan cepat. "Dia sedang berlutut di kamar Om Ashton," jawab Zane. "Apa?" Nenek Safira langsung berdiri dengan marah. "Beraninya kamu menyuruhnya untuk berlutut! Dasar kurang ajar!" Nenek Safira menunjuknya dengan tatapan penuh kekecewaan. "Cepat bawa Nona Siena ke sini!" perintah Bu Safira pada kepala pelayan. Ketika Siena muncul, tatapan dingin dan tajam Zane langsung menyambutnya. Pria itu sangat membencinya, sehingga tatapannya selalu terlihat menusuk dan membuat jantung berdebar ketakutan. Dia pun menundukkan kepala dan berusaha untuk terlihat tenang. "Siena, sini duduk." Nenek Safira menyapanya dengan hangat dan mengajaknya duduk di meja makan. Siena terkejut karena menyadari bahwa wanita tua di depannya adalah orang yang pernah dia tolong beberapa hari lalu. "Nenek, aku nggak menyangka bisa bertemu Nenek di sini!" Suasana hati Siena langsung rileks saat melihat orang yang dikenalnya. "Ya, aku neneknya Zane. Panggil saja aku Nenek Safira," jawab Nenek Safira dengan ramah. "Bu, dia nggak bisa memanggilmu seperti itu," ujar Linda yang tidak bisa menahan diri untuk mengoreksi, "Dia istrinya Ashton, harusnya dia memanggilmu dengan sebutan Ibu." "Diam!" bentak Nenek Safira. Linda yang awalnya berharap mendapat pujian karena sudah membenarkannya malah dimarahi dan langsung terdiam dengan kesal. Kemudian, Nenek Safira pun memperkenalkan Siena kepada Zane dengan antusias. "Zane, ini Siena yang tadi kuceritakan padamu. Dia baik sekali dan sudah menyelamatkan nyawa Nenek." Zane mendengkus dingin dan tidak menunjukkan ketertarikan sedikit pun pada Siena. Sementara itu, Siena pun hanya diam dan menundukkan kepala untuk makan. Di sisi lain, Hannah menatap Siena dengan penuh kebencian, lalu berkata dengan nada mencemooh, "Seragam bar yang kamu pakai cocok sekali denganmu, Nona Siena." Siena mendongak dan membalas dengan senyum polosnya. "Nona, kamu punya penglihatan yang tajam. Aku nggak menyangka kamu akan langsung tahu kalau baju yang aku pakai ini seragam bar." Implikasinya sangat jelas, berarti Hannah sering mengunjungi bar! Hannah merasa malu, tetapi dia tidak berani melawan karena saat ini dia berada di kediaman keluarga Lucian. Linda menyipitkan matanya dan mengamati Siena dengan saksama. Dia sadar bahwa gadis ini tidak mudah untuk dimanipulasi. Kemudian, dia mengalihkan perhatiannya pada Zane dan berkata, "Zane, sekarang Ashton sudah menikah, kamu juga harus mulai memikirkan pernikahanmu sendiri. Lihatlah Hannah, dia sangat ... " "Tante Linda nggak perlu khawatir tentang pernikahanku. Aku sudah punya calonku sendiri dan bulan ini aku akan menikahinya," jawab Zane dengan tegas. Linda tampak sangat terkejut dan bertanya dengan penuh ketidakpercayaan, "Kamu sudah punya calon? Siapa orang itu?" "Namanya Tina. Dia putri keluarga Trenz. Dia cerdas, lembut, dan anggun. Wanita seperti dia cocok untuk menikah denganku." Siena memakan sarapannya dengan tenang. Dia belum makan apa-apa sejak tadi malam, jadi dia memang lapar. Di sisi lain, Nenek Safira memperhatikan Siena dengan tatapan rumit. Setelah beberapa saat, dia berkata pada Zane, "Kalau kamu mau poligami, lanjutkan saja pernikahanmu dengan Tina."

© Webfic, All rights reserved

DIANZHONG TECHNOLOGY SINGAPORE PTE. LTD.