Webfic
Open the Webfic App to read more wonderful content

Bab 5

Barulah Yulius baru mengalihkan perhatiannya pada wanita yang pingsan. Meskipun wajah wanita itu sedikit berlumuran darah, kecantikan wajahnya masih terlihat jelas. Terlebih lagi, wajah wanita itu sangat mirip tujuh hingga delapan puluh persen dengan teman Yulius beberapa tahun yang lalu. 'Mungkinkah dia keturunannya?' pikir Yulius. Tentu saja, tidak menutup kemungkinan itu adalah kebetulan. Menurut ilmu probabilitas, setelah sekian lama dan bertambahnya populasi di bumi, sangat mungkin ada orang yang memiliki wajah serupa. Hanya karena kemiripan wajah itu, Yulius memutuskan untuk menyelamatkannya. Sepuluh menit kemudian, Yulius telah membalut lukanya, menghentikan pendarahannya, dan memanggil ambulans. Ketika ambulans tiba, Yulius sudah pergi. Wanita itu dibawa oleh tim medis ke rumah sakit. Yulius berjalan pulang dengan santai sambil membawa sayuran hijau segar yang baru saja dipetik. … Ruang kerja keluarga Yalendra di kota Jayandra. Seorang wanita cantik jelita mengenakan piyama sutra bersandar di kursi, memandangi pemandangan malam di luar jendela. Telepon di atas meja tiba-tiba berdering. Wanita itu sedikit mengrenyitkan dahinya, lalu mengangkat telepon. "Nona Yuanita, misi gagal. Ruby sudah dilarikan ke rumah sakit dan keluarga Jacinda telah menempatkan banyak orang untuk melindunginya di rumah sakit. Dalam waktu dekat, kita mungkin nggak akan punya kesempatan lagi untuk … " "Aku cuma mau tahu kenapa misi gagal. Jangan bertele-tele." Suara wanita itu dingin menusuk, penuh ancaman. "Kami masih cari tahu penyebabnya. Hal yang kami tahu pasti, dua pembunuh bayaran kami sudah berhasil membunuh pengawal Ruby dan membuatnya loncat dari mobil di jalan dekat Desa Janitra. Tapi setelah itu, mereka hilang kontak dan Ruby juga … " Begitu mendengar hal ini, wanita itu langsung paham. Pasti ada orang lain yang tidak mereka duga ikut campur dan menyelamatkan Ruby. Kalau tidak, Ruby pasti sudah mati, bukannya malah diantar ke rumah sakit. "Tiga hari. Aku beri kalian waktu tiga hari untuk menemukan siapa yang menyelamatkan Ruby," perintah wanita itu. Setelah menutup telepon, tangan putih mulus wanita itu meraih gelas anggur di atas meja dan menggoyang-goyangkannya perlahan. Dia menatap cairan anggur berwarna merah tua yang berputar di dalam gelas. "Siapa pun kamu, berani-beraninya kamu merusak rencanaku. Aku pasti akan menemukanmu, meski harus mencari ke ujung dunia." … Ketika Yulius masuk kelas keesokan paginya, dia melihat sebuah meja terbalik dan buku-buku berserakan di lantai bagian belakang kelas. Hanya ada satu kursi tersisa di tempat Yulius duduk. Tatapan teman-teman sekelasnya kebanyakan penuh cemoohan dan ejekan, sementara sebagian kecil tampak kasihan. Yulius sedikit mengernyitkan kening dan bertanya, "Siapa yang melakukannya?" Tidak ada yang menjawab pertanyaannya. Yulius melihat sekelilingnya dan bertanya lagi, "Siapa yang melakukan ini?" "Huff, kasihan banget kamu ini. Kukasih tahu ya, itu perbuatan Dean dan gengnya," jawab seorang gadis cantik dengan tidak sabar. Gadis itu bernama Yasmin, mantan pacar Dean dan dulunya dijuluki kembang kelas sebelum Selina pindah ke kelas ini. "Oh, jadi dia yang melakukannya." Yulius mengangguk, lalu melihat ke kursi tempat Dean biasa duduk. Dia menyadari bahwa Dean belum datang. "Terus kamu mau apa kalau memang dia yang melakukannya? Apa kamu berani memukulnya? Nanti kalau dia sudah datang, kamu pasti diam saja 'kan? Kenapa pagi-pagi begini sudah sok-sokan? Aku jadi kesal lihatnya," ujar Yasmin dengan nada sinis. Yulius melirik Yasmin dengan tatapan datar. Selama lebih dari dua tahun di SMA Jayandra, dia hampir tidak pernah menarik perhatian siapa pun, apalagi sampai menyinggung mereka. Namun, nada bicara Yasmin kepadanya terdengar penuh kebencian yang tak jelas alasannya. "Aku nggak pernah menyinggungmu, 'kan? Kenapa kamu bicara begitu padaku?" tanya Yulius. "Haha. Aku memang nggak suka sama kamu. Kenapa? Aku suka menghina kamu. Terus kamu mau apa?" jawab Yasmin sambil mengangkat dagu dengan angkuh. Sejak Selina pindah ke kelas 3-2 kemarin, suasana hati Yasmin terus memburuk. Awalnya dia juga termasuk bintang di kelasnya, tapi sekarang semua teman sekelasnya lebih banyak membicarakan Selina. Yulius sebagai teman sebangku Selina, tentu saja sangat membuat Yasmin kesal. Apalagi, Yulius tidak punya kedudukan di kelas, jadi mudah saja bagi Yasmin melampiaskan kekesalannya padanya. Yulius tentu tidak akan berdebat dengan Yasmin dan berjalan menuju tempat duduknya. "Seperti alu ingin mencungkil duri, pantas saja Dean memberimu pelajaran!" Yasmin berseru dari belakang. Yulius pun kembali ke tempat duduknya, tanpa repot-repot mengambil mejanya yang berada di belakang kelas. Teman-teman di sekitarnya ada yang menertawakan, ada juga yang penasaran. Apa yang sedang Yulius lakukan? Apakah dia menunggu seseorang membawakan mejanya kembali? Atau sedang menunggu wali kelas datang agar bisa mengadu? Beberapa saat kemudian, Doni masuk ke kelas. Begitu lihat kejadian itu, dia langsung paham apa yang terjadi. "Yulius, biar aku bantu kembalikan mejamu," kata Doni. "Nggak usah. Nanti kalau Dean datang, aku akan menyuruh dia mengembalikannya," jawab Yulius. Ekspresi Doni sedikit berubah. "Yulius, sebaiknya kamu sabar saja. Kita nggak bisa melawan Dean … " Beberapa siswa di sekitar mereka tidak bisa menahan tawa. "Kamu mau Dean yang mengembalikannya? Yulius, dulu kami kira kamu cuma pemalu dan pendiam. Sekarang kami baru tahu kalau kamu ternyata bodoh! Pas Dean datang nanti, kamu pasti tahu apa salahmu." Begitu mereka selesai bicara, Dean yang mengenakan tas selempang masuk ke kelas bersama beberapa temannya. Melihat Yulius yang duduk sendirian di kursi, mereka semua menyeringai mengejek. Dean langsung berjalan ke depan Yulius dan dengan pura-pura terkejut berkata, "Yulius, mejamu ke mana?" "Ada yang bilang kamu yang melempar meja itu ke belakang." Yulius mengangkat sedikit kepalanya dan menatap langsung ke arah Dean dengan tatapan yang tenang. Saat bertemu dengan tatapan Yulius yang tampak sedikit kosong, jantung Dean berdebar kencang dan dia merasa sedikit takut. Namun, dia segera sadar dan merasa malu dengan ketakutannya. Yulius kan cuma seorang pecundang, apa yang dia takutkan? "Memang aku yang melakukannya, lalu kenapa? Kemarin aku sudah sangat menghormati kamu, tapi kamu malah nggak menghormatiku. Kalau aku nggak kasih kamu pelajaran, kamu pikir aku ini orang bodoh?" Dean tidak lagi berpura-pura, dia berbicara dengan suara keras. "Kembalikan mejaku ke tempat semula dan rapikan buku-buku yang berserakan di lantai lalu taruh di atas meja. Kalau kamu mau, aku nggak akan mempermasalahkannya lagi," kata Yulius. Tidak hanya Dean yang terkejut mendengarnya, tapi juga murid-murid lainnya. Tidak akan mempermasalahkannya lagi? Yulius pikir dia siapa? Dia pikir dia sedang berhadapan dengan siapa? "Haha. Yulius, ternyata kamu cukup lucu juga ya," ejek Dean sambil tertawa sinis. "Kak Dean, aku sudah nggak tahan lagi! Aku benar-benar ingin menghajar anak ini untuk meluapkan amarahku!" Thomas berkata dengan marah sambil mengepalkan tangannya. Saat itu, beberapa anak buah Dean sudah mengelilingi Yulius. Sebagian besar murid di kelas hanya menonton pemandangan ini dengan rasa senang, terutama Yasmin. Dia sangat ingin melihat Yulius dipukuli sampai menangis. Sedangkan Doni sudah berkeringat dingin dan segera keluar kelas menuju ruang guru. Dia harus segera memanggil wali kelas. Kalau tidak, Yulius akan dalam masalah besar! "Apa tadi kamu bilang? Coba ulangi sekali lagi?" Dean berdiri sambil berkacak pinggang dan memandangi Yulius dengan tatapan merendahkan. "Aku bilang kembalikan mejaku ke tempat semula dan rapikan juga buku-buku yang ada di lantai … " ulang Yulius. "Minggir!" Sebelum Yulius menyelesaikan perkataannya, wajah Dean tiba-tiba berubah garang, dan dia melayangkan tangan kanannya untuk menampar Yulius. Namun, sesaat kemudian Yulius menangkap lengannya dengan kuat, sehingga dia tak bisa bergerak. "Kamu berani melawan?" Thomas yang ada di samping langsung menendang ke arah dada Yulius. Sayangnya, Yulius juga menahan kakinya dengan kuat. "Kalian yang mulai duluan," kata Yulius dengan tenang, lalu menggunakan kekuatannya untuk melempar mereka berdua. "Brak! Brak!" Dean dan Thomas terlempar ke belakang, jatuh di lantai kelas dengan suara keras. Apa yang baru saja terjadi? Tidak ada yang bisa memahami situasi ini. Pada saat itu, Yulius sudah berjalan ke belakang kelas, memandang rendah pada Dean dan Thomas yang pusing karena terjatuh. "Kembalikan mejaku ke tempat semula," kata Yulius dengan tenang. Dean belum pernah dipermalukan seperti ini sebelumnya. Wajahnya memucat karena marah. "Yulius, beraninya kamu melawanku? Aku akan membuatmu menyesal … ah!" Yulius menginjak tangan kanan Dean menggunakan sedikit tenaga. Rasa sakit yang menyiksa langsung menjalar di tangan Dean, membuatnya berteriak kesakitan. "Kembalikan mejaku ke posisi semula," perintah Yulius sekali lagi. "Yulius, tunggu saja … ah … " Dean terus menggeliat kesakitan. "Krak … " Terdengar suara tulang patah yang mengerikan, menggema di kelas yang sunyi. "Kuulangi sekali lagi, kembalikan mejaku ke tempat semula," ujar Yulius masih dengan wajah tanpa ekspresi.

© Webfic, All rights reserved

DIANZHONG TECHNOLOGY SINGAPORE PTE. LTD.