Webfic
Open the Webfic App to read more wonderful content

Bab 18

Yulius pulang ke rumah untuk mengambil sebuah botol minyak obat racikan sendiri, lalu mengoleskannya di bagian wajah Yura yang bengkak dan merah. Dua menit kemudian, bekas tamparan itu benar-benar hilang. "Pulanglah, ibumu sudah sangat khawatir denganmu," kata Yulius. "Iya, terima kasih, Kak Yulius," kata Yura yang akhirnya tersenyum sembari mengusap pipinya yang sudah tidak sakit. Yulius mengelus kepala Yura dan berkata, "Besok aku akan minta senior itu untuk minta maaf padamu." "Ah?" Yura mendongak dan menatap Yulius. "Dia sudah menamparmu, tentu saja harus minta maaf," kata Yulius. "Tapi …" Yura agak ragu. Dia tidak ingin Yulius mendapat masalah karena dirinya. "Nggak ada tapi," kata Yulius dengan tenang. … Setelah pulang ke rumah, Yura beralasan bahwa temannya mengajaknya berbelanja, tetapi tetap diomeli oleh Yuni. Yulius kembali ke lantai dua dan mulai memikirkan tentang Pil Inti Monster. Dia meminta Daniel untuk membantunya mencari Pil Inti Monster di seluruh Denara. Tidak peduli berapa jumlahnya atau seberapa tinggi harganya, dia akan membelinya. Yulius tahu bahwa hanya dengan bergantung pada keluarga Jacinda, kekuatannya terbatas. Meskipun bisa menemukan Pil Inti Monster, jumlahnya tidak akan banyak dan sama sekali tidak akan bisa memenuhi kebutuhannya. Oleh sebab itu, dia harus mencari lebih banyak orang untuk membantunya. Saat ini, yang bisa membantunya adalah keluarga Tanadi … Dulu, Yulius juga pernah berpikir untuk meminta bantuan keluarga duniawi membantu mengumpulkan Pil Inti Monster, tetapi saat itu dia masih bisa dengan mudah menemukan monster tingkat tinggi sehingga dia sama sekali tidak memperhatikan Pil Inti Monster tingkat rendah, jadi pikiran itu pun diabaikan. Namun, dalam 100 tahun terakhir, karena ketidakcocokan dengan penurunan energi spiritual, monster mengalami kepunahan massal. Jangankan monster tingkat tinggi, bahkan monster tingkat rendah pun hampir tidak ditemukan oleh Yulius. Manusia harus menerima kenyataan. Biarlah tingkatnya rendah, menelan beberapa Pil Inti Monster tingkat rendah saja sudah cukup untuk memberikan efek yang hampir sama dengan Pil Inti Monster tingkat tinggi. Yulius tiba-tiba teringat dengan seseorang. "Anak itu sudah besar dan sukses, aku bisa meminta bantuannya." Yulius mengeluarkan ponselnya dan menelepon sebuah nomor. Sekitar 15 detik, panggilan telepon pun diangkat. "Halo." Terdengar suara tua di ujung telepon. "Adam," panggil Yulius. Pria tua di seberang sana terdiam sejenak, kemudian berkata, "Akhirnya kamu meneleponku." Yulius tersenyum dan berkata, "Kamu tahu, aku nggak terlalu pandai bersosialisasi." "Kalau begitu, pasti ada sesuatu yang membuatmu menghubungiku, 'kan?" tanya pria tua itu. "Aku ingin minta bantuanmu mengumpulkan sebanyak mungkin Pil Inti Monster," jawab Yulius. "Pil Inti Monster? Aku punya banyak di rumah," kata pria tua itu. Yulius merasa senang dan berkata, "Berikan semuanya padaku dan teruskan membantuku untuk mengumpulkannya." "Aku akan minta cucu perempuanku mengantarkannya padamu. Kebetulan aku berencana mengirimnya ke Jayan untuk belajar dan melakukan penelitian." "Kalau bisa, tolong bantu jaga dia juga," kata pria tua itu setelah terdiam sejenak. "Oke, cucu yang mana? Aku ingat ketika salah satu cucumu berulang tahun, aku datang merayakan," ujar Yulius. "Iya, cucu yang itu, sekarang dia sudah berusia 25 tahun. Kita juga sudah 24 tahun nggak bertemu," ungkap pria tua lagi. "Kamu bisa datang kapan saja untuk menemuiku," balas Yulius. Pria tua itu terbatuk dua kali, lalu berkata, "Aku sudah berusia lebih dari 80 tahun, sudah nggak bisa berjalan. Kalau ingin bertemu, hanya kamu yang bisa datang menemuiku." "Oke, sebelum kamu mati, aku pasti akan menemuimu," kata Yulius sambil tersenyum. "Hm, aku sangat berharap bisa bertemu denganmu lagi," kata pria tua itu sebelum menutup telepon. Setelah telepon berakhir, Yulius berjalan ke tepi jendela, memandang langit malam di luar dengan tatapan mendalam. Sementara itu, jauh Zendara, di dalam ruang belajar sebuah rumah besar, seorang pria tua berambut putih juga meletakkan teleponnya. "Sudah 24 tahun, ya …" gumam pria tua itu. Kemudian, dia mengangkat telepon lagi dan menelepon sebuah nomor. "Panggil Shadan datang ke ruang belajar." … Pagi hari, Yulius tiba di kelas. Hari ini, Selina datang lebih awal. Begitu Yulius duduk, dia berkata dengan antusias, "Yulius, kemarin aku membawa pulang bahan obat yang kamu berikan. Ayahku sangat senang dan bilang ingin berterima kasih padamu. Dia ingin mengundangmu makan malam di rumah kami malam ini, apa kamu ada waktu?" Selina dengan hati-hati memandang Yulius. "Ya, aku paling suka makanan gratis," kata Yulius. Kebetulan sekali, Yulius memang berencana untuk pergi ke kediaman Tanadi dan meminta bantuan Nanda untuk membantunya mengumpulkan Pil Inti Monster. Mendengar Yulius menyetujuinya, Selina sangat senang dan tersenyum lebar. Sementara itu, Yulius sedang memperhatikan kursi di depan. Yasmin belum datang. Tiga menit kemudian, Yasmin dan teman sebangkunya, Shinta, masuk ke dalam kelas sambil tertawa dan bercanda. Yulius segera berdiri dan menghampiri mereka. Selina menatap Yulius dengan bingung. "Yasmin, keluar ke koridor, ada yang ingin aku katakan," kata Yulius. Melihat wajah Yulius, ekspresi Yasmin berubah. Lalu, dia berkata pada Shinta yang berada di sampingnya, "Sialan, pagi-pagi sudah ketemu kodok ini." Yulius kembali berkata tanpa ekspresi, "Keluar ke koridor." Yasmin yang melihat Yulius seperti memerintah, merasa marah dan menghardik, "Kamu menyuruhku keluar, lantas aku harus keluar? Apa yang bisa dibicarakan denganmu?!" Suara Yasmin yang nyaring menarik perhatian siswa di kelas. Selina tampak bingung, tidak mengerti mengapa Yulius tiba-tiba mencari masalah dengan Yasmin. "Bisa juga bicara di sini." Yulius tersenyum tipis, kemudian melangkah maju dan berkata, "Kemarin saat latihan, apakah kamu menampar siswi kelas satu?" Ekspresi Yasmin berubah dan berkata dengan lantang, "Apa urusanmu! Kodok yang hidup dengan menumpang seperti kamu masih ingin membela orang lain?" "Jadi, kamu memang melakukannya?" tanya Yulius. "Kalau iya, lalu kenapa?!" Yasmin membusungkan dadanya dengan wajah yang tampak menantang. Dia tahu bahwa Yulius cukup kuat, mengingat Dean dan Thomas yang masih terbaring di rumah sakit. Namun, dia yakin, dengan begitu banyak orang yang melihat, apalagi dia masih seorang perempuan, Yulius tidak akan berani bertindak terhadapnya. Jika Yulius benar-benar berani bertindak, dia pasti tidak akan membiarkan Yulius begitu saja. Dia akan membesarkan masalah ini dan membuat Yulius dikeluarkan dari sekolah! Terus-menerus melukai teman sekelasnya dalam waktu seminggu, bahkan Selina pun tidak bisa melindungi Yulius! Yasmin bersikap agresif, menatap Yulius dan berjalan mendekatinya. "Apa kamu berani memukulku? Ha? Banyak orang yang lihat, lakukan saja kalau berani …" Plak! Sebuah tamparan keras bergema di dalam kelas. Yasmin terhuyung akibat tamparan Yulius dan hampir terjatuh. Yulius hampir tidak menggunakan tenaganya untuk tamparan itu, karena dia tidak ingin melukai Yasmin dan mengingat bahwa Yasmin masih perlu meminta maaf pada Yura. "Kamu berani memukulku?!" Yasmin memegang pipinya dan menatap Yulius dengan tatapan penuh kebencian. "Semua orang mendengarnya kalau kamu yang memintaku untuk melakukannya," kata Yulius sembari melihat kerumunan yang tenang di sekitarnya. Tidak ada yang berani berbicara. Di sampingnya, Shinta menatap Yulius dengan marah dan berkata, "Yulius! Semua orang melihatmu memukul Yasmin! Aku akan panggil wali kelas sekarang juga, kita lihat siapa yang bisa melindungimu kali ini!" Setelah mengatakannya, Shinta segera meninggalkan kelas. Yasmin tampaknya bergaul dengan baik di kelas, beberapa gadis segera berkumpul di sekitarnya. "Yulius, kamu benar-benar keterlaluan, bahkan sampai memukul seorang perempuan. Apa kamu pikir nggak ada yang bisa menghukummu?" "Kalau sekolah kali ini nggak mengambil tindakan, kami akan langsung mencari kepala sekolah!" "Yasmin, jangan takut, ada kami di sini …" Yulius melangkah maju dan berkata, "Minggir kalian." Ekspresi beberapa gadis itu berubah dan bertanya, "Kamu mau apa?" "Aku minta kalian untuk minggir," tukas Yulius dengan dingin. Melihat tatapan Yulius, beberapa gadis itu merasa gemetar dan segera mundur. Orang ini gila, mereka tidak ingin mengalami nasib yang sama seperti Yasmin. "Ikut aku ke lantai bawah dan minta maaf kepada gadis yang kemarin," kata Yulius. Yasmin menutup wajahnya dan berteriak, "Minta maaf? Harusnya kamu yang minta maaf padaku! Yulius, tunggu saja! Ketika wali kelas datang nanti, aku akan membuatmu menyesal!" "Aku akan membuatmu menyesal sekarang juga kalau kamu nggak mau minta maaf," kata Yulius sembari menarik rambut Yasmin. "Kamu, kamu mau apa?!" Ekspresi Yasmin berubah drastis. Baru saja berbicara, dia sudah langsung berteriak. Yulius menarik rambut Yasmin dan mengangkat tubuhnya. Yasmin merasa sangat kesakitan. Makin dia meronta, makin sakit kulit kepalanya. "Aku tanya terakhir kalinya, minta maaf nggak?" tanya Yulius dengan tenang. Melihat ekspresi Yulius yang tenang, orang-orang di sekitarnya merasakan hawa dingin menyelimuti hati mereka. Bahkan Selina merasa bahwa penampilan Yulius sekarang agak menakutkan. "Aku minta maaf! Aku minta maaf! Tolong turunkan aku," teriak Yasmin. Yulius pun melepaskannya. "Ikut aku turun sekarang," perintah Yulius. Yasmin mengusap kulit kepalanya, menatap Yulius dengan penuh kebencian. Namun, dia tidak ingin menderita lagi. Setidaknya sebelum wali kelas datang, dia harus mengikuti permintaan Yulius. Akhirnya, Yasmin mengikuti Yulius turun ke bawah. Beberapa siswa di kelas yang selalu ingin tahu pun ikut turun ke bawah, ingin melihat apa yang akan dilakukan Yulius terhadap Yasmin. Yulius membawa Yasmin ke kelas satu dan memanggil Yura keluar. "Yura, tadi malam dia yang menamparmu, 'kan?" tanya Yulius. Yura melihat Yasmin yang berwajah kejam dan terlihat menyeramkan, lalu dengan ragu mengangguk. "Dia sekarang mau minta maaf padamu," kata Yulius sembari menatap Yasmin. Meskipun merasa enggan, saat ini Yasmin tidak punya pilihan lain. "Kenapa Shinta belum membawa wali kelas kemari!" "Cepat," desak Yulius. "Maaf." Yasmin menggigit bibirnya sembari mengatakannya. "Nggak apa-apa. Kak Yulius, kalian balik saja," ujar Yura dengan suara pelan. "Nggak bisa, dia nggak tulus," kata Yulius. Yasmin sangat marah dan hampir tidak bisa menahan diri untuk tidak melontarkan makian. Namun, mengingat rasa sakit yang baru saja dia alami, dia menahannya. Nanti saat wali kelas datang, Yulius akan mendapat ganjarannya, sekarang dia hanya perlu bersabar. "Maaf," kata Yasmin, kali ini dengan nada sedikit lembut. "Masih kurang tulus, setidaknya sambil membungkuk," Yulius menimpali. "Kamu!" Yasmin menatap Yulius dengan marah hingga tubuhnya gemetar. Yulius menatap Yasmin tanpa ekspresi. Yasmin menahan amarah di hatinya, menarik napas dalam-dalam, lalu membungkuk dan berkata, "Maaf."

© Webfic, All rights reserved

DIANZHONG TECHNOLOGY SINGAPORE PTE. LTD.